LINGSEM, YANG TERASA TAPI TAK KASAT MATA

(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Suluk Surakartan Surakarta Edisi Desember 2024)

Puji syukur kepada Tuhan, di penghujung tahun 2024 simpul Maiyah Suluk Surakartan masih diberi kemudahan untuk melingkar bersama dalam rangka sinau bareng. Udara dingin yang menyelimuti Solo Raya tidak menghalangi jamaah untuk saling bertatap muka dan bertukar pikiran. Diskusi pada edisi ke-89 ini, para penggiat mengambil judul “Lingsem”, suatu kata yang mungkin kurang familiar di telinga kita.

Seperti biasa, sebelum diskusi dimulai Alan selaku moderator membuka diskusi dengan memimpin doa untuk para marja’ Maiyah, kemudian memaparkan mukadimah mengenai apa dan seperti apa definisi lingsem. Kemudian, Alan juga menegaskan kembali bahwa pada dasarnya manusia memiliki sesuatu yang sangat halus, lembut, dan sering kali tak kasat mata, sesuatu itu sering disebut “martabat”. Hal ini tidak selalu terucap, tetapi kehadirannya sangat terasa.

Rasulullah juga pernah bersabda bahwa “Setiap muslim dengan muslim yang lain itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”. Pesan ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan hubungan antar manusia, karena kehormatan adalah jembatan yang menghubungkan hati, bahkan ketika jalan pikirannya berbeda. Alan juga mengutip tulisan esai dari Mbah Nun yang berjudul “Lingsem dan Bangkai” yang menerangkan tentang kondisi psikologis yang dalam khazanah Jawa disebut lingsem, secara singkat dapat dipahami sebagai perasaan malu atau wirang yang datang ketika harga diri dirusak. Seperti luka batin yang tidak tampak, tetapi mengubah cara seseorang memandang dirinya sendiri dan orang lain.

Dari mukadimah yang disampaikan Alan, seakan mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam berperilaku dan bertutur kata, jangan sampai output yang keluar dari perilaku kita menimbulkan lingsem bagi orang lain.

Lihat juga

Kemudian, Pak Munir menyambut mukadimah yang sudah Alan paparkan. Beliau menjelaskan bahwa peran moral sebagai orangtua kepada anak juga tidak kalah penting, karena peran moral tersebut akan memperkuat histori orangtua di masa muda, hal ini juga dapat digunakan dalam mendidik anak di masa depan. Beliau menambahkan mengenai peran moral apa pun yang mempunyai substansi positif, seperti halnya: menghargai orang lain, walaupun terlihat sepele namun mempunyai impact positif terhadap anak, jika sang anak sering menjumpai kejadian tersebut, tentu akan timbul dan terasah rasa empati terhadap orang lain.

Edisi pada malam ini sedikit menarik, karena Suluk Surakartan kedatangan wajah baru dari empat teman pelajar yang masih duduk di bangku SMA kelas satu. Mereka yang baru kali ini datang ke simpul Maiyah Suluk Surakartan, berbagi cerita bahwa mereka juga sudah mengikuti Simbah lewat platform youtube dan sosmed lain dari sejak SMP.

Diskusi berlanjut, masih mengenai peran moral orangtua. Lalu, Alan menanyakan kepada jamaah Suluk mengenai pengajaran AI (Artificial Intelligence) di sekolah formal. Gayung bersambut, Didik yang sudah kenyang dengan dunia pendidikan formal  menjawab, “Setahu saya kalau di SD (Sekolah Dasar). Belum ada fasilitas pendampingan AI (Artificial Intelligence), artinya murid malah tidak diperbolehkan menggunakan AI di sekolah, akan tetapi lucunya para guru justru malah menggunakan AI”. Didik juga menekankan pada pentingnya pendampingan orangtua kepada anak ketika bermain gadget.

Malam semakin gelap, diskusi yang diobrolkan juga semakin seru. Kali ini, Yus menyampaikan feedback dari apa yang diobrolkan oleh Didik mengenai pentingnya pendampingan orang tua kepada anak ketika bermain gadget. Yus berbagi cerita mengenai susahnya mendampingi anak ketika bermain gadget, apalagi ketika si anak sudah beranjak dewasa, “Ketika anak beranjak dewasa itu seperti ada gap privasi dari sang anak, dan saya sebagai orangtua seperti tidak boleh untuk mengetahui apa yang dia tonton, ” katanya.

Sebelum diskusi ditutup moderator, Pak Munir sedikit menanggapi apa yang telah disampaikan oleh Yus. Pak Munir memberi masukan kepada kita sebagai orangtua dan calon orangtua agar jangan mendidik anak sesuai dengan keinginan kita, akan tetapi alangkah lebih baik kita arahkan apa yang menjadi ketertarikan si anak, karena zaman kita dengan si anak juga berbeda pastinya.

Jam menunjukkan pukul 00:00, Alan selaku moderator menutup diskusi dengan mengucap syukur kepada Tuhan atas pertemuan simpul maiyah Suluk Surakartan bulan ini.

(Redaksi Suluk Surakartan)

Lihat juga

Back to top button