DI BELANTARA KERINDUAN KAMI BERTEMU
(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Cirrebes Cirebon, 11 Februari 2023)
Ada pemandangan berbeda semenjak siang bakda shalat Dhuhur di halaman Balai Desa Babakan, Kec. Babakan, Kab Cirebon. Beberapa anak muda dan orang tua lalu lalang meyiapkan tenda, palet kayu dan sound system yang digelar sederhana, mengundang pertanyaan banyak masyarakat yang sedang beraktivitas di sekitarnya. Maklum acara Maiyahan rutinan bulanan kami memang sangatlah sederhana dan apa adanya, tapi tidak mengurangi rasa esensial utama untuk belajar bersama, berkumpul, dan mengais pada gondelan baju Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Gelaran yang memang hanya beratapkan langit dan beralas keyakinan menjadikan cuaca siang sampai malam menjadi bersahabat sesuai kapasitas yang kami siapkan di halaman terbuka, alhamdulillah semesta mendukung.
Pada malam Ahad, 11/02/2023 rutinan Maiyah Cirrebes tentunya sangatlah istimewa karena tidak seperti biasanya. Malam hari ini anak-cucu Maiyah Cirrebes diberikan rezeki waktu untuk bisa membangun kemesraan serta kerinduan dengan kehadiran Mbah Nun di tengah-tengah jamaah. Ini adalah anugerah yang tak terkira setelah malam sebelumnya Mbah Nun hadir di Kenduri Cinta, Jakarta. Mbah Nun sengaja berniat mendatangi anak-cucunya, di sela kesibukan dan beraktivitas. Malam ini beliau menyambangi anak-cucunya di Cirebon dan Brebes. Masyarakat luas juga turut hadir, dari ibu-ibu, bapak-bapak hingga anak-anak.
Saat sore hari Mbah Nun sudah tiba, bertambah bahagianya kembali kami karena kawan-kawan dan sedulur penggiat simpul sekitar ikut nyengkuyung bareng pertemuan spesial kali ini. Ada Lingkar Daulat Malaya dari Tasikmalaya, Kenduri Cinta Jakarta, Galuh Kinasih Bumiayu, Maiyah Poci Tegal, Maiyah Kanoman Pemalang, dan Suluk Pesisiran Pekalongan.
Seperti biasa acara dimulai dengan Tawashshulan yaitu mendekatkan diri dengan Allah Swt. secara halus atau lembut. Untuk “mengemis kepada Allah dengan berlandaskan asma-Nya sendiri atau dengan mengatasnamakan Rasulullah Saw.” Namun tidak jauh dari tempat Maiyahan sedang di langsungkannya acara pembacaan maulid burdah di dalam masjid yang memang letaknya bersebelahan dengan halaman balai desa, namun ada kemesraan yang tidak sengaja terbangun yaitu ketika Indal Qiyam atau Mahallul Qiyam kita pun dibersamakan meskipun di tempat yang berbeda.
Kang Ibnu Ubaidillah atau biasa kita panggil kang Iib memandu acara rutinan bulan ini. Beliau menceritakan kepada jamaah bahwa selalu ada kejutan di bulan Februari. Kurang lebih pukul 21.00 WIB Mbah Nun Hadir membersamai para Jamaah. Pada kesempatan ini sahabat Intrim Band dari Poci Maiyah Tegal turut hadir berpartisipasi membuka dengan satu lagu dari KiaiKanjeng berjudul Pambuko disambung dengan Shalawat Nariyah.
Mbah Nun memulai acara dengan bacaan surat Al-Fatihah untuk meminta kepada Allah agar dibukakan pintu-pintu baru untuk masa depan anak cucu Maiyah, kemudian disambung dengan ayat dalam Al-Qur’an surat Al-Fath ayat 1-3.
Mbah Nun menyampaikan kepada jamaah yang hadir bahwa kita tidak meminta kepada Allah untuk menjadi hebat-hebat. Kita cuma ingin Allah itu berkenan meletakkan kita di tempat dan jalan yang Allah kehendaki. Kita meminta kepada Allah agar setiap langkah kita dibimbing oleh-Nya, setiap yang kita makan satu sendok nasi itu dibimbing oleh Allah Swt., setiap tetesan hujan, setiap air yang masuk ke dalam mulut kita itu nikmat Allah dan juga berkat Allah. Kemudian Mbah Nun Mengajak jamaah yang hadir untuk membaca doa Robbi Anzilni Munzalan Mubarokan Wa Anta Khoirul Munzilin.
Kemudian Mbah Nun mengajak kita belajar dari sifat Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fatonah, yang dimiliki oleh Rasul-Rasul Allah sebagai sebuah rangkaian, lantas Mbah Nun menganalogikan sifat-sifat tersebut seperti pohon kelapa. Tidak ada kelapa kalau sebelumnya dia bukan degan, tidak ada degan kalau sebelumnya dia bukan cengkir, tidak ada cengkir kalau sebelumnya dia bukan bluluk. Mbah Nun menyampaikan kepada kita semua bahwa Siddiq itu bukan jujur tapi salah satu hasilnya orang siddiq itu jujur. Menurut Mbah Nun siddiq itu adalah kesungguh-sungguhan. Karena itu Mbah Nun mengajak kepada jamaah untuk berlaku hidup bersungguh-sungguh. Sehingga output yang didapat adalah jujur. Kalau Anda siddiq maka yang akan Anda dapatkan adalah fungsi Amanah baik dari masyarakat atau dari Allah. Kalau Anda tidak siddiq, maka Anda tidak bisa diamanahi. Dalam soal dagang, barang, menantu, mertua atau apapun kalau Anda siddiq pasti dapat amanah.
Perjuangan pertama kita sebagai manusia Adalah bersungguh-sungguh. Tidak harus metenteng. Bersungguh-sungguh bisa juga sambil guyon tapi tetap bersungguh-sungguh.
Kalau Anda sudah dapat amanah, maka Anda akan dapat peluang untuk mendapatkan tabligh yang berarti menyampaikan atau menghijrahkan, semisal orang dagang berarti menyampaikan barang dagangannya kepada pembeli dan pembeli menghijrahkan uangnya kepada pedagang sehingga yang terjadi dalam hidup tidak lepas dari dialektika hijrah.
Menyambung pada tema yang diusung pada rutinan kali ini yaitu “Belantara“, Mbah Nun mencoba memancing sebuah pertanyaan kepada jamaah yang hadir perihal perbedaan antara hutan dengan kebun. Tidak sedikit jamaah yang hadir terpancing oleh pertanyaan tersebut sehingga suara jama’ah saling bersaut berebut menjawab pertanyaan yang dilontarkan Mbah Nun. Dari jawaban para jamaah itu pun kemudian Mbah Nun memberi jawaban bahwa hutan itu murni buatan Allah tanpa ada campur tangan manusia, sedangkan kebun sudah ada campur tangan manusia.
Pada sesi berikutnya Mbah Nun menjelaskan mengenai makrifat, hakikat, thariqat, dan syariat yang kemudian harus mencoba melakukan sesuatu untuk menegaskan pengetahuan kita mengenai makrifat, hakikat, dan thariqat supaya ketemu syariat yang puncaknya nanti adalah makrifatullah.
Di sesi berikutnya Mas Dany Padmadisastra melanjutkan pantikan untuk direspons oleh jamaah mengenai tema Belantara. Dalam kondisi posisi ketidaktahuan akan isi rimba belantara yang di dalamnya terdapat berbagai macam kehidupan dan ekosistem bisa berupa racun, madu, perangkap, jebakan atau bahkan harta karun, kita butuh sebuah radar agar tingkat taqwa dan kewaspadaan selalu tertanam dalam menjalankan kehidupan agar diberi jalan terang dari yang abu-abu bahkan gelap. Dalam beberapa Sinau Bareng Mbah Nun selalu mengingatkan dan mengatakan tentang aktivasi ruh.
Respons pertama datang dari Mas Guntur, berasal dari Surabaya dan sudah 4 tahun menetap di Cirebon. Hal pertama kali saat datang ke Cirebon yang dicarinya adalah forum Maiyahan. Maiyah menurutnya adalah hal yang menarik dan menambah yakin hatinya karena Mbah Nun tidak mau dikultuskan dan dianggap kiyai. Di Maiyah dia selalu merasa aman, tidak ada yang merasa kecopetan dan kehilangan sandal. Perempuan dan laki-laki bercampur menjadi satu merasa aman karena Mas Guntur percaya bahwa yang datang pikiran dan hatinya bersih semua, lalu di Maiyah semua golongan aliran agama dan komunitas diterima.
Sejak 5 tahun perjalanan Cirrebes baru kali ini berjumpa melingkar berkenalan dengan jamaah. Tak ubahnya seperti memasuki dunia belantara, Mas Guntur bercerita bahwa saat itu ia tidak menemukan karena ternyata keyword pencarian kata yang salah. Sampai pada akhir bulan lalu menemukan petunjuk secara tidak sengaja muncul di Feed Instagram tentang penawaran penjualan kaos harlah Masyarakat Maiyah Cirrebes ke-5 yang seluruh hasil keuntungannya digunakan untuk kemandirian pembuatan forum rutinan bulanan. Ternyata dalam petunjuk yang masih gelap, Allah memberikan radarnya secara tak terduga di tengah belantara arus informasi dan dunia maya, sehingga bertemu melingkar bersama tidak tersesat di area belantara, dan ditambah nikmat dan rezeki berupa kehadiran Mbah Nun yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Mas Guntur mengucapkan terima kasih kepada yang terlibat dalam forum karena dirinya tidak lagi merasa terbelentara lagi.
Menurut Mbah Nun pengalaman tersebut bukan bersifat intelektual, tetapi itu adalah pengalaman cinta. Kenapa Mas Guntur sampai malam ini ke Cirrebes itu adalah urusan ruh. Kita jangan direndahkan dengan akal dan jasad. Kalau dalam Islam ada taqwa yang membuat kita selalu waspada dan tawakkal dengan mewakilkan segala sesuatu kepada Allah apa-apa yang kita tidak mampu mengatasi. Misalkan saat peristiwa Rasullalah dilempar batu sampai berdarah-darah kemudian berdoa kepada Allah:
اَللُّهُمَّ اِلَيْكَ اَشْكُوْ ضَعْفَ قُوَّتِي، وَقِلَّةَ حِيْلَتِيْ وَهَوَانِيْ عَلَى النَّاسِ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، اَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ، وَاَنْتَ رَبِّي، اِلَى مَنْ تَكِلُّنِيْ اِلَى بَعِيْدٍ يَتَجَهَّمُنِيْ ؟ اَوْ اِلَى عَدُوٍّ مَلَكْتَهُ اَمْرِيْ ؟ اِنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلاَ اُبَالِيْ وَلَكِنْ عَافِيَتَكَ هِيَ اَوْسَعُ لِيْ، أَعُوْذُ بِنُوْرِوَجْهِكَ الَّذِيْ اَشْرَقَتْ بِهِ الظُّلُمَاتُ، وَصَلُحَ عَلَيْهِ اَمْرُ الدُّنْيَا وَاْلاَخِرَةِ مِنْ اَنْ تُنَزِّلَ بِي غَضَبُكَ اَوْ تَحُلُّ بِي سَخَطُكَ، لَكَ الْعَتْبَي حَتَّى تَرْضَي، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّبِكَ
“Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu atas lemahnya kekuatanku dan sedikitnya usahaku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Engkaulah Tuhan semesta alam, Pelindung orang-orang yang lemah dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan diriku. Kepada orang yang jauh yang menyerangku ataukah kepada Zat yang dekat yang mengatur urusanku. Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Aku berlindung terhadap cahaya wajah-Mu Yang menerangi kegelapan dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat, dan kemurkaan-Mu yang akan Kautimpakan kepadaku. Engkaulah Yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya dan upaya selain dan Engkau.”
Selanjutnya Mas Firdan dari Karangwangun Babakan menanyakan tentang fenomena sosial yang semuanya semakin liar mengolok-olok mbah Nun dan bagaimana menghadapi arus itu supaya survive tidak terjebak di belantara media informasi.
Mbah Nun mengatakan bahwa beliau tidak ada baiknya di media sosial karena sudah di-setting seperti Iblis, sesorang yang tidak punya punya kebaikan sedikit pun. Kemudian Mbah Nun menceritakan tidak ada seorang pun yang merasakan seperti Rasullulah dilempar batu banyak orang. Jadi kalau kita menderita harusnya malu kepada Kanjeng Nabi. Kita tidak pernah mengalami punya menantu dibunuh saat sedang sembayang. Jadi kalau kita mengalami penderitaan dan kesedihan ingatlah kepada Sayyidina Ali, punya cucu yang diracun istrinya sendiri dan cucu yang dipenggal kepalanya. Semenderita-menderita kita semua, tidak ada yang melebihi penderitaan Rasullulah. Kalau kamu di maki-maki orang, dilecehkan dan dibunuh karakternya buatlah itu menjadikanmu lebih dekat dengan Allah Swt.
Kemudian ada Mas Syafaat dari Gebang Cirebon menanyakan tentang keberadaan 4 orang Nabi yaitu, Isa As., Idris As., Ilyas As. dan Khidlir As. apakah meraka benar masih hidup dan kalau masih hidup terus sekarang tugasnya apa.
Mbah Nun ķemudian mengatakan apa yang ditanyakan Mas Syafaat adalah materiil, ada atau tidak, tinggal di mana, kelihatan atau tidak. Padahal untuk ada tidak harus ada di sini. Ada itu bisa imajiner, diwakili atau di-output-i oleh apapun saja yang membuat dia ada padamu. Misalkan mimpi bertemu Mbah Nun. Saat itu ada seorang kuli angkut kayu di Banyumas yang rumahnya disediakan untuk tempat transit Mbah Nun dan Kiaikanjeng sebelum maiyahan. Mbah Nun menempati kamarnya. Setelah waktu isya berangkat ke acara kemudian kamarnya dikunci rapat oleh pemiliknya agar tidak seorang pun bisa masuk karena malamnya. Dia berniat akan tidur di tempat yang sore harinya dipakai Mbah Nun. Setelah malam kemudian bermimpi dikencingi Mbah Nun dan paginya dia berinisiatif bikin usaha macam-macam dan akhirnya usahanya begitu mudah dan lancar. Sekarang bagaimana cara pandang memahami ada atau tidak, itu soal algoritma berpikir dan sistem batin.
Acara berlangsung dengan khidmat dan begitu mesra. Canda tawa Simbah dan para jamaah pun senantiasa mewarnai. Sementara itu, mbah Nun juga disuguhkan dengan beberapa persembahan tampilan dari komunitas Tarawangsa Grup Candrajaya dari Kuningan yang menyajikan musik tradisional khas Sunda, yang menampilkan alunan puji-pujian dan ucap syukur kepada Pencipta atas segala karunia yang tersaji di bumi untuk semua makhluk Allah. Ada juga puisi “Antara Tiga Kota” karya Mbah Nun yang dibawakan oleh Ananda Zelda, dan juga persembahan lagu dari Mas Dony Suwung berjudul “Lingkaran Aku Cinta Padamu” dari Sawung Jabo.
Kemesraan ini berlangsung sampai dengan tengah malam tiba. Sebelum acara disudahi terlebih dahulu kita melakukan prosesi potong tumpeng sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt. atas apa yang sudah diberikan. Doa dan harapan kami agar pertemuan malam hari ini membawa rahmat dan keberkahan untuk kami anak-cucu Maiyah.
Setelah acara berakhir, para jamaah meninggalkan acara dengan tertib dan aman. Para penggiat Maiyah Cirrebes sedari awal mulai sampai akhir acara sudah menyiapkan kantong-kantong plastik untuk sampah. Alhamdulillah jamaah Maiyah yang sudah datang ikut melaksanakan kewajiban menjaga kebersihan lingkungan bersama. Kemandirian mengelola sampah merupakan bentuk kedaulatan yang sering disampaikan dalam forum majelis ilmu Maiyah Cirrebes.
Terimakasih Mbah Nun, terimakasih semesta yang selalu memberikan kejutan tak terduga sehingga beribu dan berjuta rasa kerinduan tercurahkan malam ini.
(Redaksi Cirrebes)