ETIKA SEDERHANA YANG BERDAMPAK MEMBERDAYAKAN

(Catatan Majelis Ilmu Maiyah Juguran Syafaat Purwokerto, Sabtu 11 Maret 2023)

Mbah Nun menyampaikan bahwa secerdas-cerdasnya Artificial Inteliigence (AI) atau kecerdasan buatan, ia tetaplah bikinan manusia. Maka, terhadap kecanggihannya kita mesti mewaspadai agar jangan sampai mempertuhankan AI.

Era AI makin marak ditandai dengan hadirnya trend baru yakni prompt engineering. Prompt adalah semacam keyword, pintu buat kita berinteraksi dengan AI. Maka AI bukanlah tentang bagaimana kita mencari jawaban, tetapi bagaimana tentang bagaimana kita membangun pertanyaan. Yakni melalui kemahiran olah prompt.

Edisi Juguran Syafaat “Etikabilitas Memberdayakan” ini adalah kali pertama poster dan mukadimah dibuat oleh aplikasi AI. Seawam-awamnya kita mengenal AI, kita mampunya adalah mengajaknya untuk mengerjakan sesuatu yang memberdayakan dan bermanfaat bagi kita.

***

Sudah betah di Waroeng Juguran, rutinan majelis Ilmu edisi ke-120 kali ini kembali digelar di sini. Jam 16.00 WIB karpet sudah gumelar dengan rapi oleh Tim Waroeng, menyusul berikutnya tim pemasang backdrop mengerjakan tugasnya. Paralel dengan itu tim sound system mulai angkut-angkut.

Panas yang tak biasa tak menyurutkan semangat para penggiat mempersiapkan acara. Disadari sepenuhnya semata panas ini adalah akibat gerak semu tahunan matahari yang pada awal Maret ini sedang menuju khatulistiwa.

Giliran memegang mic pertama kali adalah Kusworo. Bertindak selaku moderator diskusi didampingi Naim. Sebelum saling sapa satu sama lain, mengenal wajah, nama, domisili dan kesibukan keseharian di antara yang hadir, forum terlebih dahulu diawali dengan tilawah tartil terpimpin atau di Maiyah dikenal dengan istilah 3T. Ibnu maju ke depan melibatkan diri dalam prosesi 3T tersebut, bersama-sama memunajatkan Q.S Waqiah.

Kusworo amat piawai membangun tunning di awal, dengan gaya semanak khas mBanyumasan satu jam lebih sesi awal ia nahkodai tanpa gamang. Basa-basi, persambungan hati, ngudarasa dengan dilumasi curhat tipis-tipis membuat suasana cukup hidup di awal. Sesekali forum gerrrr oleh tawa, membuat sibuk Anggi sang fotografer mengejar menangkap momen demi momen.

Kang Riswanto dan Mas Toto standby pada posisi. Memandu shalawat sekaligus mengintervali diskusi dengan sajian nada dan irama. Tanpa nging dan gaung apalagi mbrebet-mbrebet satu kali pun sepanjang forum adalah tanda sound system berikut mixer probono pinjaman dari Mbah Jumad ini memang high quality. Dan juga tanda check sound oleh Hirdan dan tim soundman mahir dikerjakan.

Tak cukup puas mengkontribusikan diri menjadi talent, Kang Ris, sapaan akrab Riswanto juga kerap kali datang juguran dengan nyangking pacitan. Untuk malam hari itu istri di rumah memasak piscok dan gedang goreng.

Di kedirektoratjenderalan Maiyah ini memang tidak mengenal flexing. Amat asing dengan kata-kata itu. Yang lebih dikenal di sini adalah ekspresi-ekspresi rebutan nyangking, kegembiraan berkontribusi. Sebuah kegembiraan yang diiringi doa Allahuma kecukupan, allahuma keberlimpahan.

Betul yang disampaikan Mas Agus malam hari itu, bahwa tidak ada output yang lebih utama dari apapun yang disampaikannya, kecuali untuk menjadi bahan untuk membuat Anda-anda semua yang hadir bergembira.

Mengapa gembira ini penting? Sebab salah satunya adalah dalam kondisi batin yang gembira, seseorang akan lebih konfusif untuk ngangremi ilmu hingga kemudian bisa netes sesuai dengan konteks solusi atau kebutuhan tindakan apa saja yang dibutuhkan. “Telur itu kalau diketuk dari luar jadinya rusak, tapi kalau pecahnya dari dalam, maka di situlah lahirnya kehidupan baru,”ujar mas Agus. “Maka sejauh-jauh yang bisa kita lakukan adalah mengerami, supaya yang tercipta bukan kerusakan, tetapi kelahiran baru,” tambahnya.

***

Bergabung juga malam hari itu penggiat yang ahlul wirid yakni Mas Aji. Bergabung juga penggiat muda bernama Abi. Usai interaksi dengan jamaah pada sesi satu, Mas Aji memandu sekitar setengah jam doa untuk Marja Maiyah yang sudah mendahului kita. Doa dibuka dengan lirik pembuka dari wirid ya Hafidz Ihfadhna.

Demi cinta Tuhan kepada kita semua
serta demi cintaku kepadamu
aku ucapkan kata kataku

Kalau sampai akhir hayatmu nanti
bahkan kalau sampai kelak matinya cucumu
belum ada kepemimpinan yang
menjamin sandang panganmu
keamanan rumah tangga serta nyawamu

maka apakah masih berarti bagimu
kalau aku katakan bahwa masih
ada yang bernama Tuhan

yang aku mohonkan kepadanya
agar rizqi-mu terpelihara
ketentraman hidupmu terjaga
aku mohonkan semoga masalah masalah
yang menimpamu di
sediakan jalan keluarnya

maka inilah….maiyah…
maiyahku… maiyah kami semua…
maiyah lingkaran kebersamaan kita semua

Bagi saya sendiri, menghayati lirik ini sudah lebih dari cukup untuk menampung kegundahan melihat perilaku foya-foya pemimpin-pemimpin hari ini. Perilaku nir-etika yang di-cut untuk publik jangan sampai lebih jauh menelusur sampai bahasan  kesalahan struktural dan sistemik yang ada.  Sebab sudah tertampung segala kegundahan. Maka malam hari itu, forum dapat khusyuk pada rumah kesadaran pribadi masing-masing saja.

Bulan ini bertepatan dengan seribu hari Syeikh Kamba Allahuyarham, bertepatan pula 40 hari Cak Fuad Allahuyarham. Tanpa beliau-beliau, kita tidak bisa menikmati dan mensyukuri hidayah kesadaran dan pemahaman Maiyah.

Abi istiqomah nguri-uri tinggalan Cak Fuad, dengan tiap malam jumat membedah tadabbur seri demi seri yang terdapat di Mushaf Padangmbulan.

Kemudian, saya mengenang Syeikh Kamba, bagaimana beliau kerap menggambarkan suasana sesrawunganantara Nabi dan para sahabat adalah sebuah bentuk sesrawungan yang cair, menggembirakan dan sekaligus insightfull terhadap hidayah-hidayah pemahaman yang murni dan dekonstruktif.

Saya mengungkapkan sebuah insight yang saya dapat dari Beliau melalui kisah perang Badar yang beliau paparkan tidak sebagaimana mainstream paparkan. Salah satunya masih terekam pada tayangan Youtube di Caknun.com pada judul “Kuliah Sejarah Otentik Nabi Muhammad bagian 1-3”. Bahwa perang Badar itu bukan perang agama, tetapi adalah bagian dari strategi panjang Rasulullah Saw untuk menaklukkan ekonomi Mekkah.

Relate dengan itu adalah kisah Nabi Yusuf As. Yang mahsyur adalah kisah tentang rayuan Zulaikha yang gagal merobohkan keimanannya. Padahal ada kisah yang tak kalah penting adalah bagaimana Nabi Yusuf mengkontribusikan tata laksana pangan kepada Raja yang berkuasa saat itu, hingga akhirnya beliau diangkat menjadi Menteri urusan pangan dan kemakmuran.

Namun jangan salah, pemberdayaan ekonomi itu tidak selalu urusannya membuat kebijakan yang besar. Bahkan, bukan melulu urusan berbagi job. Bahwa kita sama-sama mengembangkan budaya hidup bersahaja, itu saja sudah merupakan dakwah yang berorientasi ekonomi, loh. Dampaknya apa? Siapa saja yang beririsan dengan circle kita, ia tidak dipaksa untuk flexing dan memprimerkan gaya hidup. Mengembangkan etika-etika semacam ini adalah juga bagian dari kegiatan pemberdayaan, bukan?

Maka malam hari itu saya mengajak kita mulai nyicil-nyicil menginventarisasi etika-etika sederhana yang sudah berlangsung di antara kita, namun sebetulnya berdampak tidak sederhana.

***

Abi menyambung respons. Bahwa tindakan manusia berbeda dengan tindakan hewan dan perbedaan itu terletak pada adanya niat. Niat itu ada dua, yakni niat jangka pendek dan niat jangka panjang. Yang mencakup niat jangka pendek biasanya adalah meliputi segala sesuatu yang bertujuan untuk kepuasan sesaat.

Berbeda halnya dengan niat jangka panjang, biasanya adalah hal yang merupakan sesuatu yang melampau kepentingan pribadinya. Abi mencontohkan, dua orang yang sama-sama bekerja di perusahaan, satu berniat jangka pendek saja, dan satunya lagi berniat jangka panjang maka akan berbeda orientasinya, berbeda dalam bagaimana mencintai pekerjaan dan bagaimana dalam ia berdedikasi terhadap pekerjaan itu. Hal-hal tersebut akan berpengaruh erat pada kualitas tindakan yang kita hasilkan.

Untuk lebih menandaskan hal ini, Mas Agus Sukoco membawakan sebuah kisah. Yang mana di awal kisah ia menyampaikan disclaimer bahwa boleh percaya, boleh tidak. “Pra Nabi Nuh”, kisahnya. “Zaman itu langit dan bumi masih menyatu. Sehingga manusia berinteraksi begitu leluasa dengan penduduk langit, mukjizat banyak terjadi. Kalau di pewayangan digambarkan bagaimana manusia memprotes dewa, dan seterusnya,” lanjutnya.

“Paska turun kitab suci secara berangsur-angsur, langit dan bumi mulai dirapihkan tatanannya. Ada panduan-panduan yang tertera di kitab suci. Ada ‘birokrasi’ kalau mau membawa hajat tertentu kepada Tuhan harus bersama Kanjeng Nabi, yakni dengan bershalawat,” urainya.

Terlepas dari mencari validitas kisah ber-disclaimer itu. Saya lebih senang mengejar lesson learn-nya. Bahwa yang lebih memberdayakan hari ini adalah bagaimana kita mengoptimalkan bertindak rasional—berpikir kritis, ketimbang kita mengandalkan pada sesuatu yang magic dan sulapan. Sebab, cara berpikir itu kompatibelnya di era Pra-Nuh.

Tapi bukan berarti kita menghindari sesuatu yang gaib. Justru ruang dekonstruksinya adalah bagaimana kita berendah hati bahwa di luar keterbatasan kapasitas raisonal kita, ada begitu banyak berlimpah informasi di ruang ketidaktahuan. Karena, di situlah eksistensi yang gaib.

Bertindak rasional letaknya pada bagaimana kita mengandalkan etos yang baik di dalam mengupayakan segala sesuatu. Sedangkan meletakkan cara pandang ‘gaib’ yang memberdayakan penerapannya adalah pada bagaimana kita mentakjubi setiap adegan kehidupan tidak semata-mata sebagai peristiwa materiil belaka. Melainkan ada kehadiran, tajalli, dan peran Tuhan di baliknya. “Kalau engkau tidak bisa melihat kegaiban dalam hidupmu, maka hidupmu perlu dipertanyakan,” ujar Mas Agus.

***

Menjelang tengah malam, dua sesi interaksi yang dibuka diisi oleh masing-masing tiga perespons. Rohmah seorang penggiat putri menyinggung masalah kesetaraan gender. Mas Agus merespons, kekuatan perempuan adalah pada kelembutannya. Semakin lembut seorang perempuan, semakin bisa mengalahkan laki-laki.

Saya kira memang emansipasi itu kan tujuannya bukan adu kuat-kuatan sehingga kalau panco perempuan bisa mengalahkan laki-laki. Tetapi bagaimana dengan modalitas yang dipunyai, bisa memartabatkan satu sama lain.

Respons-respons lainnya yang mencuat di antaranya menyampaikan tentang ketepatan menaruh kepercayaan dan kecurigaan kepada orang lain agar tetap menjaga etika. Lalu, tentang dinamisnya etika dari masa ke masa. Di satu masa tetangga bau masakan saja wajib dikirimi makanan, sekarang medsos isinya posting makanan hanya keperluan pamer saja.

“Ada banyak spektrum di Maiyah, dan bukan sesuatu yang dogmatis,” tandas mas Agus. Maka harapannya, dari pertukaran perspektif yang ada, nanti akan menetas pada kualitas terbaik masing-masing sesuai pada konteks yang dihadapi.

Lawan kata dari memberdayakan adalah tidak memberdayakan alias kontraproduktif. Semoga Juguran Syafaat ini termasuk jenis yang pertama. Meskipun bagi mereka yang melihat dari kejauhan sana dianggap sekedar wacana, wacana dan wacana, tetapi bagi yang dekat terlibat ini adalah ikhtiar kultivasi batin di ruang kesadaran masing-masing yang amat sungguh-sungguh.

Ada jamaah yang datang dari penjuru barat Banyumas yang berjarak sekitar 40 km, sudah rutin menyengaja hadir untuk juguran. Maka forum ini terasa begitu mewah bukan dari besarnya biaya penyelenggaran. Melainkan dari big-effort tiap-tiap yang ikut terlibat di dalamnya.

Semoga Allah mengijabah setiap upaya menjadi bentuk-bentuk terkabulnya doa dan diperjumpakannya dengan solusi-solusi. Namun yang lebih utama dari itu adalah bagaimana kita memperjauh ‘sorot jangkauan’ niat kita lebih jauh ke depan, menaruh atensi hingga pada kehidupan paska dunia, rukun iman yang ke-5.

Lihat juga

Back to top button