MBAH NUN MERAJUT KEMESRAAN MUHAMMADIYAH DAN NU DI SEPANJANG

(Catatan Maiyahan Mbah Nun dan KiaiKanjeng di Sepanjang, 19 Februari 2023) 

Sepanjang, sebuah wilayah di Sidoarjo yang bagi Muhammadiyah adalah salah satu basis massa mereka di Jawa Timur. Amal usaha Muhammadiyah yang berkembang di Sepanjang juga pengelolaan manajemen organisasinya menjadi salah satu percontohan bagi Pengurus Cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. PCM Sepanjang dinilai sebagai salah satu PCM yang berhasil mengelola dengan baik amal usaha mereka, baik di bidang pendidikan maupun kesehatan.

Minggu lalu (19/2), Mbah Nun dan KiaiKanjeng diundang oleh PCM Sepanjang untuk Sinau Bareng. Hadir juga malam itu salah satu sahabat Mbah Nun; Pak Busyro Muqoddas yang juga merupakan salah satu Ketua PP Muhammadiyah saat ini.

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Syukur, lagu Sang Surya kemudian juga dinyanyikan bersama-sama dengan iringan musik KiaiKanjeng. Meskipun ini adalah acara PCM Sepanjang, tetapi teman-teman Muhammadiyah di Sepanjang juga mengajak serta teman-teman perwakilan dari NU untuk terlibat, yaitu BANSER. Maka, lengkaplah malam itu selain lagu Sang Surya, Mbah Nun juga mengajak serta teman-teman BANSER yang juga ditemani teman-teman KOKAM menyanyikan lagu Yalal Wathon.

Di awal, Mbah Nun langsung memantik diskusi malam itu dengan pancingan tadabbur ayat-ayat Al-Qur`an yang sangat relate dengan Muhammadiyah. Salah satunya adalah Surat Al Baqoroh ayat 148; Wa likullin wijhatun huwa muwalliihaa fastabiqu-l-khairat, aina maa takuunu ya’ti bikumullaahu jamii’an, innallaaha ‘alaa kulli syai’in qodiir. Potongan dari ayat ini; Fastabiqu-l-khairat menjadi salah satu slogan dari organisasi otonom Muhammadiyah; Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah. Lain lagi dengan Nasyiatul ‘Aisyiah yang mencuplik Surat Al Baqoroh ayat 189; Al birru manittaqa.

Jadi, secara filosofis, Muhammadiyah beserta organisasi otonomnya memiliki visi misi yang cukup jelas mengenai perjuangan Islam. Teman-teman di Muhammadiyah juga pasti sangat paham mengapa Ormas Islam tertua di Indonesia ini sangat kuat pergerakannya di bidang kesehatan dan pendidikan. Salah satunya karena KH. Ahmad Dahlan di titik awal dakwahnya sangat tegas menanamkan pemaknaan dari Surat Al-Ma’un. Surat tersebut ditekankan berkali-kali kepada murid-murid awal KH. Ahmad Dahlan, karena memang melihat kondisi masyarakat saat itu sangat membutuhkan pertolongan, terutama di wilayah kesehatan dan pendidikan. Tidak terlalu mengherankan sebenarnya jika Muhammadiyah memang dikenal cakap dalam mengelola amal usahanya terutama di bidang kesehatan dan pendidikan.

“Muhammadiyah berjuang untuk dirinya atau untuk Islam? NU berjuang untuk dirinya atau untuk Islam?,” Mbah Nun melontarkan pertanyaan kepada jamaah malam itu. Sebuah pertanyaan yang tentu saja mampu dijawab dengan mudah oleh jamaah yang hadir dalam Maiyahan di Sepanjang malam itu. Muhammadiyah dan NU berjuang untuk Islam. Persoalan di lapangan yang kemudian mungkin karena berbagai dinamika, terjadi pergeseran dari langkah-langkah yang diambil oleh para pengurusnya, itu lain hal.

Memang menjadi sebuah tantangan tersendiri saat ini, karena salah satu cobaan dari sebuah pergerakan pada akhirnya juga adalah godaan untuk berkuasa. Tidak bisa dipungkiri, salah satu kritik terbesar terhadap Muhammadiyah saat ini ditujukan kepada Pemuda Muhammadiyah yang baru saja bermuktamar di Balikpapan. Kentalnya campur tangan rezim pemerintah saat ini perlu dijawab dengan kinerja dan bukti yang meyakinkan masyarakat, terutama warga Muhammadiyah sendiri bahwa Pemuda Muhammadiyah tetap memiliki daya kritis yang tinggi terhadap Pemerintah jika terjadi ketidakberpihakan kebijakan terhadap rakyat.

Karena, di tingkatan Pengurus Pusat Muhammadiyah sendiri, mereka masih konsisten dengan perjuangan-perjuangan semacam itu. Salah satunya yang dilakukan oleh Pak Busyro Muqoddas beberapa hari yang lalu, di mana saat di Maiyahan di Sepanjang malam itu, Pak Busyro mengatakan bahwa keesokan harinya beliau akan menemui Kapolda Jawa Timur untuk mengusahakan pembebasan 3 petani yang terseret sebuah kasus konflik agraria di Pakel, Banyuwangi. Bagi Mbah Nun, Pak Busyro adalah salah satu sahabat beliau yang sampai hari ini sangat konsisten dalam keberpihakannya kepada rakyat. Pengalamannya pernah memimpin Komisi Yudisial hingga KPK telah membuktikan integritas Pak Busyro yang selau teruji dengan baik.

Mbah Nun malam itu memantik simulasi-simulasi kecil kepada jamaah. “Kalau Perusahaan tujuannya apa?” Ada satu jawaban yang cukup keras dan benar; nggolek bathi (nyari untung). Sebuah jawaban yang tidak salah, karena memang tujuan orang berbisnis dengan membangun sebuah perusahaan adalah mencari keuntungan, sehingga mensejahterakan karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. “Kalau Partai Politik, apa tujuannya?,” Mbah Nun kembali memantik. Jawaban yang muncul pun beragam. Tapi, jika kita semua meneliti dan membaca AD ART dari setiap Partai Politik, kebanyakan memiliki tujuan yang sama; ingin mensejahterakan rakyat. Hanya saja, fakta yang kemudian kita temukan ternyata cukup jauh dari apa yang mereka cita-citakan sendiri itu.

Petikan ayat Fastabiqu-l-khairat seharusnya menjadi semangat bersama seluruh elemen bangsa Indonesia ini untuk membangun negeri. Sedikit flashback, di forum Kenduri Cinta edisi Februari 2023 lalu, Mas Sabrang menyampaikan; “Ketika ada sesuatu yang diinginkan oleh dua pihak atau lebih pasti terjadi pergesekan. Ketika ada sesuatu yang sama diinginkan, pasti terjadi pergesekan. Jika hal yang diinginkan itu tidak bisa dibagi, tidak ada yang namanya kompromi. Jadi mereka harus rebutan satu sama lain.”

Apa yang disampaikan oleh Mas Sabrang di Kenduri Cinta itu adalah fakta yang kita lihat di Indonesia saat ini. Kita sebagai anak bangsa, masing-masing memiliki peran untuk turut membangun bangsa dan memperbaiki keadaan, tetapi ketika kita terjebak dalam konsep golongan atau organisasi, seringkali kita lupa bahwa tujuan utama kita adalah memperbaiki keadaan, tetapi kemudian kita terjebak pada konstelasi yang bernama rebutan. Dalam konsep rebutan, maka yang terjadi adalah persoalan kalah atau menang. Bukan tentang kemaslahatan bersama.

Mbah Nun dalam Maiyahan di Sepanjang malam itu kemudian mentadabburi Surat Ali Imron ayat 103; Wa’tashimuu bihablillahi jamii’an walaa tafarroquu. Bahwa pesan dari Allah melalui ayat tersebut sangat jelas, agar kita semua, jamii’an, tanpa terkecuali untuk selalu berpegang pada tali Allah. Tali Allah ini bisa banyak kita maknai, bisa berupa Agama, bisa berupa hidayah, bisa berupa apa saja yang datangnya dari Allah. Dan pada ayat tersebut disebutkan setelahnya walaa tafarroquu. Mbah Nun memaknainya dengan pemaknaan agar kita tidak terpecah dalam berbagai firqoh (kelompok).

Ayat selanjutnya yang ditadabburi oleh Mbah Nun adalah Surat Ali Imron ayat 104, nyambung dari tadabbur sebelumnya; Wal takun minkum ummatan yad’uuna ila-l-khoiri wa ya’muruuna bi-l-ma’ruuf wa yanhauna ‘ani-l-munkar. Menurut Mbah Nun ada tiga peran yang harus dikolaborasikan dalam strata kehidupan sosial masyarakat. Melalui tadabbur ayat tersebut, ada 3 peran yang menurut Mbah Nun harus diambil oleh masing-masing lapisan masyarakat, ada yang memang perannya adalah yad’uuna ila-l-khoiri atau disebut juga dengan dakwah khoir. Ada yang berperan dalam ya’muruuna bi-l-ma’ruuf atau yang sering kita kenal dengan amar ma’ruf. Kemudian ada peran yang ketiga; yanhauna ‘ani-l-munkar atau sering disebut juga dengan nahi munkar. Ada segmen yang berbeda dengan pembagian tugas yang berbeda.

Membedah secara bahasa, Mbah Nun menyampaikan bahwa susuna ayat tersebut sangat jelas mengenai pembagian peran. “Kalau khoir itu ajakan, maka ayatnya yad’uuna ila-l-khoiri. Sementara ma’ruf, adalah perintah, maka ayatnya ya’muruuna bi-l-ma’ruuf”, lanjut Mbah Nun menjelaskan. Kembali ke khasanah Maiyah semester awal, bahwa khoir itu adalah kebaikan yang sifatnya universal. Misalnya, kita berbuat baik kepada orang yang kita temui, kebaikan itu sifatnya adalah kebaikan yang universal. Bahkan, jika kita tidak melakukannya pun, maka kita tidak terkena delik pidana dalam hukum negara. Lain halnya dengan ma’ruf. Menurut Mbah Nun, ma’ruf  yang memiliki kata dasar ‘arofa-ya’rifu-‘irfaan adalah kebaikan yang sifatnya berupa hukum-hukum baku dalam suatu organisasi yang sudah disimulasikan sebelumnya mengenai baik dan buruknya.

Mbah Nun melanjutkan bahwa dakwah khoir itu bisa dilakukan oleh siapa saja, karena sifatnya adalah mengajak untuk berbuat kebaikan. Sementara amar ma’ruf yang boleh melakukan adalah Pemerintah, karena secara struktur kehidupan sosial masyarakat, Pemerintah adalah pihak yang memang memliki hak untuk menegakkan hukum dan masyarakat sebagai warga negara memiliki kewajiban untuk taat kepada hukum negara. Sementara nahi munkar adalah peristiwa pencegahan, maka pada peran ini juga berhak dilakukan oleh siapa saja, namun pada tingkatan lebih lanjut, karena memerlukan juga kepekaan untuk tetap bijaksana dalam menganjurkan untuk tidak berbuat kemunkaran, maka para alim ulama, kaum cerdik cendekia adalah pihak yang juga berperan untuk melakukannya. Meskipun secara general, semua orang juga bisa melakukannya.

Maiyahan di Sepanjang malam itu secara eksplisit tersirat bahwa Mbah Nun berharap Muhammadiyah dan NU saling bergandengan tangan untuk bersama-sama mengambil peran dalam membangun Indonesia. Sebuah harapan yang seharusnya sangat mudah untuk diwujudkan. Apalagi jika kita melihat bagaiman di akar rumput, warga Muhammadiyah dan Nahdliyin sebenarnya sangat akur dan sangat akrab. Tinggal bagaimana para elit di struktur organisasi pusat kedua Ormas tersebut mampu mewujudkannya.

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button