EVAKUASI KEFITRIAN

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Kenduri Cinta Jakarta, Jumat 14 April 2023)

IDEALNYA sebagaimana bayi yang baru lahir, menangis sejadi-jadinya. Sudah enak dikandung rahim ibu, segala kebutuhan terpenuhi, aman, nyaman, tenteram, terjamin, dan terlindungi. Tapi pada waktunya mesti lahir ke dunia yang tidak menentu ini. Usai sudah erangan dan jeritan ibu menahan sakit yang tak terkira, melandai sudah was-was kecemasan sang ayah, berganti senyuman menyambut kelahiran bayi yang dinantikan.

Bergembira kakek, nenek, handai tolan yang menunggu. Berikutnya tinggal bagaimana keluarga menyiapkan lingkungan bagi si bayi supaya kelak dapat tumbuh menjadi anak yang berbakti pada orang tua dan bermanfaat bagi sekitarnya.

Berbeda suasana kelahiran bayi yang tidak diharapkan karena hasil hubungan gelap. Percintaan orangtuanya sembunyi-sembunyi, kehamilannya dirahasiakan, kelahiran anaknya tidak diinginkan. Namun sang bayi yang terlahir tetaplah suci, tetaplah fitri. Kefitrian sang bayi inilah yang perlu evakuasi dari lingkungannya. Sang bayi sama sekali tidak bersalah. Ia bahkan tidak dibebankan dosa atas perbuatan haram kedua orang tuanya. Ia tetap fitri, ia suci, ia seperti lembaran putih yang kemudian akan ia tulis sendiri sejarah hidupnya.

Berbagai kelahiran terjadi tentang apa saja di berbagai situasi-kondisi yang beraneka rupa. Kontrak-kontrak, perjanjian-perjanjian dan transaksi-transaksi dalam berbagai bentuknya menyerupai kelahiran. Bahkan ide dan gagasan yang diekspresikan dalam bentuk tindakan menjadi karya-karya, juga menyerupai bayi-bayi yang dilahirkan.

Idealnya kelahiran-kelahiran dari yang diusahakan menjadi sesuatu yang diharapkan dan bermanfaat. Namun tidak sedikit kelahiran-kelahiran itu terjadi akibat dari perselingkuhan, perkawinan yang tidak sehat dan transaksi-transaksi gelap. Hasilnya, merugikan berbagai pihak, bahkan dapat berdampak buruk pada sekitarnya.

Lihat juga

Ada banyak peristiwa yang menyedot atensi publik akhir-akhir ini tidak cukup ditadaburi hanya dengan memotret peristiwa yang tampak. Sebut saja batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 dengan berbagai konstelasinya atau isu transaksi liar 349 Triliun di Kementerian Keuangan yang digaungkan oleh Menko Polhukam, belum lagi atraksi manuver para elite politik yang tampak di berbagai media.

Di balik apa yang lahir di muka publik itu tentu ada rangkaian peristiwa yang mendahului. Ada rangkaian semangat untuk terus memajukan olahraga, semangat rakyat berinvestasi dalam pembangunan dengan membayar pajak, semangat warga  berpartisipasi dalam jalannya roda perpolitikan negara. Perkara ada penyelewengan, kerakusan, pengkhianatan dan kebodohan para penyelenggaranya tentu mereka entah bagaimana caranya akan menerima akibat, bahkan lewat jalan yang tidak diduga-duga, min haitsu laa yahtasib. Dipicu konflik cinta monyet pun bisa merembet hingga menyingkap selimut tebal penutup borok yang menggerogoti bangsa dan negara.

Batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 berujung sanksi adminstratif dibekukannya sementara dana operasional bantuan dari FIFA untuk PSSI. Isu 349 Triliun rupiah yang bergulir bermuara pada dibentuknya satgas oleh pejabat kementerian terkait. RDPU digelar di parlemen untuk meyakinkan publik mengenai dugaan transaksi itu akan segera dibuktikan kebenaran faktanya.

Sementara itu, gejolak politik menuju 2024 semakin terasa. Kasak-kusuk para elit politik melakukan pertemuan demi pertemuan bertajuk silaturahmi dan buka puasa bersama menjadi santapan media yang sangat renyah. Publik dibiarkan liar untuk terus menerka-nerka kemana arah angin koalisi partai politik menjelang tahun politik 2024 ini.

Pada satu edisi Tetes, Cak Nun mengungkapkan: “Mafia kapitalis-kapitalis raksasa yang melakukan tipu daya dan penguasaan-penguasaan yang tak kentara sekarang ini, bukan tidak ada kemungkinan akan dicekik oleh orang-orang yang mereka rendahkan, mereka bodoh-bodohkan dan mereka tipu dengan segala cara. Kekuatan mereka bisa dikalahkan oleh kecepatan para Malaikat supporter para pejuang. Wa ma romaita idz romaita walakinnalloha roma. Dan kecepatan para penjajah dikalahkan oleh momentum dari Tuhan. Kalah oleh waktu. Oleh sa’ah. Dan Tuhan menyatakan fantadzirissa’ah.”

Ya, fantadzirissa’ah. Hanya tinggal menunggu waktunya saja. Manusia merasa sombong atas pencapaian-pencapaian yang sudah didapatkan. Manusia merasa mampu untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Manusia merasa angkuh bahwa ia adalah makhluk primer dalam segala hal yang terjadi di muka bumi. Sumpah Iblis semakin nyata adanya. Ia meminta jeda sejenak untuk membuktikan dugaannya saat Allah menciptakan manusia. Iblis berkeyakinan bahwa manusia hanya akan merusak bumi dan menumpahkan darah.

Satu peristiwa membuka tabir peristiwa-peristiwa yang lainnya. Saat ini, sudah tidak dihiraukan lagi apa itu aib. Manusia merasa bahwa aib hari ini bukan sebuah dosa atau kesalahan. Manusia merasa bahwa aib adalah sesuatu yang normal dan wajar saja. Tak mengapa hari ini berbuat salah, toh esok, dua-tiga hari, seminggu-dua minggu, kesalahan itu sudah dilupakan oleh publik.

Evakuasi kefitrian tidak bisa diusahakan dengan mengandalkan kecanggihan kecerdasan buatan. Berbagai rekayasa palsu justru akan semakin memperburuk keadaan. Aspirasi rakyat semestinya menjadi amanat bagi para pejabat dalam sebaik-baiknya menyelenggarakan pelayanan masyarakat.

Semangat generasi muda yang sungguh-sungguh berlatih untuk kemajuan bangsa jangan sampai dicederai dengan kekolotan ego generasi tua. Kekakuan profesionalisme ayah semestinya tidak menghalangi untuk mampu lembut menimang bayinya yang menangis, sementara ibu jangan juga egois sehingga karena sakitnya tidak rela menyusui sang bayi.

Ramadhan menjadi momentum yang sangat luar biasa bagi kita untuk melakukan introspeksi diri. Goals dari puasa di bulan Ramadhan ini adalah taqwa. Kita sudah memahami apa itu taqwa. Taqwa adalah kondisi penuh dengan kewaspadaan. Abu Hurairah pernah ditanya mengenai taqwa, beliau menjelaskan dengan sebuah perumpamaan “Jika kita pernah berjalan di sebuah jalan yang penuh dengan duri, maka kita akan hati-hati dalam melangkah sehingga kaki kita tidak menginjak duri. Itulah taqwa.”

Kenduri Cinta edisi April 2023 mengusung Evakuasi Kefitrian, masih dalam suasana berpuasa yang tidak harus hanya di bulan puasa, kita bersama-sama dapat kembali dalam forum rutin setiap Jumat minggu kedua di Taman Ismail Marzuki. Bercengkerama berbagi kegembiraan sembari membahas apa saja yang dapat jadi manfaat dan menjadi bekal kita berlebaran di surga. Sampai jumpa.

(Redaksi Kenduri Cinta)

Lihat juga

Back to top button