MAHA BAA RATA
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Poci Maiyah Tegal Edisi Desember 2023)
Sebelum saya melanjutkan untuk menulis Mukadimah Poci Maiyah bulan ini.
Saya dan semua teman-teman Maiyah merasa sangat bersyukur dan ingin mengucapkan rasa syukur kami yang paling dalam atas kesehatan Guru kami tercinta Emha Ainun Nadjib (Mbah Nun), Semoga Allah selalu merahmati beliau dengan kesehatan dan limpahan rahmat yang tiada putusnya.
***
Pukul, 6.32 pagi. Ketika saya mulai menulis mukadimah ini, saya merasa tema Sinau Bareng Poci Maiyah bulan ini benar-benar membuat saya bernostalgia. Ketika saya membaca judul tema, tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya momen-momen sedih dan bahagia pada saat saya pertama kali baru mengenal Mbah Nun.
Pada saat itu, saya adalah anak yang baru lulus SMK, tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap, pun ketika mendapatkan pekerjaan tidak pernah mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup. Wajarlah lulusan SMK bisa apa?
Tapi secara tidak sengaja, di tengah beban, tekanan, dan depresi yang menyerang metal saya. Saya melihat beberapa cuplikan video Mbah Nun di Instagram. Kebetulan hampir semua cuplikan yang saya lihat, pada saat itu Mbah Nun keseluruhan membahas tentang rezeki dan pencarian jati diri.
Beberapa pesan Mbah Nun yang masih saya ingat sampai sekarang di beberapa cuplikan video yang pernah saya lihat dulu, kurang lebih isinya begini:
“Nek kamu nyembah Robbaha dzal bait, ath’amahum min juu’. ora mungkin ngelih, ora mungkin koe ora entuk rezeki. Koe ngabekti, koe nyambut gawe tenanan, ora mikir duit, pokoke koe tekun nyambut gawe otomatis koe dikei rezeki oleh Allah”
(Kalau kamu menyembah Robbaha dzal bait, ath’amahum min juu’. Tidak mungkin kamu lapar, tidak mungkin kamu tidak mendapat rezeki. Kamu berbakti, bekerja dengan serius, ngga memikirkan uang. Pokoknya kamu tekun kerja, otomatis kamu dikasih oleh Allah)
“Cari bahagia jangan cari uang, kalau kamu bahagia mengerjakan sesuatu terus kamu kerjakan dengan tekun disiplin, gemi titi, ko uri uri tenan. Uang akan datang dengan sendirinya”
Semenjak saya mendengar cuplikan video Mbah Nun, saya tidak lagi putus asa. Kepercayaan yang kuat serta harapan baru tiba-tiba terlahir dalam diri saya. Hampir setiap hari, terlebih lagi di hari-hari yang sulit ketika lamaran kerja yang saya bagikan di banyak perusahaan tak kunjung mendapat panggilan ataupun ketika saya berhasil kerja di salah satu perusahaan, pekerjaan yang saya dapatkan tidak sesuai dengan passion saya.
Saya selalu mengingat pesan Mbah Nun, kalau bekerja itu bukan tentang mencari uang. Melainkan latihan untuk mengasah keterampilan dan passionmu, agar nanti di masa depan kamu telah siap untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan apa yang kamu inginkan.
Perkara rezeki, ath amahum min juu’. Allah sudah tentu jamin!
Alhamdulillah, selama saya bekerja saya tidak pernah berpikir tentang uang, saya tidak pernah berpikir tentang hasil, yang saya pikirkan hanyalah tentang bagaimana saya bisa menyelesaikan pekerjaan dan terus mengasah keterampilan dan passion saya. Dan hal itulah yang menyelamatkan saya, membuat saya hemat energi, tidak membuang-buangnya untuk mengeluhkan uang ataupun pekerjaan. Berkat hal ini juga sekarang saya bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan apa yang saya inginkan.
Tapi, teman-teman Maiyah, khususnya yang hadir di Sinau Bareng malam ini mungkin bertanya-tanya, apa relevansinya antara tema MAHA BAA RATA dengan pesan Mbah Nun tadi?
Saya akan melanjutkan cerita, beberapa bulan yang lalu, saya sangat asyik membaca Bhagavad-gita, salah satu bagian yang merupakan intisari dari Epos Mahabharata.
Bhagavad-gita berisi percakapan antara Sri Krisna dengan putra pandu Arjuna. Diceritakan pada saat itu Arjuna di pihak Pandawa meminta kepada Sri Kresna yang menjadi kusir kereta perang Arjuna maju ke tengah medan pertempuran sebelum genderang perang dimulai untuk melihat musuh-musuhnya yang ternyata adalah saudara, guru dan teman-teman baiknya sendiri.
Hal itu membuat jiwa Arjuna terguncang hebat, ia menangis, ia tidak mau berperang. Ia berkata kepada Sri Krishna, “Wahai basudewa, lebih baik saya mati daripada membunuh orang yang saya cintai!”
Di momen seperti itulah Sri Krisna hadir, di tengah medan pertempuran Kurukshetra, Sri Krisna memberikan nasehat-nasehatnya kepada Arjuna. Krisna yang melihat Arjuna sedemikian gelisah malah tersenyum, berada di tengah dua pasukan yang siap bertempur:
“Kau bergelisah hati dan menangisi mereka yang tidak perlu ditangisi. Kata-katamu seolah penuh kebijaksanaan, padahal para bijak tidak pernah bersedih hati baik mereka yang masih hidup, maupun yang sudah mati” (2:11)
“Senjata tidak dapat membunuh jiwa yang menghidupi badan. Api tidak dapat membakarnya. Air tidak dapat membasahinya, dan angin tidak dapat mengeringkannya” (2:24)
“(Jiwa) tidak dapat dilukai, dibakar, dibasahi ataupun dikeringkan. Ketahuilah bahwa Ia Abdi adanya, meliputi segalanya, tetap, tak tergoyahkan, dan berada sejak awal mula” (2:24)
“Maka Arjuna, bertempurlah, hadapi tantangan ini!” (2:18)
Sri Krishna mencoba meyakinkan Arjuna yang gelisah dan ketakutan, bahwa dalam medan pertempuran, meskipun lawannya adalah orang yang dicintainya. Ia harus tetap tegar dan kuat untuk bertempur.
Seolah-olah, secara tidak langsung Sri Krishna, berkata:
Ada kalanya kamu harus berperang. Ketika berperang, kamu harus berjuang untuk menang. Tidak ada perang dengan hasil seri: pilihan yang tersedia entah tidak menyerang sama sekali, atau menyerang sekeras mungkin dan mengakhiri perang dengan cepat.
Ruang dan waktu terhenti, semuanya diam, hanya Sri Krishna dan Arjuna yang bisa bercengkrama. Sri Krishna pun melanjutkan nasehatnya,
“Jangan jadikan hasil sebagai tujuan dari bekerja. Jangan jadikan hasil sebagai pendorong atau motivasi untuk bekerja. Namun jangan pula berdiam diri tanpa bekerja” (2:47)
“Bekerjalah tanpa keterkaitan pada hasil, tanpa memikirkan keberhasilan maupun kegagalan” (2:48)
“Hai Arjuna, mereka yang paham dan teguh dalam keyakinan, senantiasa bekerja dengan kesadaran–dengan menggunakan akal sehat. Sementara itu, mereka yang tidak paham, tidak pula memiliki keyakinan, karena pikiran mereka masih bercabang” (2:41)
Nasehat Sri Krishna sama seperti halnya pesan Mbah Nun yang membangkitkan rasa semangat, percaya dan harapan pada diri saya dulu.
Mengajarkan bahwa pada dasarnya hidup harus selalu percaya, menghilangkan rasa kekhawatiran dan putus asa. Kita diwajibkan untuk selalu optimis dalam bekerja. Tak peduli pada hasil, bekerja adalah latihan bagi kita untuk mempersiapkan diri kita menyambut hari esok yang lebih baik.
Selain itu, kita diajarkan untuk selalu waspada, dan bersiap siaga. Sebab orang yang sudah menemukan dirinya, ia sudah tentu akan ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan peran dan apa yang sudah ditakdirkan padanya, untuknya.
Kita mungkin akan menghadapi ujian yang lebih berat daripada keputusasaan. Hati kita mungkin akan berguncang seperti Arjuna dalam perang Kurukshetra. Kita mungkin akan dihadapkan dengan orang-orang yang kita cintai sebagai musuh kita sendiri.
Apa yang akan kamu lakukan jika kamu berada dalam posisi seperti Arjuna?
Bersiaplah, jangan putus asa. Kehidupan ini sebagaimana adanya seperti serangkaian kisah Mahabharata. Hanya kefanaan belaka, tapi kamu harus tetap menjalaninya. Karena Tuhan sudah menuliskan takdir yang indah bagimu untuk diceritakan kembali ke generasi yang akan datang.
***
Ketika kamu mencari makna
Kamu akan menemukan ketiadaan adalah makna sesunggunya
Kekosongan adalah awal segalanya
Segalanya berawal dari kekosongan
Alam semesta ini pada awalnya bukanlah sesuatu yang ada
Apa yang kamu miliki hari ini
Pada dasarnya tidak kamu miliki
Kita hidup dalam kefanaan
Antara “ada” dan “tiada”
Kuningan, 01/12/2023
(Rizki Eka Kurniawan/Redaksi Poci Maiyah)