CAHAYA DI BALIK BA’DIYAH

Pada Jumat malam, 29 November 2024, Tepas Literasi Kota Banjar kembali menjadi saksi perjalanan spiritual dalam gelaran Panglawungan Rasa edisi ke-16. Acara yang mengusung tema Ba’diyah—yang berarti “setelahnya”—menghadirkan momen reflektif yang mendalam bagi para pegiat Majelis Maiyah.

Acara dimulai dengan lantunan lagu oleh grup hadroh Sakola Motekar, yang membawakan puji-pujian penuh cinta untuk Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Suara rebana yang harmonis dan irama yang menenangkan segera menyelimuti suasana. Lantunan grup hadroh membawa peserta dalam kedamaian. Hadir pula Kepala Kemenag Kota Banjar, H. Ahmad Fikri Firdaus, SE, MM dan para pegiat Majelis Maiyah Nujuhlikuran, Ciamis.

Sesi tawashshulan menjadi langkah pertama dalam perjalanan spiritual malam itu. Dalam keheningan doa, para peserta merasa seolah terhubung dengan Sang Pencipta.

Fikri, sapaan akrab kepala Kemenag Kota Banjar, mengingatkan para pegiat untuk kembali pada asal kita, menanamkan cinta yang kadang terkikis oleh dunia. “Doa yang dilantunkan semoga membuka jalan untuk menyambut cahaya yang lebih besar dalam kehidupan,” ujarnya.

Setelah tawashshulan, grup hadroh Nujuhlikuran melanjutkan acara dengan lantunan solawat yang menggetarkan. Solawatan bukan hanya sekadar nyanyian, tetapi juga bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kedamaian bagi hati setiap peserta. Menurut Bah Asmul, salah satu inisiator Panglawungan Rasa, suasana malam itu seolah menjadi ruang pertukaran pengetahuan dan pengalaman sekaligus menjadi ruang pemulihan. “Setelah kita bersaing dalam politik, waktunya kita menyatukan hati,” kata Bah Asmul. Ia mengingatkan pentingnya bertemu, saling memahami, dan kemudian berkolaborasi.

Lihat juga

*Ba’diyah: Apa Setelah Hari Ini?*

Puncak acara adalah sesi sinau bareng yang membahas tema Ba’diyah. Diskusi ini mengajak setiap orang untuk merenung. “Apa setelah hari ini? Setiap akhir adalah undangan untuk memulai lagi. Kita harus menjadi pribadi yang lebih baik setelah pertemuan ini,” kata Iin Solihin, salah seorang inisiator PR.

Pada akhir sesi Bah Asmul menutup diskusi dengan membacakan puisi berjudul “ba’diyah”. Puisi ini menceritakan bahwa perjalanan hidup bukan tentang mencapai puncak, tetapi bagaimana kita berdamai dengan yang ba’diyah, dan berani memulai lagi. “Setiap akhir adalah awal yang baru dan itu selalu mengandung cahaya,” pungkas Bah Asmul.

(Redaksi Panglawungan Rasa)

Lihat juga

Back to top button