MEMBERSIHKAN DIRI
(Reportase Majelis Ilmu Maiyah Lingkar Sedulur Maiyah Pasuruan Edisi Februari 2024)
Alhamdulillah malam ini bisa tetap istiqomah menggelar Tawashshulan dan sinau bareng Paseduluran Maiyah Pasuruan yang berlangsung setiap bulan. Bulan ini dilaksanakan pada 10 Februari 2024 di YPI Al Manar Suwayuwo Kecamatan Sukorejo. Cuaca malam ini cerah dibandingkan dengan cuaca kemarin yang sering hujan di daerah Pasuruan dan sekitarnya. Acara dibuka oleh mbak Marhamah selaku moderator. Membuka dan menyapa kami semua. Berikutnya adalah membaca buku tawashshul. Ya, teks tawashshul kami cetak dalam bentuk buku biar mudah dibaca. Tawasshulan selalu berhasil membawa kami pada atmosfer yang lebih khusyuk. Maiyah selalu merupakan momen yang seimbang antara bumi dan langit. Antara silaturahmi kepada sesama, diskusi yang mengasah intelektualitas, serta pastinya doa – kepasrahan kepada Tuhan Semesta Alam.
Selepas tawasshulan, kami lanjut ke sesi diskusi. Kami awali diskusi dengan memaknai secara visual poster Imam Diri. Pada poster itu terdapat banyak orang berbaju putih di satu ruang, melingkar, dan di tengahnya terdapat cermin. Gus Ishom menjelaskan bahwa kita selalu memiliki dampak pada orang lain, dan itu dilambangkan dengan akar pada visual tersebut. Cermin ada ditengah bermakna masing-masing bisa bercermin pada diri sendiri atau bercermin pada orang lain. Beberapa hari kedepan, bangsa Indonesia akan menentukan imam 5 tahunan. Apakah diri kita sudah bisa menentukan imam dengan pertimbangan yang matang, mencari imam yang baik, yang bisa dianut (diteladani) dan kita bisa jadi makmum yang nganut, berkomitmen pada hal yang sudah disepakati bersama untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Yang kita sudah kerjakan adalah tanggung jawab kita, dan itu akan berelasi atau berdampak pada sekitar. Kita tidak bisa seenaknya sendiri, karena sadar atau tidak, keberadaan kita dicontoh disekitar.
Diskusi makin seru, satu demi satu memberikan pandangan. Kita perlu sejenak melihat cermin lebih dalam untuk melihat diri sendiri. Sebagaimana man arofa nafsahu faqad arofa robbahu, maka mengetahui kekurangan dan kelebihan diri akan memudahkan kita pada ruang mana yang optimal sebagai manusia.
Diskusi semacam ini penting, karena kita butuh orang lain sebagai cermin. Sebagai tempat meminta pendapat tentang diri kita itu seperti apa. Karena manusia ada kalanya mengalami konflik dalam peran kesehariannya.
Mas Rizal menambahkan, poster imam diri secara visual mengingatkan pada lukisan Gus Mus yang berjudul “Berdzikir bersama Inul”. yang berjudul “Berdzikir bersama Inul”. Pada lukisan itu, terdapat Inul yang sedang joget dan dikelilingi oleh berserban dan berkopyah. Bagi awam, lukisan tersebut mengandung komedi dan sarkasme. Meski tentunya ada hikmah didalamnya, karen Gus Mus tentu bukan orang sembarangan. Jamaah lain berpendapat, kita perlu berkaca, bahwa orang yang bersorban/kopiah harus aktif membantu, tidak bisa hanya diam dan cuman berdzikir terhadap situasi yang ada disekitar. Ada hal-hal kemanusiaan atau yang sifatnya sosial. Ada manusia terlantar, ada korupsi tapi memilih diam.
Mas Ubaid menambahkan, bahwa didalam diri manusia ada 3 kemungkinan yg memimpin dirinya : akal, nurani, nafsu. Kita bisa berefleksi dan menimbang untuk mengetahui yang dominan memimpin diri kita itu siapa. Bisa bercermin pada keputusan yang sudah kita ambil. Perlu waspada, jangan-jangan ibadah kita selama ini karena nafsu kepingin dekat dengan Tuhan. Tentu istilah “nafsu dekat dengan Tuhan” tersebut memiliki hikmah dan logika yang agaknya susah dicerna awam, tapi orang Maiyah tentu bisa memaknai dengan kecerdasan rasa dan batin. Bisa memaknai bahwa ibadah itu butuh keistiqomahan dan kepasrahan menjalani rokaat demi rokaat, tidak bisa langsung saja menuju salam.
Ada 2 cara memilih pemimpin, menggunakan pengetahuan dan menggunakan pakai rasa atau feeling. Mbah Nun pernah berpesan untuk mewiridkan “Ya Mubin Ya Mubin”, yang artinya Yang Maha Menjelaskan. Mewiridkan bagian dari Asmaul Husna tersebut supaya diberikan petunjuk.
Inni jailun fil ardi kholifah, sungguh Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. Manusia sebagai khalifah sekaligus abdullah, perlu memposisikan diri sebagai pembelajar sejati, senantiasa Iqra. Imam Diri erat kaitannya dengan pembelajaran tentang berdaulat pada diri yang sering dibahas di Maiyahan. Perlu mengenali diri, mengetahui potensi, dan memaksimalkan potensi sehingga peran khalifah dan abdullah bisa dijalani dengan baik.
Tentu tema Imam Diri kali ini bisa dielaborasi sangat panjang. Tapi kami harus tahu batas-batas. Satu dua kunci serta hikmah yang kami dapatkan malam ini semoga bisa kami terapkan dan istiqomahkan, salam dan sampai jumpa pada maiyahan berikutnya. (Red/Rizal/Lingkar Sedulur Maiyah Pasuruan)