MEMAKNAI MAKRIFAT LEBIH OPERATIF

(Juguran Syafaat Purwokerto, Sabtu 9 September 2023) 

Tengara pukul 20.00 Juguran Syafaat dimulai dengan doa dan munajat bersama-sama dipimpin oleh Mas Aji. Kemudian dilanjutkan tartil tilawah Al-Qur’an oleh Mas Hedi yang langsung disambung dengan wirid Padhangmbulan dan Shalawat bersama KAJ.

Moderator malam hari tadi yakni Mas Kusworo berdialog dan berinteraksi dengan jamaah yang hadir. Ada yang berasal dari Purbalingga, Banyumas, dan juga dari Pemalang. “Saya datang ke JS lima tahunan yang lalu ketika masih SMA, lalu saya kuliah di Jogja dan hari ini saya sudah lulus sehingga bisa datang ke JS lagi,” ujar Mas Dimas, jamaah asal Ajibarang, Banyumas. 

Demikianlah keputusan untuk mementingkan datang ke Juguran bukan karena kepentingan apapun. Kepentingan terbesarnya adalah nguri-uri persambungan yang sudah terjalin erat sejak jauh waktu di masa silam. 

Dari buku “Ikut Tidak Lemah” karya Mbah Nun tahun 1987 yang dikupas malam hari itu, ada banyak hal yang amat mendasar. Adanya pemiskinan struktural yang melemahkan kadar keberdayaan masyarakat di buku itu oleh Mbah Nun ditarik pada spektrum mikro yakni pendidikan diri sendiri atau pendidikan kejiwaan manusia. 

Lihat juga

Pada masa itu, Mbah Nun sudah memotret fenomena tasawuf yang cenderung eskapis itu sudah mulai ditinggalkan. Justru yang operatif dihadirkan adalah olah jiwa dalam bentuk memakrifati empat hal, yakni memakrifati kehidupan, memakrifati problem-problem secara tepat, memakrifati kebenaran yang sejati dan memakrifati cara yang penuh hikmah untuk mencipta solusi.

Secara gayeng dan ajur-ajer forum malam hari itu mendiskusikan aspek yang menguatkan dan melemahkan dalam konteks sehari-hari. Mas Agus Sukoco memotret fenomena orang-orang melemahkan dirinya sendiri pada sikap kecil hati. Lalu jamaah asal Limbangan, Mas Muji yang aktivis desa berbagi realitas tantangan yang dihadapi pada sikap-sikap warga terhadap dinamisasi kegiatan pemuda yang justru bertendensi melemahkan. 

Hadir malam hari itu juga makin membuat hangat dan gayeng suasana, Mas Andi, seorang musisi kawakan Purbalingga era 90-an. Ia juga seorang jamaah Maiyah paling awal di Purbalingga yang lama tidak kelihatan. Dengan pilihan lagu-lagu yang dibawakan malam hari itu nuansanya adalah reuni.  

(Redaksi Juguran Syafaat) 

Lihat juga

Back to top button