MENJELAJAHI KEBEBASAN DAN OTENTISITAS
Erich Fromm, seorang filsuf dan psikolog sosial, mengingatkan kita tentang paradoks kebebasan. Menurutnya, semakin kita mengejar kebebasan, semakin kita bisa terjebak dalam kesepian. Kebebasan bukan hanya tentang melarikan diri dari ikatan eksternal, tetapi juga tentang tanggung jawab atas diri sendiri. Tanpa keterikatan, kebebasan bisa berubah menjadi kekosongan yang mengasingkan kita dari dunia dan diri kita sendiri.
Fromm membedakan antara dua jenis kebebasan: kebebasan dari (freedom from) dan kebebasan untuk (freedom to). Kebebasan dari adalah pembebasan dari kekangan eksternal seperti otoritas dan tradisi, sementara kebebasan untuk adalah kemampuan bertindak sesuai kehendak dan mewujudkan potensi diri. Namun, kebebasan yang tanpa batas bisa menjadi sumber kecemasan dan keterasingan.
Banyak orang menyerahkan kebebasan mereka kepada otoritas atau ideologi tertentu untuk menghindari tanggung jawab. Fromm menyebut ini sebagai pelarian dari kebebasan. Kebebasan bukan hanya hak, tetapi juga tantangan yang memerlukan keseimbangan dan tanggung jawab. Dalam masyarakat modern, kebebasan sering kali menjadi beban yang menimbulkan kecemasan eksistensial.
Manusia membutuhkan rasa aman, tetapi juga bisa merasa kehilangan arah tanpa otoritas eksternal. Kebebasan yang seharusnya membebaskan justru bisa menjadi beban yang menekan. Rasa keterasingan dan ketidakpastian menjadi tantangan utama dalam menghadapi kebebasan. Pelarian dari kebebasan adalah pengingkaran terhadap esensi eksistensial manusia.
Fromm mengidentifikasi tiga mekanisme pelarian dari kebebasan: otoritarianisme, konformitas, dan destruktivitas. Otoritarianisme adalah penyerahan kebebasan kepada otoritas eksternal, konformitas adalah menyesuaikan diri dengan norma sosial, dan destruktivitas adalah melampiaskan kecemasan melalui tindakan destruktif. Ketiga mekanisme ini adalah cara manusia mengatasi kecemasan eksistensial yang ditimbulkan oleh kebebasan.
Menurut Fromm, kebebasan sejati adalah menjadi manusia otentik yang hidup sesuai dengan potensi terdalam dan nilai-nilai moral yang dipilih secara sadar. Kebebasan negatif, atau kebebasan dari sesuatu, membawa kesepian dan kecemasan. Sebaliknya, kebebasan sejati adalah kebebasan untuk bertindak berdasarkan pilihan sendiri dan menciptakan hubungan yang penuh kasih.
Manusia otentik adalah mereka yang berani mengambil tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Mereka tidak terjebak dalam kecenderungan untuk tunduk atau menguasai orang lain. Otentisitas muncul ketika seseorang mampu melampaui rasa takut akan kebebasan dan memilih untuk hidup dengan kesadaran penuh terhadap kebebasan dan tanggung jawabnya.
Menjadi manusia otentik adalah solusi bagi mereka yang tidak berani hidup versi dirinya sendiri. Manusia yang selalu menggadaikan kebebasannya dan kehilangan identitasnya. Dengan menjadi manusia otentik, seseorang tidak hanya meraih kebebasan dari kekuatan eksternal, tetapi juga membangun kebebasan internal untuk mengekspresikan diri secara utuh dan menciptakan makna dalam hidup.
Jamaah Maiyah tinggal di Purwokerto. Aktif sebagai pembelajar dan pengajar.