MENEMUKAN JALAN MAIYAH

Puluhan tahun, lebih tepatnya saat 27 tahun atau 28 tahun berjalan tanpa tahu arah, menjalani hidup tanpa tujuan.

Hingga pada suatu saat, ketika hidup ini dengan perjalanannya serasa terhenti, mendapati banyak cabang arah tujuan, seorang teman mengajakku untuk duduk bersila di tengah gerimis hujan hingga hujan deras dengan tangan berusaha menutupi segelas kopi dari guyuran hujan.

Hingga Mbah (Mbah Nun) yang dinantikan cucu dan anak-anaknya datang, sampai saat itu akupun masih bertanya dalam hati, kenapa semua sumringah?

Aku terus penasaran dan mengabaikan celana basah, dompet basah, baju basah, hingga kencing di celana pun… Seperti terhipnotis oleh kelembutan aura malam itu, kehangatan sambutan dan dialog dua arah baik dari Simbah, ataupun anak cucunya.

Maka ketika waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi atau entahlah mungkin 04.00 pagi dengan ditutup bersholawat untuk kanjeng nabi Muhammad dan berdoa bersama, hingga kepalaku diusap dan ditepuk-tepuk oleh Mbah Nun. Aku tersadar, aku terbuka hati, terbuka pikiranku.

Ini tempatku, ini saudaraku, ini yang Allah SWT tunjukkan. Aku akan kembali lagi dan selamanya. Matursuwun Mbah Nun & pakdhe-pakdhe KiaiKanjeng.

Lap. Polteknik Malang, 2016.

Lihat juga

Back to top button