MENZIARAHI DIRI
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Juguran Syafaat Banyumas Edisi Agustus 2024)
Secara etimologis, kata “ziarah” berasal dari bahasa Arab “ziyārah,” yang berarti “kunjungan.” Dalam konteks religius, ziarah merujuk pada kunjungan ke tempat-tempat suci, seperti makam para nabi, wali, atau tempat yang memiliki nilai historis dan spiritual. Bagi beberapa penggiat, setidaknya ziarah dipahami pada arti berkunjungan ke makam leluhur, para wali, tokoh-tokoh, petilasan-petilasan. Mendoakan, mengingat kematian, ingin mendapati susana yang tertentu seperti tenang dsb, merenungi kehidupan, adalah sederet motif yang kerap melatarbelakangi beberapa teman penggiat melakukan ziarah. Output dari laku ziarah, pun demikian bermacam-macam bentuk ekspresinya. Ada yang mudah di identifikasi secara ilmu, bahkan ada yang memusingkan bukan main.
Ada yang melakukannya secara mandiri ada pula yang bersama-sama, dan menarik dari proses bersama-sama itu, sebelum keberangkatan, mereka berkumpul untuk membahas beberapa hal, yang paling sering ialah membahas kisah hidup, nilai-nilai dari wali, tokoh masyarakat, maupun tempat-tempat bersejarah tersebut. Ketika informasi dirasa masih terbatas, masing-masing akan berusaha sebisa-bisa mencari, baik itu dari internet maupun tanya kepada pihak-pihak yang bisa dijadikan sebagai rujukan, biasanya disebut juru kunci. Dikalangan penggiat, Ziarah menjadi kegiatan yang sedemikian asyik dan menyenangkan.
Namun, Setiap manusia memiliki inner child di dalam dirinya. Inner child merujuk pada aspek diri seseorang yang merupakan hasil dari pengalaman dan emosi masa kecil, termasuk rasa ingin tahu, kebahagiaan, rasa takut, dan trauma masa kecil. Inner child ini sering kali mempengaruhi cara orang tersebut bereaksi terhadap situasi tertentu di masa dewasa. Salah satu dampak buruk Ketika seseorang tidak mengenali inner child, mereka dapat menunjukkan perilaku regresif, seperti ketergantungan terhadap kekuasaan, menghindari tanggung jawab, atau keinginan untuk dilindungi seperti seorang anak kecil. Sudahkah kita secara mandiri, maupun bersama-sama mengidentifikasi Inner Child kita? Apakah ia hanya sebatas pengalaman personal, ataukah terdapat jenis inner child kolektif?
Dengan mengidentifikasi inner child kita dapat mengenal diri dengan mengetahui bakat kita, mengenali kepribadian kita, mengetahui tujuan hidup, mengetahui kelemahan dan kekuatan diri. Menziarahi diri” adalah sebuah usaha untuk merenungi, memahami, dan mengenal lebih dalam siapa kita sebenarnya. Dalam keheningan jiwa, kita menemukan ruang untuk merenungi makna hidup, mengevaluasi langkah yang telah diambil, dan menentukan arah yang hendak dituju. Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.
Mbah Nun pada buku tulisannya yang berjudul Orang Maiyah (2015) menyebutkan “Setiap manusia kalau mau memperlakukan dirinya, mengejar dirinya, dia akan lebih besar dari itu semua” Maka, Bersama-sama lagi kita berkumpul pada forum Juguran Syafaat edisi ke 137 semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam setiap langkah, memberikan petunjuk agar memiliki akurasi dalam memilih jalan yang diridhai-Nya.
(Redaksi Juguran Syafaat)