REALITAS TUHAN DALAM SEPAKBOLA

Piala Dunia 2022 yang dihelat di Qatar tahun ini pada awalnya tidak begitu menarik untuk diikuti. Ada banyak alasan kenapa gegap gempita turnamen akbar sepakbola dunia 4 tahunan kali ini tidak begitu meriah disambut oleh publik. Isu korupsi di FIFA dalam penentuan Qatar menjadi tuan rumah di tahun 2022 ini, lalu isu pelanggaran HAM atas banyaknya korban nyawa yang jatuh pada proses persiapan pembangunan fasilitas Piala Dunia di Qatar, waktu pelaksanaan yang tidak lazim, diselenggarakan di bulan November-Desember yang biasnaya Piala Dunia digelar pada bulan Juni-Juli, ditambah lagi pada awal Oktober lalu, di Indonesia terjadi tragedi Kanjuruhan yang entah kapan akan selesai pengusutannya secara tuntas.

Namun, sepakbola tetaplah sepakbola bagi para penikmatnya. Dan ternyata, Qatar berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa mereka memang benar-benar mampu menyelenggarakan turnamen sepakbola terbesar di dunia ini. Isu LGBTQ sempat mengemuka di awal-awal turnamen. Segala bentuk simbol yang mengidentikkan LGBTQ dilarang masuk stadion tempat pertandingan dilangsungkan. Meskipun pada akhirnya pemerintah Qatar melonggarkan aturan ini. Begitu juga dengan peredaran minuman keras yang dibatasi, hanya dijual pada waktu-waktu tertentu dan tidak diperbolehkan dibawa masuk stadion. Padahal, salah satu sponsor utama FIFA di Piala Dunia adalah produsen minuman keras. Lagi-lagi, Qatar menunjukkan bahwa aturan mereka mutlak harus ditaati. 

Saat upacara pembukaan pun, Qatar menyampaikan pesan yang sangat penting melalui sepakbola. Ghanim Al Muftah tampil di stadion Al Bayt membacakan ayat ke-13 dari surat Al Hujurat; Yaa ayyuha-n-naasu inna kholaqnaakum min dzakarin wa untsa wa ja’alnaakum syu’uuban wa qobaailaa lita’arofuu. Inna akromakum ‘indallahi atqookum. Innallaha ‘aliimun khabiirun.

Di Maiyah, Mbah Nun mengajak kita mentadabburi ayat tersebut melalui pemahaman bahwa kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah dari unsur maskulin dan feminin. Dalam diri kita terdapat perpaduan unsur dzakarin dan untsa.

Kemunculan Morgan Freeman juga menjadi pesan yang sangat tegas yang ingin disampaikan oleh Qatar kepada dunia. Bahwa Qatar adalah negara yang siap menyambut siapapun saja, dan akan dijamin keamanannya, kenyamanannya, dan keselamatannya.

Dan di Piala Dunia 2022 ini, kita melihat fenomena yang nyata. Bagaimana sisi feminin dari para pemain bola tampak sangat jelas saat kesebelasan mereka kalah dan dipastikan tidak lolos ke babak berikutnya. Mereka menangis, mereka menyesali kenapa mereka tidak mampu memenangkan pertandingan yang menentukan itu. Meskipun ada pula yang mampu menunjukkan sisi maskulin mereka lebih dominan, untuk tetap tenang, menerima kenyataan pahit atas kegagalan kesebalasannya melangkah lebih jauh di turnamen ini.

Saat Argentina dikalahkan oleh Arab Saudi di laga pembuka Grup C, seluruh dunia tercekat. Siapa yang mengira kesebelasan Arab Saudi mampu mengalahkan kesebelasan yang dihuni oleh bintang-bintang sepakbola ternama. Le Abiceleste dibuat frustasi dengan strategi pertahanan yang cukup tinggi. Hampir semua perangkap offside yang dipasang anak asuh Herve Renard berhasil menggagalkan peluang Messi dkk. Teknologi VAR membantu wasit untuk memutuskan keputusan lebih cermat di lapangan. Kemenangan 2-1 atas Argentina membuat Arab Saudi memuncaki klasemen sementara Grup C saat itu. Namun, kemenangan itu pun ternyata menjadi kemenangan satu-satunya yang mereka raih. Karena setelahnya, mereka dikalahkan oleh Polandia dan Meksiko.

Saat kemenangan Arab Saudi atas Argentina menggemparkan dunia, saya teringat tulisan Mbah Nun dalam buku “Bola-bola Kultural”, dalam tulisan itu Mbah Nun menulis dialog imajiner di langit saat Piala Dunia digelar di Italia. Dalam pertandingan Argentina vs Kamerun, secara mengejutkan Kamerun meraih kemenangan tipis 1-0 melalui gol tunggal Omam Biyik.

Dalam dialog imajiner itu, Mbah Nun menggambarkan bagaimana para pasukan kosmos di langit melancarakan protes kepada komandan utama di langit, karena di perhelatan Piala Dunia saat itu didominasi dengan pembicaraan tentang Diego Maradona, Marco Van Basten dan Ruud Gullit. Hampir sama dengan Piala Dunia di Qatar tahun ini, yang lebih membicarakan tentang personal-personal sosok pesepakbola seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Padahal, ada banyak telante-talenta terbaik sepakbola yang juga sewajarnya memiliki prosi untuk diperbincangkan. Maka, di  Qatar 2022 ini, pasukan kosmos di langit pun sepertinya melakukan hal yang sama, sehingga kemudian Tuhan mentakdirkan Arab Saudi mengalahkan Argentina di laga pembuka untuk menyadarkan kita semua, bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki kemungkinan-kemungkinan di luar nalar kita.

Siapa yang mengira Jepang dan Korea Selatan mampu mendobrak prediksi banyak orang yang meragukan tim-tim Asia lolos ke fase 16 besar. Nyatanya, negara-negara langganan turnamen seperti Jerman, Belgia dan Uruguay bahkan tidak mampu lolos ke babak 16 besar itu. Namun, Tuhan tidak begitu saja melewatkan momen untuk memberikan kejutan-kejutan yang lain. 

Setelah kejutan dari negara Asia, Tuhan memilih Maroko untuk mewakili benua Afrika menggebrak hegemoni kekuatan sepakbola dunia saat ini. Tidak tanggung-tanggung, Spanyol dan Portugal dibuat merana di fase gugur 16 besar dan 8 besar. Meskipun akhirnya Maroko harus kembali bertekuk lutut di hadapan serdadu Perancis, seperti nenek moyangnya dulu, skuad The Atlas Lions harus menyerah 2 gol tanpa balas di babak semifinal.

Menariknya, Maroko yang merupakan salah satu negara Afrika yang cukup kuat kultur Islamnya, pada Piala Dunia Qatar ini menyampaikan pesan yang sangat penting kepada dunia. Bagiamana para pemainnya melakukan selebrasi bersama Ibunya setelah pertandingan. Kita akan mengintat ciuman Achraf Hakimi di kening Ibunya setelah pertandingan yang menegangkan di babak 16 besar. Kita juga akan mengingat bagaimana Sofiane Boufal mengajak Ibunya ke pinggir lapangan dan menari-nari, seolah menginat masa kecilnya saat bermain di taman rumahnya sendiri. Dunia menyaksikan itu. Fenomena yang sangat berbanding terbalik dengan apa yang biasa dilakukan oleh bintang sepakbola Eropa atau Amerika, yang seringkali dalam perhelatan akbar seperti ini mereka memamerkan pasangan-pasangan mereka.

Betapa Tuhan sangat indah menyiapkan skenario yang kita saksikan di Qatar selama perhelatan Piala Dunia 2022 ini. Impresifnya Maroko setidaknya memercikkan harapan bagi para penikmat sepakbola, terutama yang beragama Islam, berharap Maroko mampu melangkah lebih jauh, hingga babak final dan menjuarai Piala Dunia di Qatar. Tapi, Tuhan tetap bersikap adil, karena final Piala Dunia adalah babak penentuan talenta-talenta terbaik sepakbola, maka hanya mereka yang memang memiliki kemampuan terbaik dan konsisten menampilkan teknik-teknik terbaiknya adalah yang memang layak untuk tampil di babak final. Dan Tuhan sudah memutuskan bahwa Argentina dan Perancis yang akan berhadapan di partai puncak.

Bukan pertemuan untuk membuktikan siapa yang terbaik antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Entah apa tajuk utama yang akan menggambarkan laga final nanti, yang pasti kita akan menyaksikan sebuah pertandingan final yang diprediksi akan menyajikan pertandingan yang sengat menarik.

Lantas, andaikan kita punya akses untuk sedikit terbang menembus Arsy, lalu karena kita memiliki kepentingan, kita melakukan negosiasi dengan Tuhan untuk meminta salah satu dari Perancis dan Argentina yang menang sesuai dengan kehendak kitai, Tuhan pasti akan langsung membentak kita, seperti dialog imajiner Mbah Nun puluhan tahun silam; “Aku yang punya hak dan aku yang tahu apa yang terbaik bagi manusia. Kamu jangan mengatur-ngatur Aku seperti manusia mencoba mengatur Aku…”

Lihat juga

Back to top button