ATMOSFER RINDU DAN BAHAGIA DI KENDURI CINTA

Bayi yang lahir, kemudian dirawat oleh ibunya, tumbuh dalam ekosistem yang baik, sehingga kemudian ia menjadi dewasa, menjadi anak yang dibanggakan kedua orang tuanya. Dan itu tidak datang secara tiba-tiba, ada proses panjang yang sudah dilalui oleh sang Ibu dalam menjaga rahimnya. Ada perjuangan panjang serta penderitaan dan pengorbanan Ibu yang sangat berat.

Kenduri Cinta edisi September 2023 tadi malam mengusung tema “Atmosfer Rahim”. Tema yang terdiri dari dua kata yang netral. Berangkat dari pembahasan seorang Ibu yang mengandung bayi dalam rahimnya. Normalnya, 9 bulan 10 hari bayi dikandungnya. Selama 9 bulan kurang lebih, ia rawat hingga kemudian bayi itu lahir. Dari jutaan sperma, hanya ada 1 sperma yang berhasil menemui ovum dalam rahim Ibu. Ada peran Allah dalam menentukan 1 sperma itu.

Satu kata kunci dalam proses 9 bulan Ibu mengandung itu; penderitaan. Dari penderitaan yang dialami Ibu, lahirlah bayi yang didamba-dambakan. Saat proses kelahiran pun, itu bukan perkara mudah. Ibu mempertaruhkan nyawa demi lahirnya bayi dari rahimnya.


Begitu juga dengan karya, baik itu karya seni, karya sastra, teknologi atau apapun saja, bahwa sesuatu yang berkualitas memang lahir dari sebuah perjuangan yang didalamnya terdapat penderitaan.

Hadir di Kenduri Cinta tadi malam, Ian L. Betts, Ustadz Noorshofa, dr. Eddot, Sabrang MDP dan juga Pakde Mus. Ian L. Betts mengupas bagaimana Maiyah melalui pergerakan yang dimotori oleh Cak Nun mampu menghadirkan advokasi di berbagai tempat yang membutuhkan penyelesaian sebuah persoalan. Maiyah hadir merangkul semua pihak.

“Rasulullah SAW ditemani oleh Al Qur’an dalam dakwahnya”, Ustadz Noorshofa menekankan satu bekal utama Rasulullah SAW dalam perjuangannya menyebarkan nilai-nilai Islam. Dalam kurun waktu 23 tahun masa kenabiannya, Rasulullah SAW menghadapi masa-masa sulit dalam berdakwah. Atmosfer yang terbangun dalam lingkungannya pun beragam, tidak semua sosok yang mendukung perjuangannya sekualitas Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Ada sosok lain seperti Nuaiman misalnya yang memberi warna tersendiri dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW saat itu.

Dan pada satu saat, ketika Rasulullah SAW ditanya oleh Allah tentang apa yang membuatnya ridla atas ketetapan Allah, beliau menjawab bahwa ia baru akan ridla jika seluruh ummatnya dimasukkan ke dalam surga. Jika ada satu saja ummatnya yang masuk neraka, maka Rasulullah Saw. tidak akan ridla.

Betapa agung dan mulia akhlak Rasulullah Saw. Bahkan pada saat ia masih hidup pun, sudah memikirkan ummatnya yang belum lahir ke dunia. Ustadz Noorshofa menyampaikan ada satu doa Rasulullah Saw. yang sangat legendaris; Allahumma ahyini miskinan wa amitni miskinan wahsyurni fi zumratin al-miskini yaumal-qiyamati. “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai seorang miskin, matikanlah aku sebagai seorang miskin, dan giringlah aku pada hari kiamat bersama kelompoknya orang-orang miskin.” 


Jangan dipahami doa tersebut secara harfiah. Bukan berarti Rasulullah Saw. adalah orang yang miskin. Tetapi, Rasulullah Saw. menyadari bahwa banyak sekali dari ummatnya yang hidup dalam keadaan miskin, sehingga beliau sangat ingin menemani ummatnya dalam kemiskinannya itu. Rasulullah Saw. ingin merasakan penderitaan ummatnya, ingin berada di tengah-tengah ummatnya yang mengalami penderitaan. Meskipun, tak seujung kuku dari penderitaan ummatnya jika dibandingkan dengan penderitaan yang dialami oleh Rasulullah Saw. dalam berdakwah.

Laqad jā`akum rasụlum min anfusikum ‘azīzun ‘alaihi mā ‘anittum ḥarīṣun ‘alaikum bil-mu`minīna ra`ụfur raḥīm. Nukilan Surat At Taubah ayat 128 sebagai penandas bahwa Rasulullah adalah utusan Allah yang berasal dari manusia biasa, yang sangat merasa berat hati atas penderitaan ummatnya, dan sangat berbelas kasih sayang kepada ummatnya sehingga beliau tidak tega dan sangat mengharapkan keselamatan ummatnya di dunia dan di akhirat. Dan kita, sebagai manusia belum sampai pada tahap ‘azīzun ‘alaihi mā ‘anittum ḥarīṣun ‘alaikum bil-mu`minīna ra`ụfur raḥīm. Kita masih lebih mengutamakan ego pribadi kita masing-masing, sangat jarang kita memikirkan orang lain.

Mengutip salah satu syair pada mahalu-l-qiyam: man roaa wajhaka yas’ad yaa kariima-l-walidaini, haudhluka-sh-shoo fii-l-mubarrod wirdunaa yaumu-n-nusyuuri. Siapa yang menatap wajahnya Rasulullah Saw. akan merasakan kebahagiaan. Bahagia itu tidak ada ukurannya, tidak ada takarannya. Berbeda dengan rasa kagum, terpesona, terpukau. Ada takaran yang membatasinya. Kita bisa saja terpesona atas ketampanan atau kecantikan seseorang, tapi kita bisa beralih untuk terpesona pada orang lain yang lebih tampan atau lebih cantik. Tapi, rasa bahagia tidak ada ukurannya. Dan itulah yang juga kita rasakan di Maiyah ini. Kita bahagia untuk berkumpul bersama sebulan sekali, menyimak diskusi dari gelaran forumnya, atau bahkan hanya duduk diam di pojokan untuk sekadar menikmati suasananya.

Dokter Eddot, salah satu sahabat Mbah Nun tadi malam turut bergabung di Kenduri Cinta. Jum’at sore masih di Yogyakarta, karena masih harus menguji mahasiswanya, setelah selesai menguji dr. Eddot bergegas menuju bandara YIA untuk terbang ke Jakarta dan mendarat di Halim Perdanakusuma sekitar jam 7 lewat, dan langsung menuju Cikini.

Sebagai seorang praktisi kesehatan, dr. Eddot menanggapi beberapa pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kesehatan tentunya. Seperti pertanyaan mengenai apa saja yang menjadi faktor tumbuh kembang bayi saat setelah dilahirkan dari rahim ibunya. Dr. Eddot menjelaskan salah satu ilmu ASI (Air Susu Ibu), bahwa apapun yang dikonsumsi oleh sang Ibu, air susu yang keluar dari payudaranya adalah sumber kesehatan primer bagi bayinya.


Faktor empiris yang juga diteliti di dunia kesehatan, ada perbedaan antara bayi yang tumbuh dengan ASI dengan bayi yang tumbuh dengan asuoan susu formula. Dalam sebuah penelitian dijelaskan oleh dr. Eddot bahwa bayi yang mendapat asupan ASI dari Ibunya akan tumbuh dalam kondisi yang lebih prima, mampu berfikir lebih jernih dan lebih sehat. Sementara mereka yang tumbuh dengan asupan susu formula, ada sampling yang muncul bahwa mereka terjebak pada kenakalan remaja, narkoba, judi online dan lain sebagainya. Nah, mungkin teman-teman yang sekarang terjebak dengan judi online, perlu ditanyakan kepada orang tuanya, bagaimana dulu asupan susunya saat masuh kecil. Dibesarkan dengan asupan ASI atau susu formula?

Satu hal yang ditekankan oleh dr. Eddot adalah, secanggih apapun ilmu kesehatan manusia, masih seujung kuku hitam saja jika dibandingkan dengan rahasia ilmu kesehatan Allah. Itulah mengapa hanya ada 1 sel sperma dari jutaan sperma yang mampu membuahi ovum dalam rahim seorang Ibu. Ada peran Allah disitu. Peran yang sangat mutlak, yang tidak bisa dibantah oleh ilmu kesehatan karya manusia.

Mas Sabrang melengkapi khasanah diskusi tadi malam. Satu kata yang bisa digarisbawahi, seperti yang sudah disebutkan di awal, dari proses kelahiran bayi ada penderitaan Ibu yang dipertaruhkan. Tidak ada hasil manis dari sebuah perjuangan yang lahir tanpa penderitaan. Pada satu titik, penderitaan justru merupakan modal utama dalam proses kelahiran sebuah karya. Penderitaan atau rasa sakit adalah sumber pembelajaran dalam kehidupan.

Tidak ada karya lagu yang apik yang lahir tanpa penderitaan yang dialami oleh penciptanya. Kita adalah bayi yang lahir dari rahim sebelum kita. Dan kita akan melahirkan bayi yang akan lahir setelah kita. Jika direfleksikan dengan Maiyah hari ini, kita sedang mengandung rahim yang sedang kita kelola atmosfernya, dengan harapan bayi yang akan lahir kelak adalah bayi yang berkualitas. Dengan tetap memegang kesadaran ilmu petani, bahwa tugas kita adalah menanam dan menyemai, urusan panen adalah hak mutlaknya Allah.

Lihat juga


Sabrang menyampaikan bahwa “rahim” yang paling baik adalah Al Qur’an. Karena ia menyimpan semua kunci dan rahasia kehidupan manusia dan alam semesta.  Kita memahami bahwa setiap yang akam datang adalah akibat dari sebab yang lahir sebelumnya. Kita hari ini bisa menjadi akibat dari sebab yang sebelumnya, sekaligus bisa menjadi sebab dari akibat yang akan lahir di kemudian hari.

Pakde Mus memuncaki Kenduri Cinta edisi September dengan pesan-pesan yang mendalam. Layaknya orang tua di Maiyah, Pakde Mus mengingatkan posisi kita sebagai Orang Maiyah untuk tetap objektif dalam memandang persoalan yang dihadapi.

Suasana bahagia sudah pasti terasa pada setiap gelaran Kenduri Cinta, dan rasa rindu yang sudah terobati, kembali muncul pada saat akhirnya kita harus menyudahi forum ini. Rasa rindu itu kita bawa ke rumah kita masing-masing, untuk kemudian kita tuntaskan kembali di bulan depan. InsyaAllah. 

(Redaksi Kenduri Cinta) 

Lihat juga

Back to top button