BERTANGGUNG JAWAB MENGELOLA SAMPAH DI ARUS BELANTARA
Di balik kemeriahan dan kegembiraan sebuah acara, yang terhebat adalah bagaimana mengelola situasi tempat dan lingkungan menjadi sediakala kembali. Yang tadinya bersih harus lebih bersih lagi, sebelumnya kotor menjadi rapi. Dalam belantara kita harus mengetahui apa yang seharusnya di-rumat dan dijaga.
Kadang kita larut dalam euforia dan sukacita yang berlebih setelah acara apapun saja, maka yang terjadi adalah hilangnya kesadaraan akan pentingnya nilai dan perilaku diri sendiri dengan perbuatan yang kadang hanya dinilai sepele sebelah mata, walau hanya membuang sebatang puntung rokok atau gelas plastik kopi yang menemani khidmatnya menyerap dan menyerap ilmu dari sebuah forum acara.
Menurut Mbah Nun, kedaulatan dan kemerdekaan adalah ketika kita sudah mengerti akan batasan-batasan, begitu pun tentang kewajiban kita sebagai manusia harus menjaga sekitar. Kedaulatan bukan hanya sekadar berpikir namun yang terpenting adalah perbuatan.
Bagaimana akan melangkah merdeka jauh sedangkan berdaulat akan barang atau sesuatu yang kita hasilkan berupa residu atau sampah tidak bisa dikendalikan.
Alhamdulillah pada gelaran yang sangat istimewa ketika Mbah Nun secara khusus mengunjungi anak-cucunya di Cirebon dan Brebes, semua jamaah yang datang belajar dewasa, begitu pula dengan penggiat yang digawangi Kang Ivey serta penggiat lainnya mampu mengikuti kewajiban menjaga kebersihan lingkungan bersama. Kedaulatan mengelola sampah merupakan bentuk kedaulatan yang sering disampaikan dalam forum Majelis Ilmu Maiyah Cirrebes.
Sebelum Maiyah Cirrebes berlangsung, penggiat menyebarkan thrashbag/kantung sampah plastik di beberapa titik agar bisa terjangkau pengunjung. Kalau dikelola secara kolektif akan mempermudah mengumpulkan dan mengangkut setelah acara.
Kang Ivey dan kawan-kawan biasanya memanfaatkan sampah plastik yang tidak bisa terurai secara langsung untuk dijadikan ecobrick yaitu memasukkan atau memenjarakan sampah plastik yang sudah terpotong kecil ke sebuah botol kemasan air mineral. Setelah padat dan berbobot 3 sampai 4 kilo per botol maka bisa dimanfaatkan untuk membuat aneka kreasi seperti kursi, meja, tembok atau pagar serta lainnya. Bahkan beberpa penggiat ada yang memanfaatkan sampah plastik ini menjadi anyaman tas dan dompet yang bernilai ekonomis.
Kesadaran akan sebuah perilaku yang membuat sesuatu barang tak berguna menjadi berguna memanglah sangat tidak mudah. Akan tetapi nilai-nilai dari pembelajaran ilmu Maiyah harusnya bisa menjadi cambuk bagi kita agar terbiasa menghargai apapun saja, termasuk barang atau sesuatu yang habis kita pakai agar bisa berguna, minimal tidak merugikan orang lain apalagi mencemari lingkungan.
Mengenai hal ini Mbah Nun pernah bertutur bahwa sering kita mengutuk dan membenci sampah, padahal sampah adalah produk kita sendiri sebagai masyarakat. Bukankah yang memproduksi sampah lebih hina dari sampah?
Dalam sebuah Hadist sahih bahkan Nabi mengatakan bahwa kebersihan sadalah ebagian dari iman. Betapa sangat penting dan harus mendapat perhatian lebih dalam kehidupan beragama, terkhusus bagi orang muslim. Mendhalimi makhluk lain pun kita dilarang apalagi kita menjadi sumber dari segala kerusakan. Sampah yang kita produksi bisa membuat tersumbatnya saluran air, sungai banjir, nyamuk demam berdarah mewabah karena genangan air di wadah-wadah yang sembarangan kita buang.
Dalam Maiyahan di manapun insyallah kesadaran para jamaah yang hadir akan pentingnya hal itu sudah menjadi perhatian tersendiri bagi pelaku Maiyah.
Orang Maiyah harus mampu mengorganisme dirinya sendiri untuk bisa berbuat baik kepada siapapun saja dan di mana saja.