KERINDUAN SEMBILAN TAHUN ITU TUNTAS NANTI MALAM
Hari ini, (25/02) matahari “terlambat” terbit di kota Semarang. Hujan belum berhenti dari tadi malam. Kadang gerimis, terkadang kencang disertai angin menerpa pohon-pohon di sekitar Gadung Museum Ronggowarsito, tempat dilangsungkannya acara Gambang Syafaat yang akan disambangi oleh Mbah Nun dan KiaiKanjeng.
Udara di kota Semarang yang biasanya memanggang hari ini seperti di lereng gunung dan membuat orang-orang enggan membuka selimut. Tapi peluh mengucur dari dahi-dahi para penggiat. Peluh itu adalah peluh kegembiraan, peluh kebahagiaan dan ekspresi kerinduan. Pada forum ini Mbah Nun terakhir kali datang adalah pada ulang tahun Gambang Syafaat pada 25 Desember 2021. Kerinduan ini adalah kerinduan dari seorang cucu kepada Mbah-nya, kerinduan kemenakan kepada Pakde-Pakde-nya, karena mereka biasa memanggil anggota KiaiKanjeng dengan sebutan Pakde. Kiai Kanjeng ke Gambang Syafaat lebih lama lagi, tepatnya sembilan tahun yang lalu yaitu tanggal 25 Februari 2014.
Pada sore ini rombongan dari Yogyakarta terdiri atas KiaiKanjeng dan tim Progress telah tiba di Kota Semarang. Teman-teman Gambang Syafaat bisa terlebih dahulu bertegur sapa sekaligus menyiapkan tempat seperti panggung, memasang background, juga tempat untuk jamaah. Untuk mengantisipasi hujan dipasanglah tenda yang cukup. Para penggiat bahu-membahu satu sama lain saling mengisi dan mbrantasi gawe.
Acara ini akan dibersamai seperti biasanya yaitu Prof. Saratri, Pak Ilyas, Bib Anis, dan juga Gus Aniq. Pada tahab awal para pengiat berdiskusi merefleksikan tentang perkembangan dan perjalanan Gambang Syafaat, pada tahap ini juga dibicarakan tentang kenikmatan dan ujian Maiyah. Bahasan ini didiskusikan bersama dengan jamaah yang hadir. Pembahasan ini yang akan menjadi pemantik diskusi selanjutnya bersama Mbah Nun tentang “Menikmati Kehancuran” juga orientasi ke depan.
Kehancuran salah satu contohnya adalah sakit dan penderitaan. Sakit ke dalam diri kita itu sangat diperlukan karena pada saat sakit itulah kita mendapat pencerahan dan memiliki waaktu untuk menghayati sehat. Dengan datangnya sakit kita dapat mengukur diri seberapa kekuatan kita dan kita tidak sombong. Pada kehancuran kita juga belajar tentang pertumbungan kembali dan harapan. Kira-kira begitu.
Sore hari ini pula semua sudah tertata rapi, sound-sound sudah berbunyi. Semua sudah siap tinggal menunggu waktu tiba untuk memulai. Tempat baru harapan baru.
(Redaksi Gambang Syafaat)