PALING SULIT, MENJALANKAN “ROBBIN NAAS”
Sudah kita serap bersama dari Sinau Bareng melalui tadabbur Mbah Nun bahwa al-Qur’an surat an-Naas mengandung ilmu tentang bagaimana memimpin masyarakat atau kelompok, atau bagaimana bersikap kepada orang lain, di mana yang harus didahulukan, sebagaimana urutan ayatnya, adalah mengayomi (Robbin Naas), kemudian kalau terpaksa baru memakai kekuasaan (Malikin Naas), dan kalau terpaksa lagi baru menggunakan kekuatan (Ilahin Naas). Tetapi, tidak sekadar urutan keseharusan, urutan Robb-Malik-Ilah, menurut Mbah Nun adalah gambaran urutan tingkat sulitnya. Hal ini pernah beliau uraikan saat berlangsung Majelis Ilmu Padhangmbulan di Menturo Sumobito Jombang pada 27 November 2015.
Mbah Nun mengatakan kalau seseorang punya kekuasaan dan kekuatan (posisi dan eksistensi), apa sulitnya dia menonjol-nonjolkan kekuasaan dan kekuatannya, apa susahnya dia mengatakan “Aku ini, aku itu” atau “Kalian tidak tahu siapa saya? Awas kalau sampai…”, dst. Pasti gampang, dan barangkali telah banyak yang bersikap demikian, entah di lapangan politik, atau di organisasi, atau dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, jika seseorang memiliki sumber daya, posisi, eksistensi, kekuasaan, dan kekuatan tidak selalu mudah bagi mereka untuk menekan kekuasaan dan eksistensinya untuk mendahulukan atau mencukupkan diri dengan bersikap mengayomi, menyayangi, membahagiakan, mensejahterahkan, santun, memberikan fasilitas, melayani, dll. sebagaimana dikandung dalam makna Robbin Naas. Maka, kata Mbah Nun, “Maiyah membatasi dan mengoptimalkan diri pembelajaran dan langkah-lakunya pada “Robbin Naas””.