SINAU BARENG TENTANG BLORA 

Untuk kali ketiga dalam 6 tahun terakhir, Mbah Nun bersama KiaiKanjeng hadir Sinau Bareng di Kota Blora. Jika dihitung dengan Kota Kecamatan Cepu yang masuk wilayah administratif Kabupaten Blora, Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng yang diadakan di Alun-Alun Kota Blora pada Kamis, 29 Desember 2022 malam, adalah kali keempat. Dalam Sinau Bareng kali keempat di Kabupaten Blora ini, disinauni napak tilas nama Blora dan peranannya dalam mewarnai perjalanan Indonesia.

Dramatic Reading (drama baca) mewarnai Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam empat bulan terakhir. Drama baca yang menampilkan intonasi dialog antara tokoh tanpa gerak dan busana teatrikal ini juga ditampilkan saat Pemerintah Kabupaten Blora mengundang Cak Nun dan KiaiKanjeng untuk turut merayakan Hari Jadi Kabupaten Blora ke-273 pada tahun 2022. Dalam drama baca ini dikisahkan tentang mereka yang di rantau pulang ke kampung halamannya di Blora untuk mencari tahu asal-usul nama Blora.

“Sebenarnya sejak jaman dahulu kala itu sudah ada Blora,” kata Mas Imam dalam dialognya dengan Mbah Buyut Irodat yang menanyakan lahirnya Blora pada tanggal 11 Desember 1749 itu pada jaman Kerajaan Majapahit, Kasultanan Demak, Kerajaan Pajang, ataukah Kerajaan Mataram.

“Termasuk jaman Majapahit hingga NKRI sekarang ini,” lanjut Mas Imam yang asli Blora.

“Blora kuwi berasal dari kata apa?” tanya Mbah Buyut Irodat kepada cucu-cucunya jamaah Maiyah Blora.

“Belor,” jawab salah seorang jamaah.

“Jadi Blora berasal dari belor, yang berarti lumpur. Kemudian berkembang menjadi Beloran, yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama Blora. Bener ya?” kata Mbah Buyut Irodat.

“Itu folklor, Mbah. Cerita rakyat turun-temurun,” sahut Mas Imam.

“Secara etimologi,” sela Mas Islamiyanto, “Blora berasal dari kata Wai dan Lorah. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah. Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga seiring dengan perkembangan jaman, kata Wailorah menjadi Bailorah (lalu) menjadi Balora, dan akhirnya menjadi Blora.”

Asal nama Blora ini kelak dijadikan nama oleh para pegiat Maiyahan di Blora yang menamakan Simpul Maiyahnya dengan nama Lumbung Bailorah. Simpul ini dalam acara Sinau Bareng tersebut dikenalkan M. Khoiruddin yang sehari-hari akrab disapa Cak Rud kepada masyarakat Blora yang hadir pada malam hari itu. Cak Rud adalah salah satu pegiat Simpul Maiyah di Kota Blora.

Sebagian pegiat Simpul Maiyah Blora ini turut serta dalam kelompok diskusi yang menjawab pertanyaan dari Mbah Nun yang melontarkan bahan pemantik diskusi, yakni: apa manfaat dan mudarat Indonesia bagi Blora, dan sebaliknya apa manfaat dan mudarat Blora bagi Indonesia.

Salah satu jawaban kritis disampaikan Angga yang menyebut 3 manfaat Blora untuk Indonesia antara lain: migas, Pramoedya Ananta Toer, dan Samin Surosentiko. Dalam penjelasannya Angga menyebut tentang sumbangan kekayaan migas yang dimiliki Kabupaten Blora untuk Indonesia, namun di sisi lain dana bagi hasil yang tidak memadai. Sementara sumbangan Pramoedya Ananta Toer untuk Indonesia adalah mewarnai jagat sastra nasional, bahkan internasional. Sedangkan Samin Surosentiko mewariskan sikap yg berani dan jujur dalam melawan penjajahan.

Bahan pemantik diskusi ini Mbah Nun harapkan bisa diteruskan selepas perjumpaan Sinau Bareng pada malam itu.

“Pertanyaan itu tadi itu bukan final (dijawab dalam pembelajaran Sinau Bareng (kali ini). Jadi masih bisa diteruskan maslahatnya apa saja dan mudaratnya apa saja. Kemudian juga diperiksa kembali ketepatan presisi dari persepsi semua kelompok,” kata Mbah Nun kepada kelompok diskusi yang dibuat dalam acara ini.

“Semua hadirin kalau bisa membawa pulang pertanyaan ini untuk diproses di rumah. Ada jawaban yang kemungkinan bisa dijawab, ada juga yang tidak bisa karena ada otoritas yang lebih tinggi. Karena kita bagian dari Indonesia dan telah sepakat,” sambung Mbah Nun kepada jamaah yang hadir.

Hingga jam 1 malam jamaah yang hadir, termasuk Bupati Blora Arief Rohman serta jajaran forum komunikasi pimpinan daerah Kabupaten Blora ikut Sinau Bareng Cak Nun dan bergembira bareng KiaiKanjeng, yang tak lupa membawakan lagu-lagu dolanan sembari belajar tentang makna sebuah lagu, seperti Gundul-Gundul Pacul yang mengajarkan tentang kepemimpinan. 

Tiga tahun sebelumnya, tepatnya 8 Desember 2019, dalam rangkaian Hari Jadi Blora ke-270 Pemkab Blora juga mengundang Mbah Nun dan KiaiKanjeng untuk mengadakan Sinau Bareng tentang spirit manfaat, disesuaikan tema hari jadi yang mengusung Blora the Spirit of Indonesia.

Pada tahun yang sama, tepatnya 27 April 2019, menyambut Ramadan, Mbah Nun dan KiaiKanjeng juga diundang ke Kota Cepu untuk mengadakan sinau bareng dengan materi Golek Dalan Padang.

Mbah Nun kembali menjumpai masyarakat Blora setelah 16 tahun sejak tahun 2000 saat diundang Kodim 0721/Blora untuk mengadakan sinau bareng bertemakan Sumpah Pemuda pada tanggal 29 Oktober 2016.

“Kita berharap bisa setahun sekali diadakan sinau bareng,” kata Bupati Arief Rohman sebelum acara Sinau Bareng malam itu ditutup dengan dipuncaki lantunan Doa Khotmil Quran. []

Lihat juga

Back to top button