PREPARA(C)TION

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Poci Maiyah Tegal Edisi November 2024)

 

Tidak ada musibah yang tak memaksa manusia untuk mengubah hidupnya. Entah cara berpikirnya, perilakunya, disiplin hidupnya, sistem kepercayaannya, dan hal-hal lain dalam hidupnya. Idealnya begitu, meski banyak juga manusia yang sekalipun berkali-kali musibah didatangkan, mereka tetap dengan karakter lamanya. Selain itu memang sunatullah, pasti ada, juga ini tentang keseimbangan. Apa tugas manusia baik, jika bukan untuk terus mengajak kebaikan? Dan apa fungsi ampunan Tuhan, jika manusia tak punya jalan untuk berbuat keburukan? Tuhan memberikan jalan keburukan, dan merahmati orang yang berbuat kebaikan. Tiap saat kutub bumi bisa berubah, yang dengan itu akan berubah pula kondisi alamnya, atau diiringi dengan bencana. Manusia memang seringkali telat paham, bahkan hanya untuk berubah, Tuhan harus mendatangkan musibah. Pun setelah musibah, masih saja mereka berbangga dengan kebodohan yang mereka lakukan. Musibah yang sebenarnya bisa jadi bukan bencana, bukan pandemi, bukan virus, melainkan kebodohan, kemerosotan moral, dan lupa-nya manusia bahwa Tuhan itu masih dan akan selalu ada.

Sebenarnya, tidak harus menunggu musibah, atau bahkan – katakanlah, azab, agar manusia berubah. Bagi mereka yang sadar, sekedar isyarat saja sudah cukup untuk memahami saatnya memperbaiki diri, mempersiapkan diri.

Kisah bencana besar dalam sejarah, sebenarnya adalah simbol, tanda, ayat, bahwa manusia merupakan bagian yang menyatu dengan alam. Di dalam sains, para ilmuwan sepakat bahwa hukum umpan balik adalah realitas alam itu sendiri. Hukum umpan balik ini ibarat nahkoda yang menyeimbangkan kembali kapal yang oleng ke kiri atau ke kanan agar kembali stabil. Jika manusia tak mau mempersiapkan diri, memperbaiki diri, maka alam akan merespon umpan tersebut. Dan yang akan diselamatkan adalah orang-orang yang selalu menjaga keimanannya, seperti para pengikut nabi-nabi jaman dahulu yang diselamatkan dari bencana besar.

Hukum umpan balik ini, disimbolkan dengan teknologi, dari yang paling sederhana, yaitu mesin jam, yang sekali jadi ia akan berjalan sendiri. Teknologi mesin uap yang mengembalikan kestabilan secara semi otomatis. Dan nantinya adalah robot atau mesin-mesin AI (kecerdasan buatan) yang bisa mendeteksi kerusakan dirinya sendiri, lalu memperbaiki dirinya sendiri. Mirip mekanisme homeostasis dalam tubuh manusia. Saat kulit terluka, dengan sendirinya sel-sel kulit akan memperbaiki diri.

Idealnya, umat zaman ini adalah umat paling cerdas. Selain masih adanya Qur’an, sumber semua ilmu, juga dengan ditemukannya teknologi AI dan kuantum. Di sisi lain, ada ancaman besar jika manusia tidak mempersiapkan diri, kaitannya dengan teknologi AI dan komputasi kuantum.

Kita, umat manusia sedang terancam dengan dehumanisasi dan ‘intimidasi’ sistem komputer dan internet. Manusia semakin kehilangan nilai-nilai dan buta konteks, seperti komputer yang tak akan pernah mampu memahami emosi dan kesadaran. Betapa sering kita menggunakan bahasa komputer yang sebenarnya tanpa nilai dan hanya terkesan objektif. Bahasa-bahasa seperti : login, aplikasi, sistem, software, modul, hibernasi, koneksi, auto-pilot, yang mulai menggeser bahasa budaya manusia.

Kita menganggap bahwa informasi adalah segalanya. Informasi disajikan sebagai dasar berpikir, sedangkan dalam kenyataannya, pikiran manusia berpikir dengan ide, bukan dengan informasi. Sebab informasi tidak menciptakan ide, sebaliknya, ide akan menciptakan informasi. Ide adalah pola integrasi yang tidak berasal dari informasi tapi dari pengalaman. Dalam model kognisi komputer, pengetahuan dilihat bebas dari konteks dan nilai, berdasarkan data abstrak. Tapi semua pengetahuan yang bermakna adalah pengetahuan kontekstual, dan sebagian besar bersifat diam-diam, berdasarkan pengalaman. Demikian pula, bahasa komputer dilihat sebagai saluran untuk mengkomunikasikan informasi “objektif”. Pada kenyataannya, bahasa bersifat metaforis, menyampaikan makna tertentu sesuai budaya komunitas tertentu pula.

Jika manusia tidak menyiapkan diri dari “serangan” komputerisasi, maka bahkan sebelum robot-robot AI bertebaran, manusia sudah musnah sejak dari jiwanya.

Yuk, kita kaji bersama.

(Redaksi Poci Maiyah/Abdullah Farid)

Lihat juga

Back to top button