SERING, BANYAK ITU KURANG DAN SEDIKIT ITU CUKUP

Di taman dekat belokan kantor di mana saya bekerja ada tulisan berupa motto dalam bahasa Jawa: ‘Akeh kuwi durung mesthi cukup, sethithik durung mesti kurang’ .
Sebuah motto yang sangat dalam maknanya. Sebuah motto yang menyangkut nafsu manusia akan keinginan dan kebutuhan yang bersifat materi.
Kira-kira terjemahan bebasnya adalah: Penghasilan (uang) yang banyak belum tentu akan mencukupi segala keinginan kita, namun di lain pihak, penghasilan (uang) yang sedikit yang kita dapat belum tentu membuat kita kekurangan.
Sifat dasar sebagian besar manusia adalah serba merasa kurang, terutama merasa kekurangan materi. Jarang kita mendengar manusia merasa kurang dalam kualitas dan jumlah ibadah mereka kepada Allah, walaupun manusia semacam ini pasti ada, namun jumlahnya sangat sedikit, bahkan bisa dibilang langka.
Bukankah Allah berfirman bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. ‘Laqod kholaqnal insaa na fi akhsani taqwiim‘. Bentuk yang sempurna dengan segala macam anasir ada di dalam tubuh manusia. Unsur micro dan macro cosmos ada di dalam tubuh manusia. Dari unsur bakteria serta jasat renik sampai unsur elektrolit bahkan logam-logam ada pada tubuh manusia. Ada sifat keTuhanan yang melekat pada manusia, ada sifat-sifat malaikat yang ada pada tubuh manusia, sampai sifat syaitoniyyah yang ada pada tubuh manusia.
Sifat serba kurang dan selalu merasa kekurangan adalah salah satu sifat setan yang melekat pada diri manusia. Ketika berpenghasilan 10 juta, seorang anak manusia merasakan kurang. Ketika rezekinya ditambah menjadi 50 juta, tetap saja merasa kurang. Bahkan setelah penghasilannya lebih dari 100 juta tetap saja anak manusia ini merasa kurang.
Semakin banyak yang dia dapat, semakin dia merasa kurang. Bukannya bersyukur, malahan dia berbuat berusaha demi mendapatkan penghasilan yang lebih.
Terlalu tipis batas antara kekurangan dan ketamakan. Di sinilah diperlukan ‘puasa’. Puasa untuk mengendalikan nafsu. Nafsu ketamakan dan nafsu kekurangan. Puasa berarti mengendalikan nafsu dan mengarahkan diri untuk selalu bersyukur. ‘La in syakartum la azzi dannakum, wala inkafartum inna ‘adzaabi la syadiid’.
Bila dilakukan dengan sebenar-benarnya, puasa akan mempunyai efek sangat besar, baik efek biologis, efek psikologis, dan efek sosial. Nafsu lawwamah pun akan bisa dikendalikan apabila kita melakukan puasa dengan sebenar-benarnya.
Apalagi sekarang bulan Ramadhan, bulan yang pernuh berkah, bulan ampunan serta pembebasan dari api neraka. Banyak penelitian mencari hubungan puasa Ramadhan dalam hubungannya dengan kesehatan. Baik efek biologis, yang menyangkut efek ke hormon-hormon tubuh, penyakit yang bisa terkontrol dengan puasa, efek psikologis sampai kepada perubahan gaya hidup, yang menghubungkannya dengan kenaikan berat badan sesudah bulan Ramadhan berakhir.
Jumlah dan macam penelitian tentang manfaat puasa itupun masih sangat kecil dibanding dengan apa yang sesungguhnya terjadi dengan puasa (yang dilakukan dengan bener) kita. Bukankah tentang puasa ini Allah sudah menyatakan hak prerogatifnya mengenai pahala puasa ini?
Maka terhadap motto yang ada di taman itu, saya mempunyai pendapat agar diubah saja. Menurut saya bukan Akeh kuwi durung mesthi cukup, sethithik durung mesti kurang’ , tetapi ‘Yen akeh kuwi kurang, yen sethithik cukup’
Bila kita mendapat (penghasilan) banyak pasti akan kurang. Tetapi bila mendapat yang sedikit, akan cukup!