Menggerakkan Gelombang Ketiga
Dalam orientasi awal tahun Majelis Ilmu Nahdlatul Muhamadiyyin disebutkan bahwa adanya dua gelombang nilai utama kehidupan yang bisa menyelamatkan masa depan masyarakat dan bangsa Indonesia. Yaitu gelombang nilai kejujuran dan keadilan. Gelombang nilai kejujuran dan keadilan ini perlu diperkuat dan diperjuangkan lebih-lebih di awal tahun 2022, tahun yang dalam puisi saya saya sebut sebagai tahun kemenangan cahaya.
Ketika saya merenung dan melakukan simulasi-simulasi pemikiran, gelombang nilai kejujuran dan keadilan masih memerlukan teman atau sahabat karib agar gelombang nilai kejujuran dan keadilan ini bisa efektif diserap oleh seluruh elemen masyarakat dan bangsa Indonesia. Diperlukan gelombang nilai ketiga yaitu gelombang nilai kebajikan atau kebaikan.
Awalnya saya bertanya kepada diri saya sendiri, mengapa di dalam Al-Qur‘an ada ayat yang berbunyi: innalilaha yuhibbul muhsinin (sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan). Saya pun jadi ingat, banyak orangtua yang menamai anaknya sendiri nama Muhsin. Di Kotagede dulu ketika kecil ada orang bernama Mbah Kaji Muhsin. Orang tua berwajah sejuk ini tinggal di kampung Sanggrahan, dekat rumah nenek saya dari pihak ibu.
Mbah Kaji Muhsin seorang abdi dalem putihan, tergolong kelas ulama. Kalau ke masjid Gedhe Mataram Kotagede selalu mengenakan busana rapi, putih, mengenal sorban putih. Anak-anak kecil seperti saya selalu senang bahkan bahagia kalau Mbah Kaji Muhsin naik mimbar berukir hadiah dari Sultan Palembang yang berwarna coklat berwibawa. Suara beliau ketika khutbah jernih, dan khutbahnya singkat sehingga jamaah tidak sempat mengantuk.
Dari Mbah Muhsin saya bisa belajar tentang bagaimana orang tua dulu bersungguh-sungguh ketika memberi nama anaknya. Nama adalah doa. Nama bisa numusi dalam arti makna dari nama itu bisa mewujud menjadi karakter utama anaknya. Dan selain Mbah Muhsin yang khatib, saya beruntung dengan banyak orang bernama Muhsin ini orang baik, pintar hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Mungkin ada atau banyak orang bernama Muhsin tetapi perilakunya tidak muhsin. Yang jelas saya bersyukur karena orang yang memiliki nama Muhsin yang saya temui selalu watak dan perilakunya paralel dengan namanya. Dan para orang yang senantiasa memancarkan kebaikan ini sangat dicintai Allah Swt. Orang-orang yang beruntung.
Dalam ajaran agama Islam, ekspresi beragama tertinggi adalah ihsan. Nama-nama Allah yang mulia disebut Asmaul Husna. Ketika berdoa agar mendapatkan keberuntungan yang lengkap dalam hidup, orang Islam melantunkan Robbana aatinaa fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah waqiina ‘adzabannar. Doa yang oleh mas Danarto disebut doa sapu jagad ini memang unik dan fungsional. Hasanah di dunia dan akhirat menjadi syarat agar kita bisa terjaga atau dijauhkan dari efek buruk api neraka dan api nerakanya sekalian. Dan dalam memasuki kehidupan, seorang manusia yang masuk dalam kehidupan dengan posisi husnul muqaddimah (ketika lahir dibacakan adzan) maka pada akhir hidupnya kompatibel memasuki alam baru dalam posisi husnul khatimah (ketika meninggal juga dibacakan adzan).
Dan bagi manusia Muslim yang setiap harinya melakukan tahsinul Qur‘an lalu diikuti ikhtiar tahsinul kalam, tahsinul khuluq, tahsinul muamalah wa tahsinul hayah dalam arti selalu ndandani hidupnya dengan Al-Qur‘an maka dalam hidupnya dia berteman akrab dengan Al-Qur‘an dan menjadikan Al-Qur‘an sebagai petunjuk maka setelah meninggal yang menemani dia adalah amalnya dan dia ditemani oleh Al-Qur‘an yang ketika dipraktikkan pesan-pesannya menghasilkan amal kebaikan yang jariyah, pahalanya mengalir secara permanen (ghoiru mamnun).
Allah Swt mencintai manusia Al-Muhsin karena hidupnya penuh nilai hasanah, memancarkan karakter Ihsan dengan rajin melakukan ikhtiar tahsinul Qur‘an, tahsinul kalam, tahsinul khuluq, tahsinul muamalah wa tahsinul hayah. Apalagi dia memegang kualitas hidup yang husnul muqaddimah wa husnul khatimah sekaligus sehingga Al-Qur‘an yang selalu dia tahsin bacaan dan selalu dia tahsin maknanya lewat praktek berbuat kebaikan dari detik ke detik kemudian menemani dia di alam kubur.
Itulah kuatnya gelombang kebaikan dalam menjaga dan mengubah lebih baik kehidupan seseorang.
Jika gelombang nilai kebaikan ini kemudian terus-menerus dipancarkan oleh para muhsinun ke tengah keluarga, ke tengah masyarakat, ke tengah kehidupan publik, ke tengah tubuh bangsa maka gelombang nilai kebaikan ini bisa menjadi nilai yang dominan di masyarakat dan bangsa Indonesia. Apalagi ketika itu gelombang nilai kejujuran dan keadilan juga bergerak kuat mempengaruhi dan menguatkan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Dengan ditemani oleh gelombang nilai kejujuran dan gelombang nilai keadilan, maka gelombang nilai kebaikan bisa berfungsi optimal di masyarakat dan bangsa Indonesia. Bisa menyelamatkan masa depan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia.
Ada yang pernah memberi tahu kepada saya bahwa kebaikan tidak bisa dilawan. Dia akan senantiasa menjadi pemenang kehidupan. Apalagi kalau kemudian kita semua berupaya memiliki karakter al-Muhsinun sehingga senantiasa dicintai Allah Swt. Dan dengan dicintai Allah sekaligus mencintai-Nya maka Al-Muhsinun kompatibel menjadi pemenang kehidupan.
Oleh karena itu, marilah kita berhimpun dan bergabung dengan dan dalam gelombang nilai kebaikan ini. Ini jelas perjuangan berat. Dan kalau sudah mendapat bonus dari Iman dan Islam kita berupa bonus Ihsan maka perjuangan akan terasa ringan. Apalagi kemudian kita diguyur dan disegarkan hidup kita oleh, dengan dan bersama cinta Allah Swt. Semoga demikianlah adanya dengan kita semua. Aamiin.