Tadabbur Hari ini (58)
AL-FATIHAH DAN PRASMANAN QUR’AN
AL-FATIHAH DAN PRASMANAN QUR’AN
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيم
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
(Al-Fatihah: 1-7)
Kalau dalam forum-forum, kumpulan-kumpulan pengajian atau kesempatan-kesempatan di mana kita bersama-sama, Pak Kiai yang memimpin doa, biasanya memimpin permohonan kepada Allah doa yang ditirukan dari ajaran Kanjeng Nabi Rasulullah Muhammad Saw.:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الحَلِيْمُ الكَرِيْمُ ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ العَرْشِ العَظِيْم الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ ، أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ
وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ،وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ
وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Rasulullah Saw. datang pada kami dan berkata, siapa saja yang sedang dalam kesulitan atau ada permohonan untuk Allah Swt. hendaklah dia wudhu dan shalat dua rakaat lalu berdoa: “Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan Arsy yang Perkasa. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu sarana rahmat dan ampunan-Mu, manfaat setiap amal kebaikan dan keselamatan dari segala dosa. Aku memohon kepada-Mu untuk tidak meninggalkan dosaku melainkan Engkau mengampuninya, atau kesusahan apa pun tetapi Engkau menghilangkannya, atau segala kebutuhan yang menyenangkan-Mu tetapi Engkau memenuhinya”.
Lalu kata beliau: “Mintalah apa yang diinginkan di dunia ini dan akhirat nanti.” (HR Ibnu Majah).
Itulah salah satu “anak” yang berasal dari “rahim” Al-Fatihah, yang mindset utamanya adalah “Bismillahirrahmanirrahim” dengan hikmah Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Kalau seluruh muatan hikmah Al-Qur`an dikandung oleh Al-Fatihah, maka kita berpikir bahwa semua asma Allah (berapapun, 99 atau lebih) juga terkandung di rahim Rahman Rahim.
Di setiap ujung ayat Allah biasanya disebut dua asma-Nya Sami’un ‘Alim, ‘Azizun Hakim, Halimul Karim dan sangat banyak lagi, atau jenis aksentuasi Arhamur Rahimin— semua itu “diperanakkan” oleh keagungan Al-Fatihah. Agung itu rasanya semacam bulatan tak terhingga. Sebenarnya salah juga disebut bulatan, karena bulatan ada sisinya atau batas luarnya. Untung ini bulatan tak terhingga. Agung itu ya jauh, ya luas, ya tinggi, ya mendalam. Atau apapun dan bagaimanapun aspirasi serta imajinasi kita untuk menghayatinya.
Sebagaimana tatkala kita berruku’ dalam setiap shalat dan mengucapkan:
سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ
Kemudian bersujud dan mengucapkan:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
Pasti ada presisi makna yang terukur padanya. Tapi manusia hanya bisa menggapai-gapai sebatas keterbatasannya yang dijatahkan oleh Allah Swt. Dan untuk macam-macam perbedaan atas penggapaian makna itu manusia tidak bisa saling menyalahkan atau merasa mengungguli. Mungkin karena latar belakang itulah maka posisi kita mengucapkan dua narasi kesadaran itu adalah ruku’ dan sujud. Bukan ketika sedang berdiri tegak sesudah Takbiratul Ihram.
Dan kita belajar bahwa itu bukan sekadar proporsionalitas gerak shalat. Itu adalah sikap hidup. Sikap kebudayaan. Sikap peradaban. Sikap politik dan manajemen penempuhan hidup ini.
Dalam hidup ini kita berurusan dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, kebijaksanaan, kesucian dan apa saja. Kita berurusan dengan semua sisi, bidang, sudut dan jarak. Dengan materi, non-materi, immateri, fisika, metafisika, angka, infinitas, kesempitan, keluasan, hingga tinggi tak terhingga, luas tak terkira, dalam tak terukur.
Apa saja, siapa saja, di mana saja, kenapa saja, bagaimana saja, kapan saja atau tidak ada apa siapa kenapa bagaimananya serta tidak ada kapannya, awal dan akhirnya. Termasuk yang kasat mata, kasat telinga, yang maya, yang batin, yang rohani, yang tidak batin apalagi lahir (dhahir). Juga segala probabilitas, fenomena, kemungkinan yang di luar kemungkin, luar dalam serta yang bukan atau tidak luar dalam.
Itu semua adalah kandungan rahim Al-Fatihah. Multiverse, al-‘alamin yang tidak hanya dalam pengertian materiil atau jasadiyah. Sebagaimana kita selalu keliru kalau membayangkan surga. Apakah surga itu rohaniah saja atau juga jasmaniyah. Seluruh alat pemahaman, tools of achieving everything apalagi yang bukan anything, tidak mampu mencakup surga. Bahkan tidak sampai untuk membayangkannya. Bahkan tidak ada bayangan yang bisa menolong kita membayangkan surga.
Kita hanya bisa bersangka baik, lila legawaoleh informasi Allah. Kita hanya bisa percaya pokoknya an’amta alaihim.
Al-Qur`an itu prasmanan komplet untuk menyusu keselamatan dan kesejahteraan kita dunia akhirat. Alfatihah itu mengandung sumber persusuan itu. Dengan bismillahirrahmanirrahim kita mateg aji menempuh as-shirath al-mustaqim.
Mungkin ar-Rahman ar-Rahim adalah genetika asal-usul semua itu. Di Rahim Ibu Qur`an yakni Al-Fatihah itu terdapat susunan genetika asal-usul seluruh kehidupan ini, termasuk Gen-nya, DNA-nya, RNA-nya, chromosomnya atau apapun yang semua ummat manusia akan awam abadi sampai kiamat nanti. Bukan berarti memang dan pasti demikian, tapi kita hanya punya kata-kata seperti itu untuk mencoba memahaminya.
Emha Ainun Nadjib
26 Juni 2023.