SULUK MALEMAN PATI TAWASHSHULAN BERSAMA MBAH NUN DAN KIAIKANJENG

Selepas menyambangi teman-teman Jamaah Maiyah Gambang Syafaat dan masyarakat Semarang, hari berikutnya (Minggu, 26 Februari 2023), Mbah Nun dan KiaiKanjeng hadir di acara Suluk Maleman Pati yang diampu oleh Habib Anies Sholeh Ba’asyin. Seperti saat di Gambang Syafaat, para jamaah dan hadirin di Suluk Maleman diajak terlebih dahulu untuk Tawashshulan kurang lebih sekitar satu jam.

Tawashshulan merupakan proses memohon pertolongan kepada Allah dengan perasaan halus dan lembut melalui serangkaian bacaan yang di antaranya meliputi menyampaikan ucapan salam kepada para malaikat yang merupakan aparatus Allah Swt yang ditugaskan salah satunya untuk menjaga dan membantu manusia. (QS. Ar-Ra’du ayat 11). Ini dilakukan agar kita juga ingat akan keberadan dan fungsi malaikat Allah Swt. dalam kehidupan kita.

Para jamaah yang telah datang mengenakan pakaian bebas karena memang tidak dipersyarati untuk mengenakan uniform tertentu, meskipun Habib Anies, Mbah Nun, dan KiaiKanjeng mengenakan busana putih-putih. Mereka banyak yang memakai baju biasa, kaos oblong, jaket, dan ada yang memakai peci, tetapi lebih banyak yang tidak. Ada yang datang sendirian, ada yang dengan teman-temannya. Ada pula suami istri datang sembari mengajak anak kecilnya. Tampak pula seorang driver ojek online. 

Semua jamaah dan hadirin khusyuk mengikuti setiap tahapan Tawashshulan yang teridiri atas bacaan Qabliyah, Iftitah, Salam Limalaikatillah, Katur Dhumateng Kanjeng Nabi, Ayatul Mafatih, Baiat Tauhid, Shalawatun Nur, Rajunas-Syafaah, Shalawat Taslim, Maqamat Hajat, ‘Indal Qiyam, dan Doa Ikhtitam. 

Suluk Maleman merupakan forum kajian bulanan yang dirintis dan diampu oleh Habib Anies Sholeh Ba’asyin dan sudah berlangsung kurang lebih sebelas tahun. Sebelumnya, beberapa kali Mbah Nun pernah hadir di Suluk Maleman, dan terakhir sebelum malam itu adalah pada tahun 2018. Sementara kehadiran Mbah Nun dan KiaiKanjeng kemarin, untuk KiaiKanjeng adalah yang pertama kalinya di Suluk Maleman. 

Memahami Aktivasi Ruh

Usai Tawashshulan acara dilanjut dengan berbincang akrab bersama Mbah Nun, Habib Anies. Dalam sesi ini, Mbah Nun mengajak jamaah memahami Tawashshulan dari tiga level realitas: jasad/fisik, akal/aqliyah, dan ruh/ruhiyah. Aktivitas Tawashshulan secara fisik dapat dilihat dari adanya orang-orang yang berkumpul yang membaca teks Tawashshulan; sementara itu, secara aqliyah, orang-orang juga dipancing pemahamannya mengenai sejumlah hal yang dikandung dalam konsep Tawashshulan; dan secara ruh/ruhiyah, Tawashshulan adalah salah satu cara untuk mengaktivasi ruh. 

Pemahamaan di atas dirasa penting sebab selama ini kita lebih banyak didominasi oleh materialisme. Karenanya, Mbah Nun mengajak para jamaah untuk membebaskan diri dari materialisme. Dalam keadaan terdominasi oleh materialisme pun, pemahaman kita akan materi masih belum mendalam. Tidak semua materi memiliki bentuk. Dalam hal ini lebih jauh kemudian Mbah Nun mengajak jamaah mengenali berbagai macam makhluk yang diciptakan Allah sejak yang paling awal Nur Muhammad, ruang-waktu, langit-bumi, tumbuhan, hewan, hingga manusia. Juga Jin, Iblis, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj. 

Dalam situasi sarat materialisme, Mbah Nun mengajak agar kita mengaktivasi ruh. Ruh adalah diri sejati manusia, yang tatkala belum terlahir di dunia, ruh itulah yang menjawab pertanyaan Tuhan ”Bukankah Aku ini Rabb-mu?” dan ruh manusia itu menjawab, ”Benar, kami bersaksi.” Ruh diri kita itulah yang sejati dari diri kita dan kita selama ini lupa. Maka, dengan aktivasi ruh tersebut, apa yang kita putuskan dan apa yang kita lakukan harapannya merupakan hal yang sejati juga serta agar kita tidak gampang terpeleset dalam hal-hal yang buruk dan jahat. 

”Aktivasi ruh itu bukan sesuatu yang serem-serem. Aktivasi ruh bisa dimulai dengan meneliti tiap hari tiap saat apa-apa yang kita rasakan atau lakukan. Misalnya, kalau kita senang terhadap sesuatu, biasakan bertanya apakah yang senang itu ruh kita atau siapa/unsur lain dalam diri kita?” papar Mbah Nun. 

Malam itu Mbah Nun memberikan banyak contoh pengalaman yang beliau alami yang dapat diletakkan dalam kerangka memahami aktivasi ruh. Misalnya, pengalaman beliau selama di Amerika pada tahun 80-an awal di mana beliau berlatih untuk tidak putus asa dan tidak ragu-ragu sampai Allah benar-benar memberikan petunjuk atas apa yang harus beliau lakukan di tempat yang sama sekali asing. Menurut Mbah Nun petunjuk Allah yang diterima manusia adalah sesuatu yang bersifat ruhiyah, dalam arti berada dalam level atau semesta ruh. 

Selain itu, Mbah Nun juga bercerita tentang kebiasaan dari masa kecil untuk menjalani laku hidup yang oleh Ibunda Halimah, Ibunda beliau, disebut sebagai Urip Malaikatan. (Silakan baca: Malaikatan). Dari sini Mbah Nun mengatakan bahwa sebenarnya di setiap tempat kita harus bertarekat, berdisiplin, dan beristiqamah. Maka menurut beliau, aktivasi ruh adalah soal ‘Do It’, yaitu lakukan, pokoknya temukan dan lakukan. 

Sementara itu Habib Anies mengatakan bahwa Tawashshulan adalah ikhtiar untuk menghidupkan ruh dengan doa-doa, ayat-ayat Al-Quran dan shalawat-shalawat yang dibaca, dan hasilnya adalah membantu agar kita mampu memilih dengan tepat atau mengambil keputusan yang tepat. Habib Anies menguraikan bahwa sebenarnya setiap aktivitas yang kita lakukan selalu diawali dengan mekanisme pengambilan keputusan oleh akal kita, tetapi sering hal itu berlangsung sangat cepat sehingga tidak kita sadari. Jika kita mengaktivasi ruh, Habib Anies berharap, keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang baik. 

Habib Anies memberikan contoh mengenai sosok Abu Yazid Al-Busthami. Sepanjang hidupnya, Abu Yazid selalu berusaha menghindari sesuatu yang haram bahkan sampai meneliti asal-usul sesuatu itu apakah halal atau haram. Suatu hari dalam sebuah acara resepsi, tangan Abu Yazid tidak bisa bergerak ke arah sajian atau sesuatu yang ternyata bernilai haram. Dari sini, Habib Anies mengatakan bahwa aktivasi ruh bahkan mampu mencegah seseorang pada tingkat fisik, seperti pada contoh Abu Yazid tadi. Habib Anies menggarisbawahi penting latihan atau pembiasaan untuk mengaktivasi ruh. 

Tanpa terasa waktu sudah menunjuk pukul 23.00 WIB. Mbah Nun segera mengakhiri kebersamaan malam itu dengan meminta Mas Islamiyanto memimpin doa penutup. Kepada kami, Habib Anies mengungkapkan banyak jamaah yang merasakan kebersamaan malam itu terlalu singkat. Mereka masih rindu kepada Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Walaupun perjumpaan Suluk Maleman malam itu telah cukup mengobati kerinduan teman-teman di Pati dan sekitarnya. 

Lihat juga

Back to top button