BOLO DEWE
Ada dunia yang dihasilkan oleh akhiratnya.
Ada akhirat yang dihasilkan oleh dunianya.
Ada dunia yang dihasilkan oleh dunianya.
Mungkin ada pula akhirat dihasilkan akhiratnya.
Dunia ini mau bagaimanapun tetap tidak bisa lepas dari cara berpikirnya, kalau cara berpikirnya tidak fokus ia pun tidak fokus, dan akan ambyar kehidupannya, walaupun ada beberapa manusia, ia hidup dalam ke-ambyar-annya dan benar benar akrab dengan ke-ambyar-annya sehingga ahli dalam ke-ambyar-annya. Menjadikan dirinya tahu batas-batas keambyarannya. Dan akhirnya mempunyai fokus kehati-hatian di bagian-bagian hidupnya. Namun rata-rata tidak ada hasil yang baik kalau tidak ada kewaspadaan dalam kehati-hatiannya.
Dalam fiqih ada istilah najis yang di ma’fukarena sulit sekali mengidentifikasi dan menghindari najis tersebut. Semisal orang mengendarai motor saat hujan dan genangan air banyak di jalanan yang biasanya banyak kotoran ayam atau kuda atau yang lainnya. Lalu kecipratan, dalam hal tersebut tetap dihukumi najis tapi di-ma’fu atau dimaafkan.
Istilah sosialnya ada pemakluman-pemakluman di balik usaha-usaha manusia yang dilandasi oleh kasih sayang. Di Nusantara ini yen bolo dewe gak popo menunjukkan cinta lebih besar dari sebuah hitung-hitungan kesalahan.
Sedangkan di Maiyah, Mbah Nun lebih mengikatkan lagi hakiki bolo dewe kepada anak cucu Maiyah dengan memberikan lencana Mutahabbina Fillah. Bahwa persaudaraan, persahabatan, pertemanan, hubungan antar dan intra personalnya terjadi dan terjalin karena cinta kepada Allah Swt. Menjalani hukuman karena cinta lebih mulia dibanding ia lolos namun tak menghasilkan cinta. Apalagi menjalani cinta karena Cinta.