TIGA LEVEL REALITAS DAN TANDA KEDEWASAAN MANUSIA

(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi Januari 2023)

Bangbang Wetan edisi Januari 2023 berlangsung di Pendopo Taman Budaya Cak Durasim Surabaya pada Minggu, 8 Januari 2023. Membersamai teman-teman jamaah Bangbang Wetan adalah Mbah Nun, Mas Sabrang, Pak Suko Widodo (dosen UNAIR), Pak Zaenal Arif (Direktur Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia), Pak Darmaji (dosen Matematika ITS), dan Pak Amin Widodo (dosen Departemen Teknik Geofisika ITS).

Tema Bangbang Wetan malam itu adalah “Balagha Asyuddahu.” Terminologi ini ada di dalam Al-Qur’an yang berarti momen ketika manusia tiba pada kedewasaan yang sempurna. Melanjutkan kehadiran di Padhangmbulan sehari sebelumnya, Mbah Nun meminta Mas Sabrang merespons tema “kedewasaan” yang diangkat teman-teman Bangbang Wetan. Sebelum itu, Mbah Nun mengajak teman-teman mundur selangkah dua langkah ambil napas panjang untuk melihat-lihat akar masalahnya.

Menurut Mbah Nun, dalam istilah umum, secara epistemologis baligh diartikan aqil baligh. Aqil adalah orang yang sudah bisa menggunakan akalnya. Aqil baligh adalah orang yang sudah sampai pada tahap bisa mengambil keputusan. Sementara itu ada konsep Tawakkal yang merupakan kata kerja dari ‘mewakilkan’. Kita bertawakkal kepada Allah di dalam menanam padi karena Allah Yang bisa menumbuhkan. Kita bisanya hanya menabur benih dan merawat. Hubungan tawakkal dengan baligh ada pada At-Talaq ayat 3: …wa man yatawakkal ‘alallahi fahuwa hasbuhu innallaha baalighu amrihi… (Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya).

Menurut Mbah Nun, kalau kita menikah tetapi pada proses mencari bojo/pasangan (suami-istri) tidak ujung ketemu, yang penting niat kita temenan (beneran/sungguh-sungguh) nanti Allah yang menjadikan kita sampai pada jodoh yang kita cari. Biasanya kita tidak pernah sampai pada apa yang kita inginkan karena salah niat. “Kita jangan niat mencari bojo (suami-istri) tetapi niatlah mencari jodoh. Karena sebenarnya kita sudah punya jodoh, tinggal bagaimana caranya kita mencari jodoh. Salah satu cara kita mencari jodoh adalah berbuat baik dan mengarahkan kaki juga benar,” ujar Mbah Nun

Mbah Nun menambahkan makna baligh juga bisa pada peristiwa Allah menyampaikan hajat manusia untuk tercapai. Ada makna baligh berikutnya yaitu manusia sudah sampai pada level tertentu (yang kita menyebutnya dewasa).

Mbah Nun menyampaikan kembali apa yang telah beliau sampaikan di Padhangmbulan perihal respons kita ketika mengalami, bertemu, dan ditimpa apa saja. Ketika kita ditimpa atau mengalami apa saja respons pertama kita mesti reaksi kekanak-kanakan. Mbah Nun berpesan, jangan mengambil keputusan ketika reaksi kita belum sampai ke tingkat dewasa. Sebelum mengambil keputusan kita harus diam dahulu, berpikir dan mencari baik dan benar dan indahnya. Kita diimbau oleh Mbah Nun supaya ketika mengambil keputusan syukur sampai pada tahap tua. Tua itu tidak hanya dewasa tapi sudah bijaksana dan sejati. Contohnya kalau orang yang sudah tua itu sulit dibohongi, berbeda dengan remaja yang mudah dibohongi.

Kita bisa melihat, menggambar dan menyimpulkan mana laki-laki dan mana perempuan karena kita memakai alat muhasabah yang bernama brain (otak). Semua memori dan olah pikir terletak di brain. Ketika kita meninggal, brain kita sudah tidak berfungsi lagi. Ketika mati kita sudah tidak sadar bahwa kita ada. Mbah Nun menegaskan bahwa yang substansial dan yang benar adalah manusia itu ruh bukan jasad kita. Karena kalau kita sudah meninggal masih bisa melihat serta masih bisa mendengar, meskipun semua itu tergantung apa yang pernah kita lakukan selama hidup.

Menurut Mbah Nun di dalam hidup manusia ada makrifat jasmani dan ada makrifat rohani, ada akal jasmani dan ada akal rohani, begitu juga ada ilmu ruh dan ada ilmu jasad. Ilmu yang kita pelajari di kampus itu rata-rata 90% ilmu jasad, meskipun ruh kita ikut di dalam proses belajar. Ketika meninggal nanti kita masih ada, bisa berpikir, mengetahui, memahami, menyadari, mengidentifikasi dan verifikasi. Ruh itu mempunyai akal sendiri. Seperti bayi ketika keluar dari perut ibunya itu bukan hasil mind yang ada di brain-nya. Begitu juga ketika bayi menyusu ke ibunya bukan dibimbing oleh pengetahuan jasad (mind) bayi tersebut. Kedua peristiwa bayi itu dibimbing oleh pengetahuan ruh bayi.

Mbah Nun mengingatkan bahwa kita harus tahu bahwa kita sebenarnya terdiri dari ruh dan jasad. Kita selama ini mengenali diri hanya pada jasad. Kalau bisa mulai sekarang kita mengenali diri yang ruh. Diri kita yang ruh itu yang sejati sampai surga.

Mbah Nun mengajak kita supaya melihat kehidupan lebih luas. Ada manusia yang hidup tidak terikat proses pendewasaan karena diberi ilmu langsung oleh Allah. Orang Jawa menyebut ilmu laduni bagi ilmu yang dimiliki orang indigo dan para wali. Kebanyakan orang di luar sana tidak paham dengan apa yang dilakukan Maiyah. Karena Maiyah melakukan aktivasi ilmu ruh. Kejadian lahirnya Maiyah adalah min-ladunni. Sebab Manusia tidak bisa membuat Maiyah. Kejadian lahirnya Maiyah diibaratkan seperti kejadian Nabi Khidlir yang disebut Allah orang yang dilimpahi ilmu, pengetahuan dan segala kemampuan min-ladunni (dari Allah langsung) dalam Al-Kahfi ayat 65: Fa wajadā ‘abdam min ‘ibādinā ātaināhu ramatam min ‘indinā wa ‘allamnāhu mil ladunnā ‘ilmā. (Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami).

Realitas yang Dialami Manusia

Masuk kepada tema ‘kedewasaan”, Mas Sabrang menguraikan garis kedewasaan manusia dengan memaparkan terlebih dahulu tiga jenis atau level realitas yang dialami manusia: realitas fisik, realitas akal, dan realitas spiritual. Berikut selengkapnya paparan Mas Sabrang tentang tiga level realitas tersebut serta kaitannya dengan tanda kedewasaan manusia yang dalam Bahasa Al-Quran disebut sebagai Balagha Asyuddahu.

Pertama, realitas fisik adalah realitas pertama yang dialami, rasakan dan direaksi oleh manusia. Realitas fisik contohnya sakit dan lapar. Seperti bayi yang belum tahu apa-apa tapi sudah bisa merasakan sakit dan lapar maka bisa bereaksi dengan menangis.

Kedua, realitas akal adalah pengalaman akal yang dialami manusia. Otak manusia bisa lebih lebar atau mempunyai sifat yang berbeda dari realitas (pengalaman) fisik. Manusia sering tidak bisa membedakan antara pengalaman fisik dengan pengalaman akal. Contohnya ketika kita mempunyai pacar dan mendengar bahwa pacar kita ­diapeli orang lain, itu membuat kita cemburu dan bereaksi marah. Hal itu menjadi pengalaman akal karena kita bisa marah dari hanya mendengarkan tidak ikut menyaksikan sendiri kebenaran pacar kita diapeli orang lain atau tidak.

Kita bisa bereaksi terhadap pengalaman fisik dan pengalaman akal, walaupun keduanya berbeda. Informasi akal (mendengar pacar kencan dengan orang lain) dan informasi fisik (ditempeleng) sama-sama bisa membuat kita bereaksi. Dengan pengalaman akal menjadikan pengalaman fisik berbeda maknanya. Karena pengalaman fisik tahunya sakit dan sehat sedangkan pengalaman akal tahunya makna.

Ketiga, realitas spiritual adalah realitas yang bukan realitas fisik dan bukan realitas akal. Spiritual adalah sesuatu yang tidak bisa diraih secara fisik dan tidak bisa diraih secara akal. Karena kalau spiritual kita bahas dengan akal menjadi realitas akal. Contoh dari realitas spiritual seperti pengalaman Nabi Ibrahim mencari Tuhan. Nabi Ibrahim bukan mencari apa tetapi menemui la ilaha (ini bukan tuhan, itu bukan tuhan) sampai pada illallah (menemukan Allah, Tuhan yang dicari oleh Nabi Ibrahim).

Ketiga realitas manusia tersebut mempuyai pertumbuhannya masing-masing, alias tidak bareng. Tetapi biasanya realitas yang paling depan adalah realitas fisik yang kita alami ketika bayi. Realitas yang kita alami berikutnya adalah realitas akal dan berikutnya realitas spiritual.

Garis Kedewasaan Manusia

Mas Sabrang menguraikan garis dewasa dalam perspektif tiga realitas ini. Realitas manusia disebut dewasa ketika manusia sudah mengalami realitas yang mencuplik salah satu sifat Tuhan yaitu Maha Pencipta yang berarti “kreasi”. Pertama, manusia disebut dewasa fisik ketika realitas fisiknya sudah bisa mengkreasi (menikah dan behubungan badan dengan pasangan) sehingga dapat melahirkan anak. Garis kedewasaanya ketika yang laki-laki mengalami mimpi basah dan yang perempuan menstruasi. Artinya badan keduanya sudah siap mengkreasi (memproses berhubungan badan dan melahirkan) bayi.

Kedua, manusia disebut dewasa akal (kedua) ketika realitas akal menghasilkan keputusan dari mengkreasi akal kita sendiri. Garis dewasa terjadi ketika seseorang  sudah mengalami wisuda. Wisuda berasa dari kata vishuddha atau pelakunya disebut vishuddhi. Vishuddhi adalah orang yang tidak terpengaruh dari luar (independen). Hidupnya sudah mengkreasi, tidak lagi memfotokopi. Outputnya, ketika ada orang lain marah, kita bisa tidak ikut marah. Kita bisa menyetel kadar kemarahan yang pas. Kita belum dewasa jika kita masih merasa sesuatu itu wajib karena lingkungan yang mendorong kita menyimpulkan seperti itu. Di dalam kehidupan yang ada adalah sebab akibat. Garis dewasa akal (kedua) adalah ketika akal kita sudah tidak lagi terpengaruh oleh sekitar (bukan berarti semaunya sendiri) sehingga yang keluar dari mulut kita adalah otentik.

Ketiga, manusia disebut dewasa spiritual ketika realitas spiritualnya sudah mengkreasi (memasukkan) faktor yang kita tidak tahu sebagai komponen penting dalam hidup. Artinya secara spiritual kita sudah bisa mengalami. Paling mudah kita menghitung yang kita tahu, kita sulit menghitung yang kita tidak tahu. Padahal tidak ada satu pun yang kita lakukan (sebab-akibat) tanpa melalui faktor yang kita tidak tahu. Contohnya ketika kita kebelet BAB kita tidak bisa mengeluarkan BAB karena yang antre banyak, ada faktor tidak tahu yang membuat kita BAB dengan mudah, misalnya BAB di celana. Sebuah momentum yang membuat kita bisa BAB dengan mudah itu berada di dalam banyak faktor yang tidak kita ketahui.

Faktor yang banyak tidak kita ketahui dibungkus dengan konsep Tuhan atau konsep agama. Yang tidak kita ketahui kita rangkum dengan konsep yang namanya Tuhan beserta interaksinya. Sehingga kita bersyukur ketika kita kebelet BAB dengan mudahnya kita bisa melakukan BAB. Artinya kita mengakui ada faktor yang tidak kita ketahui untuk membuat kita mempunyai pengalaman tertentu. Tidak ada orang sombong kalau kita memahami ada faktor yang tidak kita ketahui. Garis dewasa manusia yang sempurna adalah mampu mengkreasi (mengakui) faktor yang tidak diketahui ikut serta dalam pengalaman (sebab akibat) hidupnya.

“Output dari orang yang mengakui ada faktor yang tidak diketahui ikut serta dalam sebab akibat hidupnya adalah menjadi orang yang rendah hati,” tegas Mas Sabrang.

Demikian sedikit petikan ilmu dari Majelis Ilmu Bangbang Wetan edisi Januari 2023 malam itu.

 

 

Lihat juga

Back to top button