GERAKAN EKONOMI MINIMALIS (GEMI) LKMS 

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, pada Sabtu malam, 11 Februari 2023, telah berlangsung Majeska Majelisan Srawung Kawruh (Majeska) Lingkar Keluarga Mocopat Syafaat (LKMS) Yogyakarta edisi Februari 2033.

Sekira pukul 21.30 WIB (lumayan molor dari rencana yang ba’da Isya), kami memulai Majeska dengan membubungkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Allah Swt atas limpahan kesempatan berkumpul. Tak lupa shalawat dan salam kepada Kanjeng Nabi Agung Muhammad Saw kami haturkan. Kemudian, dipimpin oleh Mas Tri Reman (juru bicara dan narahubung LKMS) kami panjatkan do’a agar Mbah Nun senantiasa dalam lindungan-Nya. Disambung Al-Fatehah bersama-sama yang diniatkan semoga Allah Swt. memberi tempat terbaik bagi Para Marja’ yang “sampun kapundhut”. Aamiin, aamiin, aamiin. 

Bersama suasana Jetis Tamantirto yang ayem, kami mulai dialog dengan mempersilakan perkenalan anggota baru Keluarga LKMS yang hadir. Ada tiga pemuda dengan wajah penuh kombinasi antara semangat dan keingintahuan.

“Hakikat Ekonomi adalah perpindahan sumber daya (bisa alam, ilmu, skill, potensi, informasi, barang, bahan mentah, dll) dari satu orang/pihak kepada orang/pihak lain yang itu nantinya berfungsi sebagai pemenuhan akan kebutuhan atau penunjang berlangsungnya hidup dan kehidupan manusia. Biasanya kita secara ilmu ekonomi memahami perpindahan itu berlangsung melalui transaksi jual-beli. Tetapi, sebenarnya kalau dilihat dari hakikat tersebut, perpindahan sumberdaya tersebut tidak melulu lewat transaksi jual beli dan laba. Kalau di Islam hal tersebut berkait erat dan terkandung dalam Zakat, Infaq, Sodaqoh. Sejatinya, dalam perspektif ini, zakat, shadaqah, dan infaq juga merupakan peristiwa ekonomi, peristiwa kita memindahkan atau mendistribusikan sumber daya kepada orang lain,” demikian pointing dari Mas Helmi. Ya, alhamdulillah Mas Helmi bisa membersamai Majeska kali ini, di mana kami berusaha membincang sebisanya tentang “penguatan ekonomi jamaah”. 

“Mungkin dengan sumberdaya teman-teman LKMS yang sudah punya pekerjaan sendiri-sendiri yang telah menyita waktu, barangkali teman-teman berpikir belum memungkinkan untuk membuka warung atau usaha yang itu merupakan model usaha bersama, maka yang mungkin bisa kita upayakan adalah melakukan sesuatu yang minimal (terjangkau) dulu, minimalis. Pemahaman bahwa ekonomi juga mencakup perpindahan sumber daya yang tak hanya lewat jual-beli bisa memberikan bingkai untuk lahirnya ide-ide ekonomi minimalis tersebut,” lanjut Mas Helmi. 

Lihat juga

Pembuka dari Mas Helmi mengawali obrolan seputar ekonomi malam itu dan dilanjut dengan teman-teman lain. “Sekarang beras langka. Bukan hanya harganya yang terus naik, tapi pasokan di juragan besar yang saya ngambil di sana tidak ada. Apakah resesi ekonomi sudah mulai?” tanya Mas Nurwahid, salah satu anggota LKMS yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang sembako di batas kota Yogyakarta – Bantul. 

“Saya kebetulan punya teman orang Jerman. Kemarin sempat kita ngobrol apakah harga-harga kebutuhan pokok di sana juga naik. Kata kawan saya, yang susah dan naik harganya itu gas. Padahal sekarang musim dingin, dan penduduk Jerman biasa menggunakan gas untuk pemanas rumah. Jadi sekarang harus memakai jaket dobel untuk melawan dingin yang minus 10 derajat Celcius”, cerita Mas Jery, pedagang skateboard yang punya banyak relasi orang luar negeri dan juga memaparkan betapa impor barang masih berkutat dengan keruwetan bea cukai dan regulasi ekspor yang menggencet anak negeri. 

“Saya mau cerita juga. Jadi sekarang saya sedang mengupayakan dhawuh Simbah “nandur”. Ada lahan sekitar 1000m² yang sedang saya kerjakan. Kemarin ada teman yang nawari saya pupuk organik, dan wokee mari kita coba. Kalau besok pupuk organik ini manjur, kita lanjut. Adalagi teman saya, Lik Nuri, punya gagasan “Sekondes (sekolah ndeso”, nanti di wilayah Turi. Khusus di sana pembelajaran rempah-rempah. Bisa nginep selama belajar di sana, gratis. Yang penting bawa bekal dari rumah untuk makan-minum selama di sana. Misal 5 hari ya dihitung sendiri bekalnya berapa rupiah”, kata Dhe Maskun, sesepuh kami di LKMS. 

“Di desa saya, Pandes. Dulu jadi sentral produksi mainan jaman dulu (othok-othok dan seterusnya), tapi sekarang sudah tidak, karena kalah populer dengan mainan anak-anak sekarang. Pada ujungnya, pendapatan masyarakat berkurang atau bahkan tidak lagi ada”, sambung Mas Didin, pemuda yang selalu hadir di depan panggung Mocopat Syafaat. 

Begitulah poin-poin yang saya catat dari “srawung kawruh” Majeska LKMS Februari. Masing-masing hadirin bebas mengutarakan apa, yang sedang di pikiran, entah itu sambung dengan topik atau tidak, dipersilahkan. 

“Di LKMS, asasnya kekeluargaan. Sedang di dalam keluarga itu ada sifat Ibu, Bapak, Adik, Kakak. Nah yang saya maksud bukan soal usia, tetapi siapa saja bisa memiliki sifat dan menyandang sifat tersebut sesuai apa yang sedang kita perlukan. Misal adik-adik yang masih SMK ini meski muda tetapi bisa menjadi kakak ilmu dari yang lain, pada bidang tertentu. Jadi senior yunior tidak menjadi ukuran di LKMS”, kata saya mencoba memperkuat kesungguh-sungguhan kami menjadi Keluarga Besar LKMS. 

“Di teman-teman Martabat, waktu Covid-19 kita punya sistem kepedulian bersama. Waktu itu ada 40 orang yang kemudian merumuskan sistem persambungan antara yang berkelebihan dan berkekurangan. Berangkatnya dari ‘blak-blakan’, jujur tentang kondisi yang ada. Misalnya ketika satu teman punya kelebihan 5 butir telur, itu diinfokan ke teman yang lain melalui grup WA. Persis seperti apa yang dipaparkan Mas Helmi tentang perpindahan sumber daya yang macam-macam jenisnya tadi. Alhamdulillah sistem tersebut bisa membantu kami waktu pandemi”, kata Mas Angga. 

“Bagaimana kalau sistem itu kita duplikasi dan teruskan di LKMS bro?” tanya saya. 

“Siap Lik,” jawab Mas Angga. 

Tak terasa sudah jam 12 malam lebih. Alhamdulillah Majeska Februari mengerucut pada kesepakatan menjalankan “sistem kepedulian antar keluarga” yang akan dipandegani Mas Angga. Teknis lanjut beliau siap mengawal dan memperjelas kemudian. 

Jam 00.30 WIB Mas Tri Reman menutup Majeska Februari dengan usulan “bagaimana kalau kita punya program GEMI, Gerakan Ekonomi Minimalis?”. 

Kami sepakat, aplikasi GEMI akan kita mulai dengan duplikasi “sistem kepedulian antar keluarga” dari Mas Angga. Dan tidak menutup kemungkinan akan ada bentuk aplikasi-aplikasi yang lain. Rasa syukur dan do’a  penutup kemudian kami panjatkan sebagai adab kami yang makhluq kepada Sang Khaliq. Semoga Allah Swt meridhoi perjuangan kami, aamiin aamiin aamiin. 

Jetis Tamantirto, 12 Februari 2023.

Lihat juga

Back to top button