RIDHO ROSUL

(Mukaddimah Majelis Ilmu Poci Maiyah Tegal Edisi Oktober 2023)

Nabi Isa (dalam riwayat lain, Nabi Musa) melewati seorang lelaki pembuat pelana yang sedang berdoa dan berkata di dalam doanya: “Ya Allah, seandainya aku tahu di mana keledai yang Engkau tunggangi maka aku akan membuatkan untuknya sebuah pelana yang dipenuhi oleh batu permata.” Isa menggoyang-goyangkan badan lelaki itu sambil berkata: “Celakalah engkau, memangnya Allah Yang Mahakuasa mempunyai keledai?” Allah berfirman kepada Isa: “Biarkanlah dia, karena dia telah mengagungkan-Ku dengan cara yang paling baik menurutnya.”¹

Rabi’ul Awal adalah bulan bahagia untuk semesta. Sebab di bulan ini lahir manusia yang sangat mulia. Tidak akan pernah ada lagi manusia yang seperti beliau, Muhammad ibnu Abdullah, Rasulullah dan kekasih Allah. Sekelas Abul Qasim Al Junaidi yang menjadi rujukan semua ulama tasawuf berkata : Ketinggian dejarat waliyullah paling tinggi saja ibarat hanya sampai di telapak kaki Rasulullah.

Di bulan Rabi’ul Awal ini juga, sebagian umat muslim Indonesia membacakan kisah perjalanan beliau, baik dari kitabnya Syaikh Yusuf Al Barzanji atau Kitab Maulid Diba’i. Tak usah berdebat itu hukumnya apa, di Maiyah kita sudah tuntas membahas bid’ah syariat dan muamalah. Dan ketika ada yang mengajak diskusi tentang perbedaan itu, katakan saja, jika anda mengajak diskusi saya ikut. Tapi jika anda mengajak berdebat saya pastikan setuju saja dengan semua pendapat anda. Terkadang, tak layak seekor kuda berlomba lari dengan seekor kambing, meski sama-sama berkaki empat.

Jangan berdebat juga siapa yang lebih mulia antara mereka yang merayakan dan membaca kisah Nabi dalam bahasa Arab itu dengan mereka yang tak sempat. Kita baik sangka saja mereka juga sedang melakukan sunnah atau kewajiban yang Nabi syariatkan juga. Ada umat muslim yang merayakan dengan membaca dan bersholawat, ada umat muslim yang merayakan dengan bekerja mencari nafkah, dan ada umat muslim yang merayakan kelahiran Nabi dengan hanya termenung di rumah memikirkan masalah hidup dan sangat sabar menghadapinya. Kita tahu, kesabaran sangat dipuji Nabi. Jadi, sabar yah.

Seperti kisah Nabi Isa di atas. Pujilah Nabi dan Tuhanmu sesuai kemampuanmu tanpa mengganggu banyak orang. Baca Barzanji suara serak-serak banjir pakai toa saja dibolehkan, apalagi hanya rengeng-rengeng dalam kesunyian hidupmu. Keduanya Nabi suka, dan insyaallah ”tersambung” dengan beliau.

Lihat juga

Banyak hal yang Nabi sukai, dan dengan itu tentu saja beliau ridhoi. Nabi suka mendekatkan diri pada Allah, tak harus dengan amalan besar dan serius. Sebab amalan yang terbaik seringkali adalah yang istiqomah, konsisten, meski kecil. Tersenyum pada saudara meski hutang belum dibayar, itu kebaikan. Menyingkirkan kerikil/kayu dari jalanan, itu juga kebaikan. Atau bahkan sekedar menemani anak tidur dan mendongengkan kisah Nabi, itu juga kebaikan. Pada anak saja itu kebaikan, apalagi pada ibu si anak, biasanya itu menjadi prioritas si bapak. Itu jelas kebaikan. Yang ini tidak usah dideskripsikan sepertinya.

Sejumlah sahabat Nabi Muhammad bertanya:

“Wahai Rasulullah, apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (berhubungan badan dengan istrinya) maka mendapat pahala?

Nabi menjawab: “Apa pendapat kalian seandainya dia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika dia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka dia memperoleh pahala.” (HR. Muslim).

Nabi juga suka dengan pemimpin yang adil. Kalau kita pakai redaksi dari Mbah Nun, Nabi mengajarkan 3 hal sebagai kriteria dasar seorang pemimpin : Cerdas Akal, Suci Hati, dan Berani Mental. Dalam kesulitan dia paling terdepan, dan saat kenikmatan datang dia paling terakhir mendapatkan. 

Nabi suka menolong orang, bahkan orang yang sering menghinanya. Amalan-amalan seperti ini adalah amalan paling sulit diikuti. Memberi makan pengemis yang tiap disuapi makan dia mencaci Nabi. 

Nabi suka menyenangkan orang yang memberi hadiah meski merepotkannya. Ada orang memberi anggur satu mangkuk. Sahabat Nabi lainnya heran, biasanya kalau dikasih hadiah itu dibagi-bagi. Tapi kali ini beliau makan sendiri, di depan si pemberi. Tiap makan satu butir beliau tersenyum pada si pemberi. Begitu sampai habis dan orang itu pulang. Para sahabat mau bertanya, mengapa tidak dibagi seperti biasanya. Tapi Nabi menjelaskan : anggurnya masih mentah, sangat asam. Aku khawatir jika kalian ikut makan tak akan sanggup menahan rasa itu. Anggur mentah satu mangkuk dimakan sambil tersenyum.

Nabi sangat suka bercanda. Berlomba lari dengan Aisyah. Romantisme dengan tindakan tak sekedar ucapan. Seperti ketika Nabi menyiapkan lututnya agar Sofia, istrinya dari kaum Yahudi, naik unta menaiki lutut beliau, dan berboncengan memeluk sambil memegang tali kekang. Lebih romantis daripada kaum lelaki sekarang yang sekedar membawakan belanja atau membukakan pintu mobil.

Banyak cerita lain yang sama indahnya. Mudah-mudahan, jikapun belum mampu mengikuti ajaran beliau yang berat-berat, Allah berkenan menjadikan kita semua mengistiqomahi amalan-amalan yang ringan. Dan mudah-mudahan kita termasuk umat yang paling banyak memiliki bekas-bekas cinta kepada beliau. Allahuma sholli ala Sayidina muhammad wa ala ali Sayidina muhammad.

¹Kisah di atas diriwayatkan oleh pemikir sufisme (Abd al-Wahab bin Ahmad al-Mishri) Al-Sya’rani (… – 973 H), Lata’if al-Minan wa al-Akhlaq. Kamal al-Din Muhammad bin Musa Al-Damiri (… – 808 H), Hayat al-Hayawan al-Kubra, 1:229 [variasi].

(Abdullah Farid/Redaksi Poci Maiyah)

Lihat juga

Back to top button