NYALA

Ketika Rasulullah SAW wafat, hanya Sayyidina Abu Bakar yang tidak butuh waktu untuk bisa mengelola pikiran dan sanggup berkata, “Barang siapa menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selamanya-lamanya.”  Selainnya, Umar Bin Khattab, Bilal Bin Rabah, dan sebagainya, semua gulita. Gelap. Patah hati. Umar Bin Khattab berkoar-koar tidak percaya, menuduh itu berita munafik. Bilal Bin Rabah mundur, tidak sanggup lagi jadi muadzin sampai waktu yang sangat lama. Hanya Abu Bakar—yang memiliki manajemen emosi luar biasa—yang tidak butuh waktu untuk menerima keadaan.

Kita pun sama saja. Pagi itu, Jumat Legi, 20 Januari 2023, ketika mendengar mahaguru kita dijemput Allah, kita langsung gelap. Saya merasa seperti mendadak ditenggelamkan di air sampai ke hidung. Mengejutkan dan menyesakkan. Padahal belum sampai tiga minggu sebelumnya, obrolan bersama beliau masih penuh bara optimisme. Pertemuan terakhir (in this current life) masih penuh semangat dan canda tawa. Seakan beliau masih akan menemani kita berabad-abad lagi. Padahal saya juga tidak tahu sampai berapa lama lagi saya diizinkan menghirup nafas. 

Kalau yang mati orang-orang macam saya, yang dangkal ilmu, miskin akhlak, banyak sombongnya, mati pun orang tidak akan gelagapan. Karena saya bukan cahaya. Tapi ayahanda guru kita tercinta, Ustadz Ahmad Fuad Effendy, adalah sumber cahaya yang terang-benderang. Segala dari beliau bercahaya. Misal nur Al-Qur’an dapat dilihat kasat mata sebagai cahaya, maka beliau adalah wadah kaca, yang tidak hanya menyimpan, tapi juga memantulkan. Ilmu beliau, suri tauladan, akhlak, kerendahan hati, kasih sayang, pengabdian beliau, semua bercahaya. Ketika nyala cahaya itu diambil oleh Allah, maka wajar kita langsung megap-megap. Butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan, tertatih mencari-cari sumber cahaya yang tersisa. Mbah Emha Ainun Nadjib, para ulama, para kinasih dan seterusnya. Semoga semua panjang umur, bisa menemani anak-anak kita sepanjang-panjangnya.

Tapi tetap saja, cahaya yang telah pergi tidak akan pernah terganti. Para ulama dan wali, ibaratnya adalah penyangga Bumi agar kita tidak gonjang-ganjing. Diangkatnya ulama, kekasih Allah, adalah diangkatnya pasak. Kepergian manusia sealim dan seluar biasa Ustadz Fuad adalah pencabutan pasak Bumi yang sangat menggoyahkan.

Ustadz Fuad adalah manusia paling rendah hati yang saya kenal. Yang ketawadluannya menghunjam Bumi hingga tembus sampai ke langit lagi. Saya berguru langsung head to head dengan beliau tidak lebih dari 7 tahun. Angka yang lagi-lagi tidak tertebak oleh saya. 

Tujuh tahun lalu, saya yang dengan tidak tahu dirinya meminta surat rekomendasi Ustadz Fuad untuk satu hajat keluar negeri, dengan telatennya beliau layani seakan saya orang terpenting di dunia. Tidak satu kalimat pun beliau bercerita bahwa beliau sudah pernah ke sana, ke sana, ke sana, melakukan hal besar ini, hal besar itu. Beliau yang circle-nya orang-orang alim, orang-orang penting di Indonesia, orang-orang penting di dunia, yang segala agendanya membuat orang dungu macam saya melongo, memperlakukan saya seolah saya manusia pintar yang layak dihormati.

Menjelang ulang tahun beliau yang ke-70 pada tahun 2017, beliau menyusun buku-buku serba 77 yang diterbitkan tepat pada perayaan fuadussab’ah tersebut. Sebagaimana kita tahu, seluruh kawula Maiyah selalu mengistimewakan hari kelahiran sang penyangga yang kita hafal betul, 07-07-1947. Saya dimintai tolong untuk membantu menulis salah satu bukunya yang berjudul “77 Pertanyaan Tentang Al-Qur’an”. Kita mengimani bahwa beliau memang “sangat Al-Qur’an” dari atas ubun-ubun sampai ujung kaki. Lha saya? Buku itu dari judulnya saja sudah tidak cocok dengan saya yang hina-dina. Beliau minta saya bantu menyusun pertanyaan-pertanyaan apa saja yang akan ditanyakan orang mengenai Al-Qur’an, kumpulkan sebanyak 77. Yang jawabannya akan kami cari dari sumber buku karya beliau juga, buku “Sudahkah Kita Mengenal Al-Qur’an?”

Saya menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin membuat beliau sebal. Misalnya, “Apakah ada hukum di dalam Al-Qur’an yang sudah tidak berlaku? Kalau ada, apakah berarti Al-Qur’an tidak berlaku sepanjang zaman?” atau “Percakapan yang terjadi pada kisah-kisah dalam Al-Qur’an (kisah Nabi Musa misalnya) apakah memang dalam Bahasa Arab? Atau Al-Qur’an hanya menginterpretasi saja kejadian itu kepada Bahasa Arab?” atau “Apakah Al-Qur’an urut sesuai timeline-nya” dan lain sebagainya.

Artinya apa? Buku itu, semua jawaban dan isinya adalah isi kepala beliau. Saya tidak menyelesaikan sesuai tenggat yang beliau bikin. Saya mengerjakannya di atas pesawat, dan pulang-pulang ke Indonesia, buku itu sudah terbit dengan nama saya tercantum di bawah nama beliau di sampul, juga nyempil di Kata Pengantar. Bahkan beliau sudi mengabadikan gagasan saya bahwa bisa jadi Al-Qur’an diturunkan dalam Bahasa Arab bukan karena Bahasa Arab istimewa, tapi jangan-jangan Allah menciptakan Bahasa Arab justru untuk menyambut turunnya Al-Qur’an, bukan sebaliknya (wallahu a’lam). Jika bukan manusia berhati malakut, tidak akan mungkin begitu.

Ustadz Fuad adalah orang besar yang sudi bernazar, “kalau saya sembuh, pokoknya saya niat akan ke rumah Azri.” Dua tahunan lalu. Janji kekasih Allah bukan janji palsu. Mimpi apa siang itu saya sekeluarga betulan didatangi Ustadz Fuad dan keluarga beliau. Seperti biasa, beliau selalu memberi celetukan tak terduga di tengah obrolan kami. Sewaktu ditanya, “Ustadz mau ke mana dekat-dekat ini?” Beliau jawab santai, “Bulan depan ke Mekkah, mau ke Ummul Qura,” tanpa nada antusias atau bangga sama sekali. Seakan-akan itu kalimat tidak penting, tidak menghebohkan, di antara semua yang kami bicarakan. Sebetulnya sudah sangat sering saya mendengar kalimat macam, “Minggu depan saya ke Riyadh” atau “Baru pulang dari Mesir” atau “Mampir dulu sehabis bikin visa ke Saudi.” Tapi setiap mendengarnya lagi, saya tetap saja terkejut betapa rendah hatinya orang yang padahal sepenting itu bagi dunia. 

Sekali saya pernah diajak ke Jombang ikut Padhangmbulan dengan mobil beliau bersama keluarga inti. Keluarga beliau adalah keluarga idola, yang secara eksplisit menunjukkan kasih sayang satu sama lain. Ustadz, Ibu, anak-anak dan cucu beliau. Saya beruntung bisa mengenal mereka. Saya merapat ke Bangbang Wetan, Relegi dan maiyah keliling selama bertahun-tahun. Tapi Padhangmbulan, itu adalah yang pertama, dan sedihnya, menjadi yang terakhir dan satu-satunya dengan keberadaan beliau. Itu adalah pengalaman yang takkan terlupa seumur hidup.

Sowan terakhir saya ke ndalem beliau adalah Oktober tiga bulan lalu. Beliau di kamar dengan alat bantu oksigen. Hanya tubuh beliau yang lemah. Gairah, kebahagiaan, tawa dan obrolannya masih Ustadz Fuad yang biasa. Sebulan kemudian beliau mengawali Whatsapp, menagih yang pernah beliau minta kepada saya, ikut rembug di Al Manhal membuat pelatihan menulis untuk anak-anak. Beliau menanyakan secara detail bagaimana kira-kira program yang akan dirancang, objeknya untuk anak usia berapa, berapa maksimal jumlah peserta dalam satu sesinya, target keluaran yang diharapkan apa. Sedetail itu dan serumit itu. Membuat saya berpikir bahwa pastilah beliau sudah sehat kembali. Tapi semua belum saya laksanakan. Semua belum saya tunaikan. Semoga Allah mengampuni saya.

Seminggu berikutnya tiba-tiba beliau mengirim pesan mengejutkan.

“Azri, novelmu KHUDR luar biasa. Saya belum selesai membacanya. Saya mau beli 2-3 ekp untuk saya hadiahkan kepada teman2 saya peminat sastra. Dimana belinya? Saya sedang dirawat di RSIA sejak kemarin, saya harapkan doamu dan ayah-ibumu. Terima kasih Azri. Selain ngaji, novelmu bacaanku sambil berbaring di RS.”

Saya kaget karena beliau masuk RS lagi. Lebih kaget karena beliau sudi membaca novel saya yang kali ini. Waktu saya mengantar Novel Khudr (nama Ustadz Fuad saya sebut dalam halaman ucapan terima kasih), saya tidak berharap beliau mau baca. Beliau super sibuk dan sedang sakit. Kalau dibaca anak-anak atau cucu beliau, atau bahkan mahasiswa dan santri beliau saja, saya sudah alhamdulillah.

“Salah satu yang ingin saya kirimi adalah Perpustakaan EAN,” tambah beliau. Saya jadi tersodok. Jangan pernah meremehkan beliau. Underestimation saya pribadi terhadap Khudr pun jadi terbantah. Satu-satunya International Arabic Trustees dari Asia, orang sekelas beliau, mengakui Khudr. Maka nikmat Tuhan mana yang Engkau dustakan?

Hadiah terakhir Ustadz Fuad yang diberikan kepada saya adalah “Mushaf Al Quran Tadabbur Maiyah Padhangmbulan” yang beliau tadabburi bersama Emha Ainun Nadjib. Itu adalah cahaya peninggalan Ustadz Fuad kepada kita semua dan anak cucu kita. Semoga Allah memberi hidayah untuk kita membaca dan memahaminya.

Di Whatsapp terakhir beliau Desember lalu (jika di kehidupan berikutnya nanti kita bertemu dan ternyata di akhirat tidak ada Whatsapp), beliau masih sempat memberi tindak lanjut mengenai seseorang yang akan menghubungi saya dari Al-Manhal. Hingga akhir hidup, kejernihan pikiran dan tulusnya hati masih terpancar. Produktiviitas yang didedikasikan untuk ummat sangat di luar nalar.

Saya adalah sosok ambisius, mudah tersulut, mudah marah, mudah frustrasi, yang sering kali perlu ‘ditanahkan’ oleh sosok-sosok elemen yang lebih dingin seperti beliau. Saya yakin beliau bisa dengan mudah gondelan klambine Kanjeng Nabi, lalu saya gondelan siapa? Itulah yang membuat saya tenggelam. Membuat saya menangisi ketidakhadiran beliau secara fisik di fase anak-anak saya kelak mencari ilmu. Kita sering mempertanyakan mengapa ini harus dipanggil dulu, itu harus dipanggil dulu. Penyembuhnya hanyalah satu, yaitu ingatan bahwa hidup ini sangat singkat. Tak lama lagi kita akan berkumpul dalam keabadian. Bersama semua yang kita cintai.

Maafkan saya, Ustadz. Ustadz sudah bersatu dengan cahaya-cahaya yang abadi. Mudah-mudahan keluarga Ustadz selalu dilindungi Allah, Ibu selalu sehat dan tetap sempurna kebahagiaannya. Para cucu yang biasanya “pakai celana aja minta Yang Kung” bisa mewarisi kearifan dan keilmuan Ustadz. Semoga ada masa nanti, kami yang kosong dan gelap ini akan terseret dalam arus cahaya yang kalian-kalian ciptakan. Agar setidaknya, ada wadah dari kehampaan kami yang dapat menyala terang.

Kamis Pahing, 26 Januari 2023

Lihat juga

Back to top button