BIG PICTURE DALAM MEMAHAMI HERITAGE PARA WALI DI JAWA

(Sinau Bareng Pembukaan East Java Heritage 2022 Bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng, Gresik, 25 November 2022)

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur menyelenggarakan acara expo bertajuk East Java Heritage 2022 atau Ekspo Peninggalan Sejarah dan Cagar Budaya Jawa Timur 2022 dengan tema besar “Citragama Wali dan Peradaban Islam Jawa Timur” bertempat di Stadion Poesponegoro Gresik Jawa Timur. Acara berlangsung selama tiga hari, 25-27 November 2022. Sebagai pembuka, pada hari pertama 25 November kemarin siang, panitia menggelar Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng.

Setelah resmi dibuka oleh Sekda Provinsi Jatim, seluruh hadirin yang telah memenuhi tempat di floor maupun yang ada di tribun diajak mengikuti Sinau Bareng menimba ilmu dari Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Mbah Nun mengapresiasi acara ekspo seperti ini di mana melalui stan-stan yang berada di sisi kanan dan kiri ruang indoor stadion ini ditampilkan berbagai jenis peninggalan dan jejak para Wali di Jawa Timur. Ada yang berupa manuskrip, dokumentasi arsitektur bangunan masjid, foto-foto lama, dan artefak-artefak lain. 

Apresiasi Mbah Nun diujudkan dalam bentuk sumbangan pemantik berpikir bagi penyelenggara, para peneliti sejarah, dan masyarakat pada umumnya yang hadir dalam pembukaan Ekspo ini. Berpikir heritage berarti menelusur ke belakang, ke masa silam. Maka, menurut Mbah Nun, hendaknya ditentukan mau seberapa jauhnya ke belakang. 100 tahun, 1000 tahun, atau 10000 tahun, ataukah akan mundur jauh sampai ke skala sangkan paraning dumadi. Yang terakhir ini oleh Mbah Nun disebut sebagai kesadaran Nur Muhammad, yang berarti kita berpikir atau mengingat hingga ke awal mula penciptaan alam semesta. 

Mbah Nun sendiri memberi contoh mengenai kesadaran heritage yang mundurnya hingga ke awal mula penciptaan alam semesta, di mana dengan rentang yang jauh itu kita dapat menemukan tonggak-tonggak penting dalam jejak manusia Jawa/Nusantara. Misalnya, temuan bahwa manusia tertua bukan hanya yang di Sangiran, melainkan di Kabuh Jombang Jawa Timur di mana usianya lebih tua lagi dari yang ada di Sangiran. Kenyataan bahwa di tanah Jawa terdapat fosil manusia purba berarti memang bangsa ini adalah bangsa yang tua, yang memiliki karakter khusus yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain dalam hal peradabannya. 

Skala berpikir heritage atau warisan yang mundur jauh hingga ke asal mula penciptaan juga mendorong kita untuk mengetahui bahwa Adam adalah hibrida baru manusia yang diciptakan Allah, di mana sebelumnya sudah ada manusia Pra Adam tetapi dengan unsur yang belum selengkap atau berbeda dengan manusia Adam. Dalam bahasa Mbah Nun manusia jenis Adam sudah diberi kelengkapan al-qalbu wal aqlu yang lebih matang. 

Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan Wali. Sangat menarik bahwa di sini Mbah Nun membawa ke pengertian dasar tentang arti agama. Agama adalah informasi dari Allah tentang segala sesuatu yang kita tidak mungkin mengetahuinya. Allahlah yang memberitahukan kepada kita melalui malaikat dan disampaikan kepada Nabi dan Rasul. Nah, dalam hal memberikan informasi, sesungguhnya informasi (hidayah) yang ditaburkan oleh Allah itu sama. Yang membedakan adalah kualitas receiver manusia yang menerimanya. Yang paling tinggi kualitas receiver-nya adalah para Nabi dan Rasul. Pada Nabi, informasi itu menjadi Nubuwwah, dan pada Rasul informasi itu menjadi Risalah. Sedangkan di bawahnya adalah Wilayah yakni kadar informasi untuk para wali, sedangkan selebihnya adalah fadhilah untuk manusia pada umumnya. 

Setelah itu, Mbah Nun mengatakan bahwa Islamnya orang Jawa atau orang Nusantara itu seperti Tumbu Ketemu Tutup. Tutup adalah gambaran informasi dari Allah (dari atas), sedangkan Tumbu adalah gambaran kecenderungan yang sudah dimiliki manusia Jawa dan para Wali dengan karakternya yang baik, bijaksana, gemar merenung/bertapa, dan mencari kebenaran, dan memiliki jiwa ketuhanan yang tinggi. Kecenderungan kebrahmanaan. Walaupun kecenderungan pencarian akan kebenaran dari bawah itu ada batasnya, maka Tuhan datang membawa agama menggenapi apa yang tak mungkin dicapai manusia secara mandiri. 

Tumbu Ketemu Tutup adalah perspektif yang jarang kita sadari dan jarang kita pakai dalam membaca sejarah para Wali di Nusantara. Padahal, tak sekadar membuat kita mengerti posisi para Wali dalam konteks akselerasi beliau-beliau dalam meneruskan implementasi risalah Islam, yang telah disampaikan oleh Allah kepada Kanjeng Nabi Muhammad, dalam corak yang khas di bumi Jawa atau Nusantara, di mana para Wali dalam implementasi tersebut dibantu oleh Allah dengan diberikan Walayah, tetapi juga dapat membuat kita mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap mengenai implikasi perkawinan antara kekuatan Tumbu dan Tutup tersebut secara lebih jelas menyangkut karakter dan peradaban yang dibangun para wali. Karena itulah, setelah mengingatkan bahwa Gresik adalah gerbang masuknya Islam ke Jawa (masuknya informasi Agama Islam ke Jawa) Mbah Nun menyatakan, “Gresik adalah gerbang peradaban sejati yang dibutuhkan dunia. Gresik menyodorkan Tutup untuk ketemu Tumbu.”

Bila ditarik garis dari apa yang Mbah Nun uraikan, salah satu yang dapat kita rasakan adalah dalam merespons acara yang menapak tilas sejarah dan warisan para Wali di Jawa Timur ini, Mbah Nun memberikan atau menawarkan big picture yang lebih luas di mana dengan big picture tersebut salah satunya dapat kita baca dan pelajari letak para wali di tanah Jawa. Dengan kata lain, meski kita berbicara mungkin pada atau tentang kurun dan tempat tertentu, dalam hal ini Jawa Timur, Mbah Nun mengajak kita untuk tidak lupa meletakkannya dalam garis kontinum sejarah yang lebih panjang lagi agar didapati kawruh yang lebih jangkep. 

Secara lebih lengkap, respons Mbah Nun dituliskan oleh beliau dalam Dramatic Reading berjudul Peradaban Giri Gisik yang dimainkan dengan apik oleh KiaiKanjeng. Walaupun dramatic reading merupakan hal yang baru dalam Sinau Bareng, namun para hadirin bisa menyimak dengan baik dialog dan informasi-informasi yang disampaikan Mbah Nun dalam merespons tema Memaknai Nilai Filosofi Budaya Peninggalan Para Wali. Pplara bapak-bapak dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, Bupati Gresik dan jajaran Forkompimda, dan lain-lain yang di atas panggung menemani Mbah Nun pun juga menyimak dramatic reading ini. Malahan, usai pembacaan dramatic reading ini, Kepala Dinas Pariwisata Gresik meminta membawa pulang naskah Dramatic Reading untuk dimanfaatkan dalam acara Dispar Gresik. 

Selain menyimak paparan respons Mbah Nun dan fragmen dramatic reading, para hadirin dan jamaah turut bershalawat bersama KiaiKanjeng di antaranya saat KiaiKanjeng melantunkan shalawat Asghil. Mereka juga menikmati nomor apik An-Nabi Shollu ‘Alaih yang dihadirkan KiaiKanjeng yang musiknya lebih kental bergenre musik Barat. Dalam lirik shalawat ini, terdapat kata an-nashara wal majuus aslamu baina yadaihi yang artinya di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad, orang-orang Nasrani dan Majusi hidup dalam kedamaian. Aransemen KiaiKanjeng dan lirik shalawat pada nomor ini, seperti dipaparkan Mbah Nun adalah contoh bahwa Jawa itu berjiwa menggendong dan mengayomi, dan itu, kata Mbah Nun, adalah salah satu heritage yang penting manakala kita berbicara tentang warisan dan peninggalan para Wali di Jawa. 

Lihat juga

Back to top button