AMANU LALU ‘AMILUSH-SHALIHATI

Silatnas Maiyah 2022 tuntas digelar pada Ahad, 11 Desember 2022 di Rumah Maiyah, Jl. Barokah Kadipiro Yogyakarta. Perwakilan simpul dari berbagai kota dan daerah hadir pada gelaran itu. Omah Padhangmbulan Mentoro Sumobito turut hadir dan ajur ajer bersama teman-teman simpul.

Pukul 04.00 WIB ketika Yogya beringsut menyambut subuh, saya bersama teman-teman simpul Paseban Majapahit tiba di Rumah Maiyah. Mobil diparkir di sisi utara. Kami menuju masjid Ibrahim untuk subuhan lalu glendangan sejenak dua jenak di teras.

Bertemu sedulur Maiyah sungguh menggembirakan. Ikatan persaudaraan terasa tulus dan polos. Acara bertajuk Silatnas Maiyah 2022 juga menjadi ajang temu kangen sekaligus silaturahmi antarpenggiat simpul.

Silaturahmi tersusun dari dua kata: “silah” dan “rahmi”. Silah artinya persambungan. Rahmi yang terdiri dari tiga huruf: ra, ha, mim, menurut Ibnu Faris, artinya kelembutan hati, belas kasih, dan kehalusan. 

Akar kata yang tersusun dari huruf ra, ha, mim melahirkan ra-hi-ma, yang memiliki arti ikatan darah, persaudaraan, atau hubungan kerabat. Ikatan darah tidak selalu berarti ikatan secara biologis. Berjuang sampai darah penghabisan tidak berarti darah mengalir sampai benar-benar habis dan kering. Darah dapat dimaknai harga diri, martabat, atau aliran nilai yang menopang kehidupan. 

Silaturahmi, dengan demikian, merupakan persambungan kasih sayang yang saling menjaga dan melindungi martabat serta harga diri kemanusiaan. Subjek utama pemberi rahmah adalah Allah Swt. Kita dipinjami kasih sayang-Nya.

Kasih sayang itu masuk alam nilai. Rohaniah. Ia tidak dapat diindra namun dirasakan kehadirannya. Teknologi yang canggih dan otak yang super cerdas akan mengalami kebuntuan untuk mengubahnya menjadi seonggok jasad. Nilai rohaniah tidak memerlukan proses pen-jasad-an. Yang dibutuhkan adalah bagaimana menyalurkan kasih sayang itu. Menyalurkan kasih sayang tidak berarti menjasadkan rohani. 

Yang batin dan yang dhahir diletakkan sekaligus diperlakukan sesuai maqamat peran dan fungsinya. Yang jasmani bergerak sebagai jasad. Yang rohani mengaliri nilai-nilai kesadaran.

Dari Amanu Menjadi ‘Amilush-shalihati

Silatnas Maiyah 2022 tidak dalam rangka memadatkan nilai, tetapi menjadi wadah atau saluran bagi persambungan kasih sayang. Wadah berbagi kasih sayang banyak sekali bentuk dan aplikasinya. 

Kiai Tohar memberikan contoh konkret gerakan atau kegiatan yang mengalirkan kasih sayang. “Tidak hanya terbatas pada pengajian bertema surga dan neraka saja,” tegasnya. Membuat bank sampah, mengedukasi anak-anak agar selektif memilih jajanan, serta bermacam-macam kegiatan berbasis manfaat lainnya, semua itu juga termasuk Maiyahan.

Selain istikomah rutin sinau bareng, teman-teman penggiat Simpul yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan, ekonomi, pertanian menunjukkan adanya aliran nilai kasih sayang itu.

Dalam berbagai kesempatan Mbah Nun mengingatkan perlunya internalisasi nilai-nilai Maiyah sebagai cara pandang. Malam penutupan Silatnas, hadir bersama Manu J. Widyaseputra dan beberapa sahabat yang lain, Mbah Nun kembali menegaskan, “Maiyah adalah cara Anda berpikir dan memandang dunia.” 

Saya mencatat Silatnas Maiyah 2022 tengah meneguhkan proses paradigmatis—cara berpikir dan memandang dunia—menuju gerakan transformatif. Nilai-nilai yang tengah bersemayam dalam kesadaran individual ditransformasi menuju kemaslahatan sosial. Dari amanu (iman) bergerak ke luar menjadi ‘amilush-shalihati (amal shalih) (Q.S. Al-Ashr: 1-3).

Tahapan ini lumrah dan tidak perlu digagah-gagahkan. Bukankah proses ini sudah dan akan berlangsung dalam kesadaran individual jamaah Maiyah? Bukankah yang dilakukan teman-teman Majelis Gugur Gunung, Lumbung Bailorah, Paseban Majapahit dan simpul-simpul lainnya adalah menyalurkan kasih sayang bagi kehidupan sosial?

Sesaat setelah diperjalankan terbesit juga pertanyaan: akan ke mana kita berjalan? 

Bangunan berpikir khas Maiyah (paradigma) akan memberikan kerangka bagi gerakan empiris (transformasi) sosial, pendidikan, ekonomi atau bidang kehidupan yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan pragmatis masyarakat.

Komitmen tersebut terasa menantang sekaligus mendesak ketika masyarakat Islam masa kini masih terkungkung (atau sengaja dikurung) oleh kampanye kebutuhan memahami Islam—bukan menerapkan ajaran-ajaran sosial yang dikandung dalam teks Al-Qur’an.

Silatnas Maiyah 2022 telah menanam bibit kesadaran tentang betapa mendesak aktualisasi iman dan amal shalih. Bibit itu mari dirawat bersama.

Jagalan, 12 Desember 2022

Lihat juga

Back to top button