YA RASULULLAH, TERIMALAH CINTA KAMI

(Catatan Maulid Kanjeng Nabi Muhammad Saw.)

Alhamdulillah, sejak pagi (mungkin karena kami libur produksi) ada banyak waktu berbincang dengan seisi rumah. Dari A sampai L, hingga rencana “jualan” kami ke depan.

Partner ngobrol saya? Tentulah “ibu negara”. Begitulah istilah lazim kami sesama pejalan Maiyah yang sudah berkeluarga ketika menyebut “sigaring nyawa” masing-masing.

Ouh, ya. Ini sudah tanggal 27 Pak. Kok belum ada kabar 27-an? Apa memang tidak ada ya. Mumpung libur kan kita bisa ikut, kata Ibu Negara pada saya.

Yess. Saya juga “ngenteni” kabar je. Atau misalnya nanti belum ada kepastian dimana 27-an, kita ke Kadipiro atau ke Pondok Yai Muzammil aja.

Ada acara juga po Pak?

Lihat juga

Ada. Ini posternya sudah ada kok. (sambil saya perlihatkan status WA teman-teman)

Ke Pondok Kretek wae po Pak?

Ayok. Siap pokmen.

Begitulah sekilas tadi siang sebelum akhirnya malam (saat saya menulis catatan ini) saya dan Ibu Negara alhamdulillah bisa berada di Ndalem Rohmatul Umam, Kretek Bantul.

Mohon maaf, mohon izin, jika mungkin tulisan berikutnya tidak masuk kategori reportase. Ngapunten, memang catatan yang tertuang begitu saja.

Ada dua hal yang “memusingkan” saya. Dua lesatan bahan berpikir yang menurut saya penting untuk saya bagi ke Anda.

Ummi Riva, pengasuh Ponpes Rohmatul Umam, sesudah menyapa hadirin Beliau berkisah saat-saat menjelang Kanjeng Nabi wafat. Bagaimana 4 Malaikat yang turun dari langit ke tujuh tetapi hanya 3 Malaikat yang berdialog dengan Njeng Nabi Muhammad.
Bagaimana kemudian Njeng Nabi menanyakan Sang Malaikat yang tidak turun ke bumi, untuk memastikan ada kabar gembira apa untuk ummat Beliau. Padahal 3 kabar gembira bagi Njeng Nabi Muhammad sudah disampaikan oleh Sang Malaikat. Namun Beliau tidak “memfokusi” berita gembira tersebut.

Mas Gus Udin, membuka Maulid Simtud Duror dengan “suluk” kisah Kanjeng Nabi sejak di dalam kandungan Ibunda Siti Aminah hingga kelahiran Beliau yang penuh rahmat dan kebahagiaan semua makhluk waktu itu.

“Kok begini. Ada kisah yang menurut saya adalah akhir dan awal setiap manusia dihidupkan Allah Swt. di bumi. Saya musti mengambil hikmah apa dari dua kisah tersebut?”, kata batin saya berulang-ulang.

Saya putuskan ambil pelajaran ke dalam diri, mensimulasi pekerjaan rumah apa yang musti saya kerjakan esok. Seberapa banyak saya berpikir bertindak kebaikan untuk orang-orang di luar diri saya, dan seberapa banyak kegembiraan yang dapat saya kreasikan ketika saya sedang berada di suatu tempat. Kenapa bisa begitu?

Saya mengambil “persamaan umpama” dari kelahiran itu kehadiran saya di suatu tempat, dan kematian itu kepergian saya dari suatu tempat yang saya hadiri. Ya, mungkin terlalu sempit. Tetapi begitulah yang saya rasakan.

Jika saya bisa mengkreasi kegembiraan bagi orang-orang di luar diri saya, maka minimal saya belajar memuhammadkan diri saya. Minimal saya berupaya untuk menjalankan apa yang Kanjeng Nabi Muhammad contohkan. Minimal hal tersebut adalah “sak iso-isone” aplikasi cinta saya kepada Beliau, Njeng Nabi Muhammad. Semoga, aamiin.

Ah tapi, diluar apa yang saya pikirkan, jujur saya larut di dalam energi do’a besar “Ya Rasulullah, terimalah cinta kami” yang membubung di Ndalem Rohmatul Umam tempat kami bersama-sama bersholawat. Semoga Beliau mendengar dan Allah Swt. ridla, sehingga berkenan menjadikan kami ini ummat Beliau, aamiin. Wassalam.

Ponpes Rohmatul Umam (Kretek, Bantul), 27 September 2023

Lihat juga

Back to top button