KOMITMEN DAN KESETIAAN
Ini soal kangen: perasaan terdalam yang sulit diungkapkan. Bismillah. Pukul 01.30 WIB rombongan dua elf dan satu mobil teman-teman Omah Padhangmbulan dan Paseban Majapahit Mojokerto berangkat ke Yogya usai Pengajian Padhangmbulan di Mentoro.
Teman-teman Omah Padhangmbulan dan Paseban Majapahit Mojokerto, selain sambang Mbah Nun, juga menuntaskan rasa kangen melalui lantunan doa-doa. Belum bisa berjumpa secara fisik tidak apa-apa. Toh selama ini kita terbiasa salaman dalam batin, berjumpa dalam mimpi, atau bertemu dalam momentum tertentu yang Allah mengizinkannya.
Dasar kesadaran itu yang memunculkan pertanyaan saya kepada jamaah Padhangmbulan. “Sekarang Mbah Nun di mana?” Teman-teman menjawab, ” Di dalam hati kesadaran kita.”
Saya melanjutkan, “Apakah saat ini Mbah Nun hadir di Pengajian Padhangmbulan?” Mantab teman-teman menjawab, “Hadir!’
Komitmen dan kesetiaan itu terbukti: teman-teman jamaah tidak mingket hingga Doa Ikhtitam selesai diaminkan tepat pukul 24.00 WIB.
Pagi hari kami sambang Simbah, malam hari kami mengikuti Tawashshulan di Rumah Maiyah Kadipiro. Lerem dari hiruk pikuk percakapan dunia yang kebanyakan isinya mubazir. Menepi dari percakapan media sosial yang seolah-olah penting tapi ternyata la’bun wa lahwun.
Selesai Tawashshulan Cak Dil kembali menegaskan makna Tawashshul sebagaimana ditulis Mbah Fuad dalam “Tawassulan atau Tawashshulan”.
Mas Helmi juga mengajak kita mengenal kembali Wirid Padhangmbulan yang ditulis oleh Mbah Fuad dan Mbah Nun. Wirid ini getaran dan auranya sungguh dahsyat apalagi dilantunkan bersama-sama jamaah saat mengawali Pengajian Padhangmbulan di Mentoro.
Mbah Nun sedang mengambil jatah untuk istirahat kendati rohani beliau terus menemani kita, baik ketika Sinau Bareng, Tawashshulan, atau dalam aktivitas kita sehari-hari.
Tugas kita adalah mengamalkan nilai-nilai Maiyah. Beliau berpesan di teras ndalem kasepuhan Mentoro, “Ojo kepaten obor Maiyah!”
Badan saya merinding. Wak Polo Pram menunduk dalam.
Kadipiro – Jombang, 3 Juli 2023