DEMOKRASI SEMAR
Saya pikir, pendidikan politik di Maiyahan telah memberikan banyak sekali pembelajaran mendasar mengenai khasanah politik yang tidak saya temukan di tempat lain di manapun. Salah satunya, di Maiyahan kita seringkali diajak untuk Sinau Bareng dengan mengingat dan menggali kembali nilai-nilai Demokrasi Semar yang pernah diajarkan Kanjeng Sunan Kalijaga yang kemudian digali dan dikupas maknanya kembali oleh Mbah Nun.
Demokrasi Semar adalah satu dari sekian banyak penggalian dan penemuan kembali khasanah politik dan kepemimpinan bangsa Nusantara yang pernah dielaborasi di Maiyah. Demokrasi Semar, wabilkhusus yang saya pahami di Maiyahan, ternyata sangat berbeda dengan sistem demokrasi modern ala Barat sekarang ini. Di dalam Demokrasi Semar yang saya pahami, hubungan rakyat dan negara tidak berada di dalam kutub negasi tertentu baik secara top-down (etatisme-oligarki) maupun bottom-up (populisme, republik). Sebab, hubungan rakyat dan negara tidak bisa dipisahkan dan disekularkan dari fakta kosmologis bahwa hakikat kehidupan ini adalah bulatan. Oleh sebab itu, hubungan rakyat dan negara juga bersifat melingkar dan siklikal, senantiasa saling berpadu di dalam semua sisi dan lini bulatan kosmologis.
Demokrasi Semar adalah demokrasi atas-bawah-bawah-atas dalam satu napas dan kesatuan bukan demokrasi dari atas ke bawah (top-down) maupun dari bawah ke atas (bottom-up). Oleh sebab itu, kepemimpinan negara tidak berasal dari salah satu kutub golongan atau kelompok tertentu. Hal ini pun selaras bahwa di Maiyahan, kita telah banyak mempelajari kunci-kunci ilmu dan cara berpikir secara siklikal dan jangkep. Bahwa di kedalaman sekaligus juga terdapat keluasan. Mendalam juga berarti meluas begitu pun sebaliknya. Di dalam unsur maskulinitas terdapat juga unsur feminitas, begitu pun sebaliknya.
Kita mengenal filosofi Manunggaling Kawula Gusti. Bermakna bahwa pemangku mandat kepemimpinan negara, para negarawan, mempunyai kualifikasi sifat maskulin sebagai pemangku otoritas yang tatag, teteg, titis dalam memutuskan kebijakan sekaligus mempunyai sifat feminim yang mengayomi dan penuh kasih kepada rakyat, kepada ibu pertiwi. Berposisi menjadi pemimpin semua golongan dan tidak berposisi menang-kalah kepada rakyatnya. Duduk dalam lingkaran kebersamaan, permusyawaratan, ambengan bukan tumpengan, bersama rakyat, punakawan, begawan dan panembahan.
Melalui filosofi Demokrasi Semar, maka kita tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh padatan dan idiom-idiom ideologi politik kanan-kiri, konservatif-liberal, moderat-radikal yang cenderung memecah-belah. Demokrasi Semar juga bertolak belakang dengan Demokrasi Liberal ala Barat yang kita kenal dan terapkan saat ini yang berlandaskan pada kuantifikasi “klaim kebenaran” di mana suara mayoritaslah yang lebih berhak mendapatkan mandat kepemimpinan.
Kedaulatan Pusat-Pusat Perdikan
Demokrasi Semar adalah demokrasi kualitatif yang bertumpu pada makna kedaulatan rakyat yang sejati. Makna kedaulatan rakyat yang sejati tidak terletak pada hak-hak bebas bagi individu-individu melainkan berada di dalam kepatuhan kepada tatanan dan nilai-nilai yang yang digali dan disepakati di dalam suatu mekanisme kepemimpinan.
Maka, Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam praksis politik Demokrasi Semar bukan hanya lembaga formalitas, bukan pula sekadar lembaga penghimbau dan pelengkap derita rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah wujud pengejawantahan dan manifestasi daulat kerakyatan berdasarkan prinsip Negara Mawa Tata, Desa Mawa Cara. Demokrasi Semar meletakkan esensi kedaulatan rakyat dan negara dalam keragaman pusat-pusat perdikan tiap suku bangsa, tiap daerah-daerah yang memiliki unikum adat-istiadat, peradaban dan kebudayaan yang genuine. Suku-suku bangsa dengan adat-istiadatnya adalah negeri tempat rakyat bernaung. Tanah air, ibu-pertiwi, mata air peradaban, sawah-sawah kebudayaan rakyat.
Oleh sebab itu, praktik politik bernegara yang sesuai dengan nilai-nilai Demokrasi Semar tidak mencurigai otonomi dan federalisme pusat-pusat perdikan sebagai anti-tesis dari negara kesatuan. Dengan demikian hubungan rakyat dan negara tidak berada dalam politik zero sum game yang saling menegasikan, mengalahkan dan meniadakan satu sama lain.