MARJA’ MAIYAH MAHAMANIKAM MALAM ITU
Bulan Juli ini simpul Maiyah Mahamanikam Kaltim seperti mendapat durian runtuh. Sebuah pesan singkat whatsapp saya terima berbunyi: ’’Salam Dok. Insya Allah Saya mau datang tanggal 8 Juli’’. Cak Zakki akan datang ke Sangatta! Wowww tentu ini “sangat sesuatu” buat kami jamaah Maiyah di Kalimantan Timur ini. Sosok dalam ring satu Kadipiro, adik kandung dan “kekasihnya” Mbah Nun tandang ke kabupaten kami yang jauuuuh dari peradaban. Tidak semua simpul mendapat kehormatan dapat dikunjungi Cak Zakki.
Saya langsung meneruskan pesan Cak Zakki, ke teman-teman yang ada di seputaran Samarinda, Bontang, dan Sangatta. Dengan antusiasme yang besar, simpul Mahamanikam Samarinda segera menyiapkan rombongannya menuju sangatta, selama 4 jam menempuh jarak 180 km lewat darat.
***
Rombongan Samarinda tiba pagi hari, 12 jam sebelum pertemuan Maiyahan digelar. Untuk mengisi kekosongan waktu, beberapa anggota Maiyah pergi memancing di danau Folder persis di depan lokasi acara. Hanya dalam 3 jam, secara ajaib Mas Doni mendapat 1 ekor ikan patin “raksasa” berbobot 8 kg dan Mas Yai Panji juga mendapat ikan Patin 2 kg. Hasil pancingan ini sempat menghebohkan masyarakat sekitar danau. Konon sangat jarang kasus orang selama ini memancing di danau itu mendapat hasil ikan sebesar itu. Warga yang memfilmkannya mengupload ke Instagram- lalu viral! Hmmm mungkinkah ini berkah Maiyah (?).
(videonya dapat dilihat di https://www.instagram.com/reel/C9KNGFfyt3Z/?igsh=MTZqYXIwOHhkeWJ5NA==).
Setiba di Sangatta, saya menemani atau lebih tepatnya diajak Cak Zakki ke kecamatan Kaliorang bertemu perangkat desa dan warga desa Selangkau menyaksikan episode terakhir pertemuan pengembangan budidaya unggulan pisang Grecek di desa tersebut.
Saya kaget dan ikut bersyukur, bahwa nun jauuuh di pelosok desa 380 km dari ibukota Nusantara, UMKM ibu-ibu desa Selangkau telah menembus pasar Eropa (ekspor ke Finlandia) dengan produk kripik pisang Greceknya. Hasil kerja Ibu-Ibu di desa Selangkau bagai oase yang menyejukkan, di tengah masifnya berita-berita negatif yang menyesakkan dada (seperti judi online, pinjol, bocornya data pusat data nasional, hutang LN tembus 8000 T, dsb…).
Saya spontan teringat judul buku Mbah Nun, “Indonesia bagian dari desa saya” karena dengan melihat Indonesia dari level desa, khususnya melihat geliat ekonomi kerakyatan dan kebersamaan warga desa, kecamatan hingga kabupaten, rasanya kita masih tetap menyimpan optimisme besar melihat masa depan negeri ini. Cak Zakki dan team dari Malang dan Yogya ikut berkontribusi mengisi rangkaian acara, berkait peningkatan produksi pisang tersebut. Saya sebagai oknum yang ketlingsut menumpang acara dengan sangat menikmati dialog menarik yang berlangsung antara warga dengan pemimpinnya sepanjang acara berlangsung. Dan salah satu kejutan datang dari salah satu pengakuan kepala desa yang mendatangi Cak Zakki sambil mengatakan, saya juga orang Maiyah Cak!
Sepanjang perjalanan pergi dan pulang sejak pagi hingga petang, saya menyimak dan menikmati satu dua kisah otentisitas kehidupan Mbah Nun di masa lalu yang diceritakan oleh Cak Zakki. Sambil menyaksikan rute perjalanan darat trans Kaltim dari ibukota Kabupaten Sangatta hingga kecamatan Kaliorang yang berute “roller coaster”, lanscape hutan sekunder beserta hamparan kekayaan alamnya yang tampak telanjang melimpah ruah, Cak Zakki mensyukuri (sekaligus meratapi) kekayaan SDA kaltim yang rasanya belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemashalahatan masyarakat seperti yang teramanatkan di UUD 1945.
Acara Maiyahan di Sangata baru dapat berlangsung ba’da Isya. Keberadaan Cak Zakki tentu tidak disia-siakan teman-teman Maiyah Mahamanikam Kaltim. Selama ini kebanyakan (atau malah semua jamaah disini) hanya bermaiyahan secara online via youtube. Satu-satunya event bermaiyahan secara langsung bersama Mbah Nun adalah saat beliau diundang KSOP Pelabuhan Samarinda tanggal 28 Oktober 2018.
Nama simpul Mahamanikam ketika itu adalah oleh-oleh pemberian Mbah Nun sendiri. Buat jamaah Maiyah simpul Kaltim, dapat mengikuti Maiyahan inti (apakah di Padhang Mbulan, Mocopat Syafaat atau Kenduri Cinta) merupakan sebuah kemewahan. Simpul Mahamanikam selama ini menyimpan kerinduan mendalam buat bertemu mbah Nun, KiaiKanjeng dan sosok-sosok di lingkaran inti Maiyah. Dan pengharapan itu terjawab sudah dengan kehadiran Cak Zakki. Malam itu, Cak Zakki menjadi marja’ utama kami.
Sudah tentu pertanyaan pertama yang dilayangkan anak-anak Maiyah adalah ikhwal kabar Mbah mereka. Cak Zakki memberi informasi singkat dan padat, bahwa kondisi kesehatan mbah Nun dalam keadaan stabil bahkan trend dalam seminggu terakhir ini menunjukkan ke arah yang lebih baik lagi. Alhamdulillah, sama-sama kita selalu mendoakan Mbah Nun dapat segera beraktivitas dan tentunya berkumpul kembali membersamai kita semua dalam acara-acara Maiyahan. Kita semua sama, kangen pada Beliau.
Acara dibuka dengan mengawali satu nomor lagu “Hasbunallah wa nikmal wakil”, yang dipimpin oleh vokal Mas Yai Panji diiringi gitaris BanAE Mas Rian. Suasana magis rasanya hadir setiap kali mendengar nomor-nomor tembang seperti “Hasbunallah wa nikmal wakil dan Shohibu bayti”. Seolah-olah kita berada di dimensi lain saat hanyut mendengar nomer tersebut.
Saya menyempatkan bertanya pada Cak Zakki, bagaimana proses kreatif terbuatnya nomor-nomor tersebut? Hasbunallah wanikmal wakil (juga nomer Sholawatun Nur), kata Cak Zakki, dikerjakan kolaborasi bersama KiaiKanjeng dengan beberapa pengulangan. Berbeda halnya dengan Shohibu bayti, Mbah Nun minta waktu beberapa menit masuk ke kamarnya lalu serta merta saja lirik syair Shohibu bayti serta iramanya tersedia dan didendangkan.
Hal yang mirip dengan itu, pada kasus memproduksi Album “Allah merasa heran” tahun 2000. Cak Zakki sendiri menyaksikan bagaimana Mbah Nun rekaman secara langsung seluruh lirik yang diadaptasi dari kompilasi hadits-hadits Qudsi beserta lantunan iramanya secara spontan tanpa edit dan revisi sama sekali. Bagaimana mungkin proses pembuatan karya-karya berkualitas seperti itu bisa terjadi secara instan? Masih misteri saya rasa.
Melengkapi acara pembukaan, saya juga meminta simpul Samarinda beserta group musik BenAE-nya membawa karya nomornya sendiri berjudul “SolBont” (Sholawat Bontang), yang bolehlah tak kalah magisnya kalau disimak.
Mas Suhartono alias Cak Ton penggiat Mahamanikam mengawali diskusi dengan bertanya soal apakah Maiyah itu sebaiknya mengambil bentuk organisasi atau organisme saja? Apakah bila mengambil wujud organisasi akan lebih berisiko untuk terjadi benturan-benturan? Perlukah sebentuk struktur pada Maiyah agar “perahu” Maiyah punya arah akan dibawa kemana kelak? Selama ini terdengar ada simpul yang membentuk kelompok seperti ‘Gerbang’ misalnya, yang mengambil wujud yang memadat. Cak Zakki tampaknya memberi keleluasaan pada jamaah Maiyah dalam menanggapi hal itu. Selama ini maiyah dipahami sebagai ruang yang memiliki kapasitas menampung berbagai ekspresi para pejalan yang mengikutinya. Yang kami tangkap dari obrolan tersebut, Maiyah setidaknya memiliki unsur rangka, sehingga juga memiliki tampilan.
Saya tergelitik untuk mengambil metafor pada tubuh manusia dalam rembuk diskusi bab ini. Manusia jelas memiliki wujud karena memiliki rangka. Namun rangka yang terbangun dari tulang belulang itu secara anatomi tersembunyi jauh di lapisan terdalam. Rangka dalam sebuah struktur lazimnya tersembunyi seperti fondasi dalam sebuah gedung bangunan. Namun meskipun manusia itu secara anatomi tampak memadat pada hakikatnya, manusia bukanlah seperti patung bisu melainkan lebih mirip sungai yang mengalir. Kita semua tentu tahu bahwa setiap kali kita menyentuhkan tangan kita ke aliran sungai sebenarnya kita selalu menyentuhkan substansi ke air yang berbeda.
Tubuh manusia pada dasarnya sangat plastis dan sangat dinamis. Ada mekanisme bongkar pasang, ada peristiwa pertukaran elemen yang sangat cepat, ada kejadian potong-tempel, ada aktivitas mengikat-melepas zat, ada sinyal elektrik nyala padam, ada pengaktifan-penghambatan, ada interaksi model komunikasi berantai, ada promosi atau mutasi, ada yang membesar dan menciut, juga ada kelahiran dan kematian sel setiap detiknya dalam seluruh sel-sel didalam tubuh manusia. Sehingga diandaikan, bila tubuh kita ini tidak sekompleks aslinya yakni hanya terdiri dari 4 atom saja (Carbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen) maka seperti awan setiap menitnya kita akan selalu berubah wujud. Tulang yang terlihat padat sekalipun, dalam setiap detiknya sesungguhjya terjadi mekanisme bongkar pasang sebagai bagian peristiwa regenerasi rutin. Diri biologis kita yang sekarang sesungguhnya bukan diri kita yang 8 bulan berlalu.
Kembali ke terminologi Maiyah, Mbah Nun pernah menjelaskan bahwa sejatinya Maiyah merupakan dinamika tafsir tanpa ujung, tak terlalu penting untuk didefinisikan secara baku. Setiap orang sesuai dengan kecenderungannya bebas berkreasi asal outputnya kemanfaatan dan kedamaiaan. “Damai” adalah kata kunci yang disampaikan Cak Zakki tentang mau dibawa kemana perahu bermaiyah ini berlabuh.
Sebagai wujud organisma, kebun-kebun Maiyah sudah hidup alami ibarat pepohonan akarnya sudah menghujam ke tanah batangnya menjulang ke langit bahkan sudah mulai “berbuah”. Setahunan ini, walau tanpa kehadiran Mbah Nun secara langsung, Maiyah tetap berjalan. Terselenggaranya Maiyah lebih dari dua dekade hingga kini bukan hanya menjadi wadah majelis ilmu saja, namun telah berkembang membentuk sebuah jaringan solidaritas antar jamaah Maiyah secara alami. Mekanisme organisma hidup tumbuh natural dalam bingkai “sepenggal organisasi”.
Cak Zakki sempat bercerita, bahwa suatu ketika ada anggota Maiyah di suatu tempat mengontak Beliau karena ia mengaku tengah mengalami kondisi sangat terpuruk memprihatinkan (tidak makan dan tidak punya tempat bernaung), serta merta Beliau menjadi katalisator penghubung buat jamaah Maiyah lainnya yang siap membantu anak Maiyah tersebut.
Sebagaimana lazimnya Maiyahan, acara berlangsung dalam durasi yang panjang hingga tengah malam. Cak Zakki lewat tengah malam masih ada satu agenda lagi karena harus mendatangi undangan dari figur penting di Sangatta ini. Setelah Cak Zakki pamit, sesama anak Mahamanikam masih melanjutkan obrolan ngalor-ngidul dari membahas Novel Dan Brown, Angels and Demons, bincang khayal soal dunia quantum, materi vs anti materi, obrolan tasawuf versi awam hingga larut malam. Diiringi hujan rintik-rintik persis di depan Danau Folder, sambil menikmati ikan patin bakar hasil tangkapan pagi tadi, Maiyahan kali ini kata teman-teman Mahamanikam amat sangat berkesan.
Sangatta 15 Juli 2024
Jamaah Maiyah, sehari-hari adalah dokter spesialis anestesi di RSUD Kudungga Sanggatta.