SINAU BARENG MEMAHAMI ROKOK ILEGAL PADA KONTEKS MAKRO DAN LEBIH LUAS
(Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng, Sosialisasi Menyangkut Rokok Ilegal, SATPOL PP Kabupaten Mojokerto, Stadion Gajah Mada Mojosari Mojokerto, 26 November 2022)
Dalam rangka sosialisasi menyangkut rokok ilegal, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Mojokerto menyelenggarakan Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng pada 26 November 2022 bertempat di Stadion Gajah Mada Mojosari Mojokerto Jawa Timur.
Kepada semua hadirin termasuk anak-cucu Jamaah Maiyah, dengan metode bertanya dan ngobrol akrab, terlebih dahulu Mbah Nun memberikan landasan tentang mengapa kita perlu Sinau Bareng, apa yang harus kita sinauni, apa yang harus di-sinauni bupati, polisi, TNI, dan Kiai, dan lain-lain, yang pada intinya semua diajak menyadari bahwa Sinau Bareng atau belajar bersama dibutuhkan agar kita memiliki banyak view atau sudut pandang serta agar kita punya pengetahuan dan ilmu yang lengkap, yang harus diorientasikan untuk menjadikan diri kita lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih mulia.
Bu Bupati Ikfina Fahmawati yang selalu hadir dalam Sinau Bareng di beberapa tempat di Mojokerto, dan punya impresi khusus tentang Maiyah yang menurut beliau sangat raket pasedulurannya dan giat menyebarkan kemesraan, menyampaikan bahwa sosialisasi ini merupakan bagian dari kegiatan penegakan hukum terkait pemberantasan rokok ilegal. Pesan beliau, kalau beli rokok hendaknya beli rokok yang legal.
Mbah Nun menggulirkan alur Sinau Bareng dengan kemudian meminta dipaparkan apa dan bagaimana yang dimaksud dengan rokok ilegal. Pak Gatot dari Kantor Bea Cukai Sidoarjo menerangkan rokok ilegal memiliki ciri rokok tersebut adalah rokok polos, dalam arti tidak didaftarkan kepada pemerintah. Rokok ilegal ditandai oleh tidak adanya pita cukai pada bungkusnya, atau ada tetapi palsu dan atau bekas, atau salah pitanya (misal, mestinya untuk isi 20 tetapi untuk isi 16), atau salah peruntukan (seharusnya pita untuk rokok A dipakai untuk pabrik rokok B).
Peredaran rokok ilegal perlu dicegah, seperti dikatakan Pak Gatot, dikarena sebenarnya ada penerimaan negara dari rokok tersebut melalui cukai, dan penerimaan ini akan dikembalikan ke Daerah dalam bentuk dana bagi hasil (DBHCHT) yang akan digunakan untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan masyarakat, kesejahteraan masyarakat (misal dalam bentuk BLT), pembinaan sosial, dan kegiatan keagamaan.
Jadi, titik ilegaliltasnya terletak pada produksi dan penjualan rokok yang tidak didaftarkan kepada pemerintah melalui cukai sehingga merugikan pemasukan negara. Bagaimana jika membikin rokok dan dirokok sendiri, seperti Mbah Geol dalam Dramatic Reading berjudul “Tembakau Membunuhmu” malam itu meng-ambus-ambus rokok lintingannya sendiri? Pak Gatot menjelaskan rokok yang dibikin sendiri dan dirokok-rokok sendiri maka hal itu tidak apa-apa, tidak melanggar hukum.
Baca: Tembakau Membunuhmu
Mbah Nun bertanya mengapa sampai ada yang memproduksi dan menjual rokok ilegal, dan apakah mereka tahu tentang larangan itu. Pak Gatot merespons, bahwa umumnya mereka tahu, tetapi karena mungkin pasarnya ada dan besar, lalu mereka bikin rokok ilegal tersebut. Tentang kemungkinan ini, kemudian Mbah Nun mengatakan jika demikian berarti kasusnya adalah kerakusan atau keserakahan. Apakah ada kemungkinan lain, misal seperti yang dinyatakan oleh salah seorang jamaah, seperti tingginya pajak atau cukai rokok sehingga industri kecil rokok tidak sanggup membayar?
Pak Gatot merespons perihal cukai atau pajak yang sangat tinggi, seperti juga dikatakan Mbah Geol dalam Dramatic Reading, bahwa memang dilematis posisinya. Pemerintah kiranya sudah mempertimbangkan matang-matang bersama DPR dan lain-lain tentang besaran cukai rokok ini. Pak Eddi Taufiq, kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, turut menambahkan, cukai yang tinggi tadi dimaksudkan untuk keseimbangan serta dimaksudkan untuk turut menekan agar orang tidak merokok dengan pertimbangan kesehatan. Sementara, jika perusahaan rokok harus ditutup, hal ini menurut Pak Eddi Taufiq juga dilematis, karena di belakang pabrik rokok terdapat petani tembakau serta buruh/karyawan pabrik rokok yang sangat banyak.
Dari sini, Mbah Nun mengajak jamaah melihat secara lebih jernih dan jangkep soal rokok ilegal dan lebih luasnya soal rokok dalam beberapa dimensi terkaitnya. Yang pertama, menurut Mbah Nun, jika ditarik secara lebih makro, apa yang disampaikan Pak Gatot dan Pak Eddi tadi merupakan gambaran bahwa itu semua terjadi karena Indonesia mengikuti mainstream dunia dan kurang mandiri. Mbah Nun juga menjelaskan kepada jamaah bahwa kita juga perlu memahami bahwa Pak Gatot pun tidak pada posisi pengambil kebijakan terkait rokok ilegal ini.
Kedua, Mbah Nun mengatakan banyak hal yang beliau tidak setuju dengan pemerintah tetapi beliau tidak berontak, dan dalam hal rokok pun, beliau tidak mengatakan bahwa rokok itu baik, tidak pula menganjurkan orang untuk merokok, tetapi beliau menyatakan bahwa beliau punya pengalaman sendiri mengenai rokok, dalam hal ini tentang tubuh yang membutuhkan pengasapan lewat rokok, seperti disampaikan dalam dramatic reading. Ini pun beliau memberi catatan bahwa jamaah tidak harus meniru atau mencontoh beliau, atau kalaupun harus meniru sebaiknya pada asal-usulnya.
Ketiga, berkaitan dengan tembakau, beliau melontarkan saran bahwa barangkali dibutuhkan penelitian menyangkut kemungkinan untuk memproduksi sesuatu dari tembakau selain sebagai rokok. Asumsi Mbah Nun adalah adanya penegasan Allah bahwa kita dituntun untuk menemukan pada semua ciptaan Allah bahwa tidak sia-sia Allah dalam menciptakan segala sesuatu tersebut. Jika rokok dianggap tidak menyehatkan dan “membunuhmu”, maka berarti diperlukan upaya untuk mencari bentuk manfaat tembakau yang tidak berupa rokok.
Keempat, terkait pabrik rokok ilegal, Mbah Nun menyarankan agar pihak bea cukai menyapa dan berkomunikasi dengan mereka dengan baik dan bijaksana, dan bila mereka tidak kooperatif, baru dilakukan tindakan. Jika perlu dilakukan penelitian secara sungguh-sungguh untuk mempelajari seperti apa motivasi dan keadaan mereka. Jika ada yang melakukan bikin rokok ilegal karena terpaksa, sebaiknya pendekatan pertamanya bukan hukum atau kekuasaan, melainkan kebijaksanaan dan kearifan.
Kelima, kepada masyarakat dan jamaah, Mbah Nun juga mengatakan, “Anda pun tak perlu bikin rokok ilegal. Cari pekerjaan lain, dan tak perlu cemas akan rezeki Allah. Ojo wedi mlarat. (Jangan takut miskin),” kata Mbah Nun seraya menerangkan janji Allah tentang rezeki bagi manusia dalam QS. At-Thalaq ayat 2 dan 3 serta QS. Hud ayat 6.
***
Demikianlah dalam Sinau Bareng malam itu, Mbah Nun memandu dan membantu menempatkan sosialisasi menyangkut rokok ilegal sebagai bentuk usaha preventif peredaran rokok ilegal dengan memberikan perspektif yang lebih luas dan makro, agar satu soal, seperti rokok ilegal ini, dapat dipelajari dengan pendekatan yang lebih lengkap. Salah satu yang pokok dalam pendekatan beliau adalah falsafah hukum bahwa pendekatan hukum itu paling bawah, sebab di atas hukum masih ada langit akhlak (kebijaksanaan) dan taqwa (cinta).
Seluruh perjalanan Sinau Bareng malam itu pun dikawal dengan atmosfer do’a dan lantunan shalawat-shalawat bersama KiaiKanjeng yang dijadikan alas sikap dan kondisi batin, sehingga hati pun menjadi luas dalam menerima ilmu dan menyimak pembahasan-pembahasan. Di antara shalawat yang dibaca paling awal adalah shalawat Asghil yang berisi permohonan kepada Allah agar orang-orang dhalim disibukkan dengan sesama orang dholim dan kita dikeluarkan oleh Allah dari orang-orang dholim itu dalam keadaan selamat.
Di atas panggung, selain Bupati Ikfina Fahmawati, Pak Gatot, Pak Eddi Taufiq, juga turut mendampingi Mbah Nun adalah bapak-bapak dari Koramil Mojosari, Kapolsek Mojosari, Polres Mojokerto, Camat Mojosari, Wakil Ketua DPRD Mojokerto, Kepala Desa Jotangan Mojosari, dan lain-lain yang semuanya mengikuti Sinau Bareng dengan baik hingga selesainya acara. Beliau-beliau ikut merasakan atmosfer Sinau Bareng yang khidmat, akrab, gembira, mesra, tetapi juga menep dan jangkep dalam mempelajari tema yang dibahas pada malam itu.