BERKAH SEDULURAN MAIYAH KALIJAGAN DEMAK
“Kita itu dulu bukan siapa-siapa, kemudian bertemu di Kalijagan, sekarang hubungan seperti sedulur. Sedulur kita jadi banyak.” Kata-kata itu disampaikan oleh Kang Joko, salah satu penggiat Maiyah Kalijagan saat ngopi bersama. Ngopi bersama adalah sebuah kegiatan ngobrol yang tidak terencana. Kegiatan ngopi ini dilakukan di sela-sela kegiatan rutin yang terselenggara pada jumat pertama setiap bulan. Ngopi bersama bisa sangat sepontan dimulai dari ajakan di group WA. Ngopi bersama hanya istilah saja karena pada kenyatannya yang diminum tidak melulu kopi kadang air putih atau teh. Jagongan mengisi waktu luang dan udar roso atau berbagi pengalaman hidup, atau melepas lelah dari rutinitas kerja di pabrik, kantor, atau sawah itu terkadang dilakukan di warung, kadang di rumah penggiat, terkadang di kios reparasi HP milik Kang Joko tersebut yang terletak Jalan KH Turmudzi, tidak jauh dari Masjid Agung Demak.
Paseduluran adalah berkah. Kami yang tadinya tidak punya hubungan apa-apa bahkan tidak saling kenal sekarang ini bisa menyedulur. Mensedulur ini murni dan tanpa embel-embel dan tujuan apapun. Kami terikat secara alami. Sedulur itu ikut senang jika saudaranya senang. Kami saling mengunjungi saat bahagia, seperti beberapa waktu yang lalu Kang Ipnu, Ajib, Kang Hak, Danu menikah, sedulur-sedulur yang lain datang.
Kami juga saling menghormati orangtua masing-masing seperti menghormati orangtua kami sendiri. Saya menghormati orangtuanya kang Akhyar, Kang Joko, Mas Ipnu, juga Kang Hak, begitu juga sebaliknya. Lebih-lebih jika salah satu orangtua dari pengiat ini ada yang dipanggil oleh Allah, dukanya terasa sekali sampai sedulur yang lain. Beberapa tahun yang lalu Bapaknya Mas Uky, Mas Yanto meninggal, beberapa bulan yang lalu Bapaknya Mas Yusuf juga dipanggil ke Rahmatullah, Dua pekan yang lalu Bapak dari Kang Joko juga menyusul, dan satu pekan yang lalu Bapaknya Kang Erdy juga mengalami hal yang sama. Pada saat-saat seperti ini justru adalah saat kami bertemu, bertandang ke rumah untuk saling menguatkan.
Inilah siklus hidup. Usia penggiat beranjak, mereka yang tadinya bergabung menggelar tikar sejak usia SMA kini mulai menikah, dan Bapak-bapak kami juga menua. Yang tampak dalam foto adalah saat sedulur-sedulur Kalijagan berkunjung pada acara tahlilan meninggalnya Bapak dari Kang Erdy (27/10) yang rumahnya di Dukuh Cuwati Desa Poncoharjo, Bonang Demak. Lokasinya dari kota Demak masih harus berjalan ke arah laut sekitar 15 menit.
Demikianlah berkah paseduluran yang kami syukuri. Paseduluran yang terbentuk karena berkumpul di acara-acara Kalijagan. Paseduluran itu kemudian meluas hingga keluarga kami masing-masing.