JIMAT TUBAN MAIYAHAN KE DESA-DESA
(Liputan Majelis Ilmu Maiyah JIMAT Tuban, Sabtu 20 Mei 2023)
Shalatullah salamullah ‘ala Yasin habibillah.
Rutinan Maiyah Jimat Tuban Jawa Timur edisi Mei kali ini (20/5) ini diselenggarakan di Dusun Kadutan Desa Mlangi Kecamatan Widang Kabupaten Tuban. Biasanya rutinan Jimat Tuban berlangsung di kota. Seperti yang disampaikan oleh Cak Har (Nuryono Hariyadi) rutinan Jimat akan berformat anjang sana, dan kali ini merupakan awalan dari format tersebut. Maiyahan ke desa-desa.
Suara sendu bernuansa haru bahagia terucap dari personel Sapu Jagad. Kak Jumali menyapa jamaah yang hadir. Sapu Jagad sendiri adalah salah satu gamelan shalawat yang ada di Tuban. Beliau menyampaikan bahwa antusiasme masyarakat Dusun Kadutan sangat ramai. Ya memang seperti inilah kondisi di desa jika ada keramaian. Akan ada pedagang-pedagang yang berjualan. Tidak seperti rutinan-rutinan biasanya yang dihadiri 10-20 orang, itu pun mayoritas laki-laki. Sangat berbeda dengan malam ini, karena anak-anak, ibu-ibu, pemuda-pemudi, ulama, perangkat desa, tokoh masyarakat, Babinsa, dan Babinkamtibmas pun hadir duduk di satu pelataran yang merupakan lapangan futsal dusun.
Apresiasi dan penerimaan yang dari masyarakat disampaikan melalui Pak Hadi sebagai perangkat desa atau kepala Dusun Kadutan Desa Mlangi. Memang umum jika di desa ada sound dan shalawatan akan dikira sebagai acara pengajian, maka mulai di parkiran dan di chat wa saya ditanyakan siapa kiainya? Dan juga meminta penjelasan tentang Maiyah dari sesepuh jimat atau yang lainya. Maiyah itu apa sih? Kok ada yang hadir memakai celana pendek, kok gondrong-gondrong. Agak tak lazim mungkin.
Di akhir kalimat Pak Hadi berharap Semoga pertemuan selanjutnya dapat menghadirkan Cak Nun di tengah-tengah kita, khususnya di Dusun Kadutan.
Cak Har selaku moderator sedikit memberikan penjelasan, bahwa acaranya berupa Tawashshulan, dan sembari sinau bareng
Ketika sampai di pertengahan acara Sapu Jagad melantunkan satu nomor. Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir. Tak ijo royo royo tak senggoh temanten anyar…..Yo surako surak iyo.
Nomor ini kemudian dilanjutkan dengan lagu Nyidam Sari yang dilantunkan oleh salah satu jamaah yang hadir di sambut dengan gemuruh tepuk tangan dan senyum yang ramai hadir di wajah ibu-ibu di barisan belakang. Karena memang di Dusun Kadutan dan sekitarnya bahkan di Kabupaten Tuban masih agak gimana begitu jika dalam forum-forum Islami duduk berbaur tidak berjarak antara laki laki dan perempuan. Dan mungkin juga bebunyian dari gamelan memberikan nuansa nostalgia di hati masyarakat Tuban karena pada sepuluh tahun lalu tayuban masih menjadi tontonan yang hits di masyarakat.
Gamelan KiaiKanjeng yang menjadi patron gamelan shalawat Sapu Jagad memberikan tempat tersendiri untuk nada-nada gamelan menjadi ke arah Islami. Memberikan tempat tersendiri di hati jamaah yang hadir malam ini.
Alhamdulillah, malam ini cuaca cerah, bintang-bintang terlihat dengan jelas. Kondisi ini menambah gayengnya suasana. Dan diskusi dua arah pun jalan. Meskipun tidak ada sosok yang disebut “kiai” oleh masyarakat sini, itu tidak membuat mereka pulang.
Beberapa diskusi membahas tentang sejarah desa karena hadir juga Mas Angga penggiat sejarah muda di Kabupaten Tuban, membahas juga tentang peliknya kehidupan petani khususnya pupuk karena Dusun Kadutan dan sekitarnya mayoritas bekerja sebagai petani. Diskusi tidak berlama-lama membahas masalah yang ada namun lebih membahas bagaimanapun kondisinya kehidupan sosial masyarakat desa ya kenduren, hajatan, slametan, tahlilan, dan nonggo tidak terganggu dan harus tetap berlangsung. Demikian kata Bung Muji, marja’ dulur-dulu Jimat.
Tidak terasa sudah sampai pada pukul 23.00. Acara disepakati akan diakhiri.
Sebelum makan bersama, acara ditutup dengan lantunan lagu Wakafa pada pukul 23.35. Sempat gempar sebelum ditutup karena ada pembacaan puisi yang khas dari Pak Bambang. Pak Bambang berhasil membuat jamaah yang berada di tikar paling belakang bersemangat kembali dengan teriakan-teriakan yang menggelegar membakar hati.
(Kupret/Redaksi JIMAT Tuban)