MEMBINCANGKAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE DI KENDURI CINTA
(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Kenduri Cinta Jakarta, Jumat 3 Maret 2023)
Sepertinya baru kemarin Kenduri Cinta edisi Februari 2023 digelar, tidak berjarak sebulan, Maiyahan di Taman Ismail Marzuki sudah kembali digelar di awal Maret ini. Entah kebetulan atau tidak. Awal Maret ini memang agenda Komunitas Kenduri Cinta cukup padat. Forum Reboan yang biasanya digunakan untuk kumpul rutin setiap minggu, sedikit diubah konsepnya menjadi Doa dan Tahlil 40 hari berpulangnya Mbah Fuad. Kemudian, di tanggal 4 Maret sudah diagendakan untuk mengadakan ziarah ke makam Syeikh Nursamad Kamba, karena di bulan Maret 2023 ini bertepatan dengan 1000 hari berpulangnya beliau. Meskipun, tepat di hitungan ke-1000-nya jatuh di tanggal 16 Maret 2023 nanti. Penggiat Kenduri Cinta memutuskan untuk mengadakan ziarah makam di akhir pekan minggu pertama Maret.
Awalnya, Kenduri Cinta edisi Maret ini akan digelar pada tanggal 10 Maret 2023. Pas di Jum’at kedua, sesuai jadwal regulernya. Dan jadwal ini sudah diinformasikan juga ke Koordinator Simpul Maiyah, untuk dilaporkan rutin agenda bulanan. Tapi, rencana tinggal rencana. Di awal pekan lalu, penggiat Kenduri Cinta diinformasikan oleh pengelola Taman Ismail Marzuki bahwa di tanggal 10 Maret area Plaza Teater Besar tidak bisa digunakan oleh Kenduri Cinta dikarenakan ada event lain yang sudah terjadwal.
Opsi yang diberikan, mundur ke tanggal 24 Maret 2023. Terlalu jauh jaraknya. Jika dipaksakan mundur ke minggu ketiga, maka akan bertabrakan dengan gelaran Mocopat Syafaat di Yogyakarta. Ada satu kesepakatan di internal Komunitas Kenduri Cinta bahwa tidak akan menyelenggarakan Maiyahan jika hari atau tanggal yang dipilih bersamaan dengan Maiyahan di Simpul-simpul Maiyah utama.
Dalam hitungan jam, koordinasi internal dilakukan. Seperti biasanya, penggiat Kenduri Cinta menyiapkan skenario-seknario untuk beberapa kemungkinan; geser hari, ke 1-2 hari setelah Jum’at misalnya, atau dimajukan, di hari Senin atau Selasa, misalnya. Tetapi, opsi itu ternyata tidak memungkinkan juga, karena sudah ada event lain yang terjadwal di TIM. Setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait di UP PKJ Taman Ismail Marzuki, melalui Pak Vero selaku Kepala Pengelola, Kenduri Cinta diputuskan untuk digelar di tanggal 3 Maret 2023 dengan lokasi yang juga bergeser ke Plaza Teater Kecil. Alhamdulillah.
Tetap di hari Jum’at, meskipun harus maju ke minggu pertama. Sehingga, di awal Maret ini, agenda Komunitas Kenduri Cinta terlihat sangat padat. Di Reboan pertama (1/3), diselenggarakan Doa dan Tahlil 40 hari berpulangnya Mbah Fuad. Kemudian di hari Jum’at (3/3), Kenduri Cinta edisi Maret digelar. Dan di hari Sabtu (4/3), ziarah ke makam Syeikh Nursamad Kamba.
Hujan deras sejak sore hari
Seperti biasanya, teman-teman penggiat Kenduri Cinta sudah stand by di Taman Ismail Marzuki sejak siang hari. Mengawal pendirian tenda dan penataan sound system. Sekira ba’da Ashar, hujan deras mengguyur Jakarta. Sempat reda menjelang Maghrib, kemudian hujan kembali turun dengan instensitas yang juga deras menjelang Isya’. Terpal pun belum bisa digelar. Air menggenang di area Plaza Teater Kecil TIM, sehingga perlu dibersihkan terlebih dahulu sebelum menggelar terpal untuk alas duduk. Alhamdulillah, sekitar pukul 19.30 hujan sudah reda, terpal bisa digelar, Maiyahan pun bisa dimulai meskipun sedikit mundur dari rundown yang sudah disusun.
Sekitar jam 20.00 WIB, Kenduri Cinta dimulai dengan Tadarrus Al-Qur`an dilanjutkan dengan wirid dan shalawat. Setelahnya, sesi mukadimah digelar untuk sekilas membahas tema yang diangkat. Kali ini, Kenduri Cinta mengangkat tema “Tuhan Pun Berlari”. Sebuah tema yang cukup berani, dengan menyematkan “Tuhan”. Tapi, dulu juga pernah ada tema “Tuhan di Balik Jeruji” di Kenduri Cinta. Sepertinya, tema kali ini lebih halus. Untuk sedikit menjelaskan mengenai tema ini, sudah diulas dalam rilis Mukadimah Kenduri Cinta sehari sebelumnya.
Artificial Intelligence, Climate Change, Democracy, Religious Movement
Ali Hasbullah malam itu membuka diskusi sesi pertama yang dimoderatori oleh Tri Mulyana. Pada awal sesi ini, Ali menyampaikan bahwa untuk memahami perkembangan dunia, maka kita harus melakukannya dengan belajar dan bekerja keras untuk mencari pengetahuan. Salah satu upaya yang kita lakukan di Kenduri Cinta ini adalah sebuah langkah konkretnya. Kita datang ke forum ini untuk sinau bareng, belajar satu sama lain.
Mas Ian L. Betts malam itu juga hadir dan berbagi ilmu. Mas Ian menjelaskan bahwa perubahan iklim (climate change) tidak bisa dipisahkan dengan bagaimana energi listrik diproduksi. Saat ini, kita mengetahui bahwa untuk memproduksi energi listrik dihasilkan dengan membakar batu bara, minyak bumi atau gas.
Di Indonesia sendiri kita sangat bergantung dengan industri batu bara untuk proses produksi energi listrik. Meskipun juga ada peluang untuk memanfaatkan energi panas bumi sebagai bahan utama dalam memproduksi listrik, namun belum dimaksimalkan dengan optimal untuk saat ini. Masih ada banyak hal yang perlu dibenahi.
“Perubahan iklim saat ini terjadi karena dua sebab; sebab alami dan sebab dari perilaku manusia”, Mas Ian L. Betts menambahkan. Salah satu sebab yang dilakukan oleh manusia adalah konsumsi batu bara dan minyak bumi yang terlampau tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. “Tidak ada teknologi manusia yang mampu menghentikan perubahan iklim,” tandasnya.
Teknologi pun berkembang dengan pesat. Salah satu hal yang cukup ramai dibahas akhir-akhir ini adalah mengenai kecerdasan buatan (artificial intelligence). Salah satu platform yang sedang ramai digunakan adalah OpenAI ChatGPT. Melalui platform tersebut, kita bisa menanyakan banyak hal kepada AI, berdiskusi tentang sebuah isu, bahkan meminta AI untuk membuat sebuah naskah pidato pun bisa dilakukan. Apakah kondisi ini akan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia?
Semakin malam, forum semakin serius pembahasannya. Untuk memberi jeda, grup musik Bedur Pandan Nanas membawakan beberapa nomor lagu. Menyegarkan suasana forum yang semakin berat bahasannya. Setelah penampilan Bedur, Tri Mulyana mempersilakan Mbah Nun untuk bergabung di panggung utama. Mbah Nun sebenarnya sudah hadir beberapa saat ketika forum dimulai, dan memilih untuk duduk di belakang panggung, turut menyimak paparan-paparan di sesi awal diskusi.
Merespons pertanyaan seorang jamaah mengenai ancaman AI dalam sektor dunia kerja, Ali Hasbullah menjelaskan bahwa memang AI akan berdampak pada dunia kerja, akan ada pekerjaan-pekerjaan yang kemudian akan digantikan oleh AI. Seperti customer service, misalnya. Meskipun saat ini sudah ada teknologi berupa ChatBot, tapi teknologi itu akan semakin disempurnakan oleh AI dalam beberapa waktu yang tidak lama lagi. Bahkan, sedang dikembangkan teknologi pemrograman bagaimana mesin mampu memiliki kepekaan rasa dan ekspresi seperti manusia. Entah bagaimana jadinya nanti teknologi tersebut diwujudkan.
Saat ini memang sudah ada teknologi yang memungkinkan robot memasak sebuah menu makanan karena memang sudah ditanam sebuah program AI untuk memasak menu-menu makanan yang cukup populer. Seperti halnya juga para programmer yang bisa jadi tidak lama lagi akan tersingkirkan oleh AI ini.
Ada jamaah yang bertanya mengenai perang pemikiran (gazwl fikri) dan juga perang fisik, seperti yang terjadi di Ukraina saat ini. Sementara, dengan adanya media sosial saat ini membuat perang pemikiran semakin liar. Mas Ian L. Betts merespons bahwa perang pemikiran sudah ada sejak zaman dahulu, dan memang bisa menimbulkan konflik antar negara. Dan salah satu hasil dari perang pemikiran adalah demokrasi. Meskipun tidak sempurna, demokrasi menjadi sebuah sistem yang diadopsi oleh banyak negara saat ini. Gagasannya, melalui demokrasi adalah bahwa semua orang berhak untuk bersuara dan memiliki derajat yang sama. Perang fisik yang terjadi di Ukraina saat ini memberi dampak yang cukup besar, bahkan berdampak kepada negara-negara lain di dunia yang tidak terlibat konflik.
Mas Ian L. Betts memiliki pandangan bahwa Indonesia memiliki iklim sosial masyarakat yang sangat baik. Sejarah Reformasi 1998 membuktikan bahwa rakyat Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi dan politik. 25 tahun berlalu setelah Reformasi 1998, Mas Ian L. Betts melihat bahwa rakyat Indonesia tetap bersatu. Dalam pandangannya, rakyat Indonesia memiliki kedewasaan yang sangat matang. Dan Maiyah menurutnya turut menyumbang proses kematangan itu.
Ditekankan oleh Mas Ian L. Betts, secara demografi penduduk Indonesia adalah sebuah negara dengan jumlah penduduk terbanyak no 4 di dunia. Dengan sekian banyak pengalaman dan perjalanan yang dilalui, Mas Ian menyampaikan kekagumannya terhadap ketangguhan rakyat Indonesia yang sanggup untuk hidup rukun hingga hari ini. Ada gejolak politik, itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup bernegara.
Mas Ian L. Betts sedikit menambahkan respons atas pertanyaan sebelumnya. Bahwa menurutnya, AI bukan sebuah ancaman yang menakutkan bagi peradaban manusia. Yang kita perlukan adalah mempersiapkan diri kita masing-masing untuk mampu beradaptasi dengan kecanggihan teknologi.
Disebut oleh Tri Mulyana, salah satu negara yang mampu beradaptasi dengan guliran perubahan zaman yang terjadi saat ini adalah Ethiopia. Dulu negara ini dikenal sebagai salah satu negara yang miskin, tapi saat ini menjadi salah satu negara penghasil biji kopi terbesar di dunia.
Fahmi Agustian kemudian sedikit mengantarkan sebelum Mbah Nun. Sepaham dengan Mas Ian L. Betts, Fahmi menilai bahwa AI bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Tidak semua hal dalam lini peradaban manusia. Termasuk Maiyahan ini, tidak mungkin bisa digantikan oleh AI. Nuansa forumnya, atmosfer keberagamannya, samudera ilmunya, tidak akan tergantikan oleh AI. Karena yang kita cari bersama-sama di Kenduri Cinta adalah kegembiraan. Karena rumusnya teknologi adalah: Technology doesn’t want to be good. It doesn’t want to be bad, it’s neutral.” Teknologi tidak bertujuan agar terlihat bagus, ia hanya ingin tidak terlihat buruk, itu naturalnya teknologi.
Hidup itu nomor satu adalah keindahan
“Kalau bisa, dalam satu tahun ke depan ada pembahasan khusus mengenai AI di Kenduri Cinta,” Mbah Nun mengawali paparannya, yang sejak diskusi sesi awal berlangsung ikut menyimak dari belakang panggung. Mbah Nun kemudian mengingatkan jamaah yang hadir malam itu untuk membuka Surat Al-Mu’minun ayat 115-118, yang juga merupakan salah satu wirid Maiyah yang sering kita baca. Afahasibtum annamaa kholaqnaakum ‘abatsan wa annkum ilainaa laa turja’uun, fata’alallahu-l-maliku-l-haqqu laa ilaaha illa huwa robbu-l-‘arsyi-l-kariim, wa man yad’u ma’allahi ilaahan aakhoro laa burhaana lahu bihi fainnama hisabuhu ‘inda robbihi innahuu laa yuflihu-l-kaafiruun.
Merespons mengenai perang pemikiran, Mbah Nun memiliki sudut pandang yang berbeda bahwa yang terjadi bukanlah perang pemikiran, melainkan perang nilai. Manusia itu hanya diberi sedikit saja percikan ilmu dari Allah, kemudian merasa paling mampu melakukan banyak hal. Mbah Nun mengingatkan bahwa kita sebagai ciptaan Allah itu tugasnya hanya nganut (ikut) aturan mainnya Allah. “Kerusakan yang terjadi di dunia ini terjadi karena ketidakmauan manusia untuk bermodulasi dengan kehendak Allah,” tegas Mbah Nun.
“Manusia itu bergitu kerdilnya jika dibanding dengan kekuasaan Allah Swt.,” lanjut Mbah Nun. Menurut beliau, sepandai-pandainya manusia dalam menemukan inovasi ilmu, hanya pada sebatas pencapaian akal saja, tidak mampu menjangkau dimensi ruh. Mbah Nun mencontohkan mengenai koordinat letak posisi kita di bumi. Koordinat itu adalah patokan yang dibikin manusia, sehingga tidak bisa disamakan dengan kondisi saat kita mempertanyakan; di mana Allah? Karena Allah itu ada di mana-mana, di semua tempat yang kita sebut koordinat. Bahkan Allah itu lebih dekat dari urat nadi dalam tubuh kita.
Mbah Nun sedikit mengulas mengenai ilmu hayat. Bahwa kehidupan yang sesungguhnya itu tidak bisa dilihat dengan kasat mata. Mbah Nun mengilustrasikan seperti sebuah pohon. Dalam struktur fisik pohon terdapat akar, batang, daun, dahan, ranting dan sebegainya. Tetapi bukan itu kehidupan dari pohon. Kehidupan yang sebenarnya adalah proses bertumbuhnya pohon itu sendiri, yang tidak bisa kita lihat secara kasat mata. Seperti halnya aliran air di sungai, yang bisa kita rekam adalah wujud airnya bukan aliran airnya.
“Hidup itu nomor satu adalah keindahan,” Mbah Nun melanjutkan. Selama ini, kebanyakan dari kita menggunakan konsep bahwa hidup itu harus baik dan benar. Mbah Nun di Maiyah menekankan bahwa yang lebih tinggi dari kebenaran dan kebaikan adalah keindahan. Dicontohkan oleh Mbah Nun, salah satu keindahan dalam hidup adalah pernikahan antara laki-laki dengan perempuan.
Mengenai tantangan ke depan, Mbah Nun mengatakan bahwa Maiyah harus berani menentukan sikap di mana posisinya. Menghadapi kecanggihan AI yang akan terus berevolusi, juga mengenai demokrasi yang semakin dikreativi oleh pemerintah sebagai sistem sebuah negara. Pada posisi ini Mbah Nun berpesan bahwa jamaah Maiyah harus siap dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam rentang waktu interval 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun ke depan. Mbah Nun tidak menjelaskan spesifik apa saja yang akan terjadi pada rentang interval waktu tersebut, tetapi Mbah Nun mengajak jamaah Maiyah untuk waspada terhadap berbagai kemungkinan-kemungkinan. Dengan kita membincangkan AI, setidaknya kita sudah menanamkan kesadaran dalam diri kita untuk waspada terhadap AI dan evolusinya serta inovasinya dalam beberapa tahun ini.
Di sesi akhir, ada satu pesan dari Mbah Nun yang layak kita hikmahi bersama. Selama ini kita selalu bertanya kepada Mbah Nun, kita selalu merasa bahwa Mbah Nun adalah salah satu rujukan kita untuk bertanya, tentang banyak hal. Padahal, kita juga diberitahu oleh Mbah Nun bahwa beliau sama sekali tidak memiliki latar belakang akademis yang biasanya menjadi acuan bagi orang-orang untuk menanyakan sesuatu. Misalnya, kalau kita bertanya mengenai penyakit kepada dokter, karena jelas bahwa dokter memang dia sekolah di jurusan kedokteran. Dan begitu juga untuk profesi lainnya.
Sementara, kita mengetahui bahwa Mbah Nun bukan seorang sarjana, bukan seorang master juga bukan seorang doktor. Tetapi, Mbah Nun selalu memiliki jawaban yang terkadang memang sesuai dengan pertanyaan yang kita sampaikan kepada beliau. Bagi Mbah Nun, kemampuan itu dimiliki oleh Mbah Nun karena sikap hidup yang sungguh-sungguh sudah dilakukan oleh Mbah Nun sejak kecil. Dalam hal apapun, Mbah Nun selalu sungguh-sungguh mengerjakannya, sehingga salah satu hasilnya adalah Mbah Nun mampu menemukan jawaban atas setiap pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada beliau.
Menjelang pukul 01.00 WIB dinihari, Kenduri Cinta edisi Maret 2023 dipuncaki dengan doa bersama untuk kebaikan bersama dan juga semua membaca Al Fatihah untuk korban ledakan Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara yang meledak dan terbakar pada Jum’at malam.