Tadabbur Hari ini (39)
MERASA DAN BERLAKU TUHAN

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيم
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
(Al-Fatihah: 1-7)

Kalau manusia berambisi terhadap melimpah dan sempurnanya ilmu dan pengetahuan dalam dan tentang kehidupan, ia akan kecewa, terbuntu, dan frustrasi. Karena Allah mensunnahkan dan mensyariatkan makhluk manusia itu serba terbatas segala sesuatunya.

Maka tuntunan utama Allah kepada kaum Muslimin adalah ruku’ (menunduk membungkuk) dan sujud (meletakkan kening kepala di dataran terendah). Salah satu substansi ajaran Islam adalah tawadldlu’, berendah hati, andhap asor, di antara sesama mereka dan apalagi di hadapan Allah Swt.

Itulah sebabnya Al-Fatihah menuntun kita dengan urutan ingatan dan kesadaran sedemikian rupa yang dimulai dengan “Bismillahirrahmanirrahim” dan diakhiri dengan pagar agung “ghairil maghdlubi ‘alaihim waladhdhoolliin”. Mari kita simulasikan dengan seluruh pengetahuan dan imajinasi kita andaikan konten kalimat dan runtutannya tidak begitu.

Kebanyakan manusia, terutama kaum penguasa dan para cerdik pandai di antara mereka tidak pernah serius mem-breakdownkonsep kreasi Al-Fatihah, apalagi kebijaksanaan nilai yang dikandung oleh ruku’ dan sujud, maka isi dunia yang dominan adalah pertentangan. Maka muatan sejarah yang paling dominan adalah unggul-unggulan kekuatan, kekuasan, yang keluarannya adalah penindasan, pendhaliman, dominasi, bahkan kolonialisasi dan imperialisasi.

Lihat juga

Bahkan itulah muatan utama problem global peradaban ummat manusia di bumi, dengan berbagai bentuk, cara, alat dan mekanisme, yang akhirnya semua manusia terjerat di dalamnya tanpa pernah akan menemukan jalan untuk keluar dari jebakan peradabannya sendiri.

Itulah sumber persaingan, perebutan, dan pertengkaran antar Negara, dalam setiap Negara, hingga pecahan satuan-satuannya yang beragam-ragam berangkat dari kepentingan untuk mendominasi.

Sejak kanak-kanak para orangtua di keluarga-keluarga Muslimin sudah mengajarkan ucapan rutin:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ

Tidak ada kuasa dan tidak ada daya kecuali milik atau pada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Mungkin kita kurang rajin omong-omong dengan anak-anak dan siapapun bahwa kata “illa billah” itu tidak bisa diganti menjadi “illa bi-Muhammad”, “illa bi-Jibril”, “illa bi-Ulama”, “illa bi-pejabat” hingga “illa bi Kepala Negara”.

Akhirnya tanpa terasa anak-anak kita “ucul”, lepas dari kendali kita dan kebenaran Allah. Mereka pikir ada penguasa yang benar-benar penguasa selain Allah. Mereka pikir Kiai itu berkuasa dan pasti benar, sehingga mereka “nderek Kiai”. Mereka pikir pejabat Negara itu sungguh-sungguh berkuasa, sehingga mereka menyembah Kepala Negara, membenarkannya seperti bahkan melebihi membenarkan Tuhan yang subhanahu wata’ala, membelanya mati-matian lebih dari membela Tuhan. Bahkan mereka gembira dan merasa nikmat menghina dan merendahkan sesama manusia, karena merasa berada di pihak Tuhan, atau siapapun yang “mereka tuhankan”.

Lebih dari itu, ketika mereka tumbuh, berkembang menjadi remaja, pemuda, dewasa, bahkan pun sampai tua, kebanyakan manusia di bawah sadarnya menyangka bahwa mereka bisa “menyaingi Allah” sehingga “berlaku Allah” dalam menjalani dialektika hidup mereka.

Karena mereka merasa berada di posisi Tuhan, maka mereka bisa menghina sesamanya dengan tetap merasa aman. Mereka mampu membully, menista, merendahkan, dan menginjak-injak martabat sesama manusia, dengan tidak merasa bersalah atau berhutang kepadaqadla dan qadar”nya Allah yang benar-benar Alah.

فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ
وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”. (Al-Zalzalah: 8-9)

وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ ٱللَّهُۖ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلۡمَٰكِرِينَ

Mereka itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Ali-Imran: 54)

Mereka” di ayat itu mungkin termasuk kita-kita ini. Itulah sebabnya kita “Sinau Bareng” bersama-sama belajar, mencari, menemukan, dan berlatih siapa tahu diperkenankan oleh Allah menjadi “mereka” yang “an’amta ‘alaihim”.

Emha Ainun Nadjib
7 Juni 2023.

Lihat juga

Back to top button