MBAH NUN BEKALI JAMAAH LUMBUNG BAILORAH UNTUK MENJADI PRIBADI BERDAYA GUNA 

(Liputan Rangkaian Acara Milad Ke-6 Lumbung Bailorah Blora, Rabu 10 Mei 2023)

Tasyakuran

Mendung tipis menggelayuti langit Blora sore itu, Rabu, 10 Mei 2023. Rumah Andri S. Nugroho tampak ramai oleh orang-orang. Beberapa dari mereka tampak asyik mengobrol dengan sebelahnya, beberapa yang lain sibuk dengan ponselnya.

Cak Rudd, penjaga gawang Simpul Maiyah Blora Lumbung Bailorah, setelah sesaat menilik ke layar ponsel, berkata, “Sudah sampai Pojok Watu.” Syafi’i, salah satu pegiat simpul yang berdiri di sebelahnya, menyahut, “Berarti sebentar lagi.”

Sore itu, para penggiat Maiyah Lumbung Bailorah Blora tengah menanti kedatangan Cak Nun. Beliau rawuh ke Blora dalam rangka rangkaian acara Tawashshulan memperingati Milad Ke-6 Simpul Maiyah Lumbung Bailorah.

Kurang lebih pukul setengah lima sore, Cak Nun tiba. Para penggiat langsung menyambut dengan mesra. Sesaat setelah kedatangan Cak Nun, gerimis pun turun tipis-tipis.

Rangkaian acara untuk sore itu adalah tasyakuran Milad Ke-6 Simpul Maiyah Lumbung Bailorah Blora. Tasyakuran diselenggarakan di kediaman Andri S. Nugroho, di kelurahan Jenar, Blora. Andri sendiri adalah salah satu penggiat Simpul Blora. Acara ini dihadiri juga oleh beberapa penggiat dari lingkar-lingkar Maiyah di Kabupaten Blora. Lingkar Jati, Lingkar Cepu, Lingkar Ngawen.

Sebelum Tasyakuran dimulai, Cak Nun sempat bercengkerama singkat dengan beberapa penggiat Maiyah Blora. Obrolan sungguh terasa mesra dan tenteram.

Mas Eko, salah satu penggiat Simpul Blora, membuka obrolan dengan curahan hati tipis-tipis terkait kondisi Maiyah Blora, “Jamaah rutinan belum bisa banyak, kadang hanya 15 orang, kadang sampai 30 orang.” Cak Nun menanggapinya dengan memberikan nasihat, mengingatkan kembali tentang bermaiyah. “Maiyah itu abote di sana. Jenenge wong karo wong, saling berpartisipasi saja, saling bekerja sama.”  

Beliau juga mengingatkan kembali kepada para penggiat Maiyah. Simpul-simpul sekarang ini cenderung suka memilih tema-tema yang besar-besar. Hal-hal kecil yang berdampak besar akhirnya sering terlewatkan. Beliau memberi contoh tentang memahami kembali perbedaan antara mengabdi dan menyembah, dan bedanya dengan ibadah. Atau bedanya zakat dan infaq. “Saiki kowe ngerti bedane, ngono kui yo dampake bakal gedhe,” tegas kembali Cak Nun. Maiyah itu sithik nggak papa, sing penting titis.

Gerimis tipis mulai reda. Tetapi masih menyisakan oglangan, mati lampu. Cak Nun dan para penggiat Maiyah sudah duduk melingkar bersiap memulai acara tasyakuran. Cak Nun melempar canda, “Nek lor kono kae Rembang, jebul ning kene remang.” Lampu ruangan kala itu padam, tasyakuran hanya diterangi cahaya sore yang mendung dari jendela. Biar bagaimanapun, tasyakuran tetap dapat terlaksana dengan khidmat dan tenang.

Sesaat sebelum hadirin hendak menikmati hidangan tasyakuran dengan piring daun jati, lampu menyala. Seisi ruangan serentak menyerukan hamdalah. 

Tasyakuran diisi dengan obrolan mesra antara Cak Nun dan para penggiat Simpul Maiyah Blora. Sebagai doa tasyakuran, Cak Nun meminta hadirin untuk membaca Al-Fatihah sebanyak tiga kali dilanjut menuntun membaca Subhanaka La ‘Ilma lana illa ma ‘allamtana innaka antal ‘alimul hakim tiga kali juga. Selesai membaca beliau lalu mengijazahkan bahwa bacaan itu bisa untuk mengeluarkan keadaan sulit yang kita hadapi. 

Beliau selanjutnya berbagi ilmu dengan menceritakan dahsyatnya Al-Fatihah. Cak Nun sedikit mengabarkan bahwa beliau saat ini sedang menulis tentang Al-Fatihah, dan rencananya itu akan dibukukan.

Tasyakuran berlangsung mesra. Setelah menikmati hidangan tasyakuran, semua orang menikmati obrolan ringan dengan Cak Nun. Ditemani kepulan rokok, obrolan begitu mengalir mulai dari situasi Blora, kayu Jati, dan banyak hal lainnya.

Sore mulai menggelap. Petang mulai datang. Mas Eko mempersilakan Cak Nun untuk beristirahat dulu di hotel yang telah dipersiapkan. Cak Nun, yang tengah menikmati rokok penutup makan, melempar kembali sebuah candaan. “Aku ki dadi presiden ora oleh, melu partai ora oleh, mosok yo udud ijek ora oleh. Sak udutan iki sik” Tawa pecah memenuhi ruangan.

Acara tasyakuran ditutup dengan berfoto bersama keluarga Andri S. Nugroho dengan Cak Nun. Rangkaian acara Milad ke-6 Simpul Maiyah Lumbung Bailorah Blora akan dilanjutkan dengan Tawashshulan pada malam harinya, yang akan bertempat di amphitheatre Taman Budaya Tertonadi Blora. 

Tawashshulan dan Sinau Bareng

Lantai amphitheatre Taman Budaya Tertonadi masih basah setelah sesorean gerimis. Tetapi, tetesan air kala itu sudah tidak lagi mengguyur. Beberapa orang sudah tampak duduk di bangku amphitheatre menanti dimulainya Tawashshulan Milad Ke-6 Simpul Maiyah Lumbung Bailorah Blora.

Di antara mereka, para panitia masih tampak sibuk mengecek sound system, lampu, atau mengoordinasi hal-hal lain demi lancarnya acara malam tersebut. Rangkaian acara mungkin masih beberapa saat lagi menjelang dimulai, tetapi suasana sudah menunjukkan kemesraan dan kemeriahannya.

Gemuruh lalu lalang jalanan Blora agak tersayupkan dari teater terbuka itu. Selain karena letak teater terbuka itu berada agak ke dalam di Kompleks Taman Budaya Tertonadi Blora, juga karena alunan musik gambus mulai menggema dari dalam teater terbuka itu.

Orkes Gambus An-Nabawy melakukan pemanasan dengan mendendangkan beberapa lagu, menemani siapa pun yang sudah hadir di sana. Kali ini, masih belum disertai lampu-lampu panggung yang meriah.

Acara dimulai kurang lebih pukul setengah delapan malam. Acara dibuka dengan alunan musik gambus oleh Orkes Gambus An-Nabawy. Mereka mendendangkan beberapa lagu, dan kali ini sembari diiringi sorot lampu warna-warni yang menari-nari di dalam teater terbuka itu.

Tawashshulan Milad Ke-6 Simpul Maiyah Lumbung Bailorah Blora malam itu bertajuk Wakafa Billahi Ilaha. Pembacaan doa, munajat, ayat Al-Qur’an, dan shalawat dalam Tawashshulan dipimpin oleh Cak Rudd dan Cak Syukron, dan diiringi oleh para penggiat simpul dan lingkar Maiyah yang ada di Blora. Cak Rudd pun mengajak kepada semua yang hadir untuk ikut membaca.

Rangkaian Sinau Bareng pun dimulai. Cak Rudd, sebagai yang disepuhkan di Simpul Maiyah Lumbung Bailorah Blora, membuka dengan bercerita singkat tentang sejarah terbentuknya simpul. Pada 5 Mei 2017, saat simpul Maiyah Blora pertama kali melakukan rutinan dijadikan tenger terbentuknya Simpul. Kala itu, masih memakai nama Jannatul Maiyah Blora.

Nama Lumbung Bailorah sendiri adalah nama simpul pemberian langsung dari Cak Nun. Nama tersebut diperoleh pada Milad pertama simpul, 5 Mei 2018. Cak Nun menimpali dengan menjelaskan apa itu Bailorah. Bailorah merupakan asal kata dari Blora. Bai (Wai) berarti cekungan dan Lorah berarti berair. Blora memang daerah yang dikelilingi dataran yang lebih tinggi.

Sinau Bareng dihadiri juga oleh Cak Ahmad Syaifullah Syahid dari PadangmBulan Jombang, serta Habib Anis Sholeh Basya’in dari Pati.

Malam tidak lagi gerimis. Tetapi seakan-akan ada guyuran yang senantiasa hadir bagi semua yang datang malam itu. Cak Nun membuka Sinau Bareng dengan menjelaskan apa itu Tawashshulan. Cak Nun berharap hadirin tidak salah paham, karena Maiyah tidak ingin menjadi saingan siapapun. Beliau juga mengingatkan agar kita perlu semakin berhati-hati dalam mencermati segala sesuatu. Manusia saat ini adalah manusia yang dikelilingi fitnah, diliputi salah paham. Beliau memberi contoh dengan pemahaman terkait apa itu setan.

Bahwa setan bukanlah seperti yang kebanyakan dibayangkan orang. Setan bukan hantu, bukan genderuwo, kuntilanak, banaspati atau sejenisnya itu. Setan itu merupakan sebaran energi Iblis. Sementara malaikat merupakan sebaran energi Allah.

Manusia dan Jin itu sebenarnya partner. Sama-sama punya kemungkinan untuk menjadi seperti setan atau malaikat. Itulah kenapa kita perlu mencermati kembali bagaimana kita mengenali diri. Jangan sampai hati kita menjadi kos-kosan bagi setan. Selanjutnya beliau menyitir Surah An-Nas dengan menjelaskan bahwa yuwaswisu itu bisa berupa bisikan baik atau buruk. 

Cak Nun juga menegaskan perbedaan antara Zakat dan Sedekah. Meskipun dalam bahasa arab sama-sama infaq, tetapi keduanya berbeda. Zakat itu adalah sebagian dari harta kita, penghasilan kita, sesuatu yang material yang harus kita punyai terlebih dahulu, yang dikeluarkan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Sedang sedekah tidak harus punya harta dulu. Sedekah adalah kepekaan kita kepada lingkungan, kesadaran kita kepada kelemahan dan kekurangan orang lain. Sedekah itu bukan melulu tentang harta, sedekah bisa berupa apa saja. “Berinfaq (sedekah) itu berdaya guna,” tegas beliau.

Mengulang yang telah beliau sampaikan di tempat lain, dalam Sinau Bareng semalam beliau kembali menjelaskan mengenai urut-urutan ma’rifat, thariqah, hakikat dan syariat. Mulai dari bagaimana prosesnya sampai puncaknya menemukan syariat yang harus dilakukan. 

Sinau Bareng berlangsung gayeng. Waktu tak terasa sudah menjelang tengah malam. Cak Nun menutup Sinau Bareng malam itu dengan pesan agar kita jangan pernah berhenti untuk bersedekah, dalam arti menjadi diri yang senantiasa berdaya guna. Bagi diri sendiri, bagi sesama, bagi sekitar. 

Lihat juga

Back to top button