LINGSEM
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Suluk Surakartan Surakarta Edisi Desember 2024)
Manusia memiliki sesuatu yang sangat halus, lembut, dan sering kali tak kasat mata, sesuatu itu sering disebut “martabat”. Hal ini tidak selalu terucap, tetapi kehadirannya sangat terasa. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Setiap Muslim dengan Muslim yang lain itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya” (HR. Muslim). Pesan ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan hubungan antarmanusia. Kehormatan adalah jembatan yang menghubungkan hati, bahkan ketika jalan pikirannya berbeda.
Namun, ada saat di mana jembatan itu runtuh. Seperti dibeberapa situasi dan kondisi yang terjadi dalam negeri kita. Ketika kritik berubah menjadi penghinaan personal, ketika ketidaksetujuan disuarakan dengan merendahkan harga diri seseorang, maka masalahnya tidak lagi sekadar benar atau salah. Dalam kondisi seperti ini, yang terganggu mungkin saja bukan hanya pikiran yang dikritik, tetapi juga martabatnya.
Dalam esai Mbah Nun berjudul “Lingsem dan Bangkai” dan beberapa sumber vidio. Mbah Nun menerangkan ada kondisi psikologis yang dalam kazanah Jawa disebut lingsem, yang secara singkat dapat dipahami sebagai perasaan malu atau wirang, yang datang ketika harga diri dirusak. Seperti luka batin yang tidak tampak, tetapi mengubah cara seseorang memandang dirinya sendiri dan orang lain.
Kondisi ini bisa membuat seorang pemimpin yang sadar akan kesalahannya tetap bertahan pada keputusan yang salah, bukan karena ia tidak tahu atau merasa benar, tetapi karena merasa martabatnya telah dilukai oleh perlakuan-perlakuan di luar dirinya. Bukan soal lemah atau kuat, hal ini seperti mekanisme manusiawi. Ketika harga diri terluka, bahkan oleh kritik yang benar sekalipun, manusia lebih sering membangun dinding daripada membuka pintu. Maka, kritik yang semestinya menjadi jembatan menuju perubahan justru menjadi penghalang.
Mbah Nun dalam esai mengkutip Surat An-Nahl ayat 125 :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan perlakuan yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Lalu bagaimana kita belajar tentang melakukan keseimbangan sikap dalam menghadapi situasi dan kondisi ini?. Mari kita melingkar bersama, sinau bareng dalam Forum Maiyah Suluk Surakartan edisi Desember 2024 kali ini.
(Redaksi Suluk Surakartan)