PENJAGA GELOMBANG

Kalau boleh mengklaim aku adalah salah satu jamaah Maiyah yang merasa bersyukur dipertemukan dengan lingkaran Maiyah. Banyak tanya yang terjawab melalui lingkar-lingkar kegiatan Maiyah yang aku ikuti saat ada Mbah Nun maupun tak ada beliau. Meskipun tanya yang terjawab melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru yang lebih banyak, mereka seperti membelah diri bagai bakteri.

Kebetulan aku kenal lebih dulu dengan buku-bukunya Mbah Nun daripada lingkar Maiyahnya. Melalui halaman sampul belakang bukunya aku mendapatkan informasi terkait kegiatan yang dikelolanya. Twitter adalah media sosial yang menjadi perantaraku menyimak Maiyahan pada awalnya sebab tagar Maiyahan hampir selalu trending 10 besar terutama ketika acara Kenduri Cinta Jakarta. Jamaah yang mayoritas melek media sosial mengabarkan melalui live tweet sehingga mudah ditemukan. Twitter menjembatani aktivitas Maiyahanku via virtual sebelum hadir secara fisik.

Jamaah Maiyah bisa melakukan live tweet karena ada acara Maiyahan yang diselenggarakan, dalam penyelenggaraannya tentu marja’ Maiyah tidak sendirian. Setelah kucari tahu, Maiyah tumbuh secara organik di berbagai kota bahkan di belahan dunia lain yang disebut Simpul Maiyah. Pada setiap Simpul Maiyah terdapat penggiat yang bertanggung jawab secara personal untuk berkontribusi menyelenggarakan Maiyahan setiap bulannya. Orang-orang yang merasa membutuhkan dan satu konsep dengan maiyah membentuk Simpul Maiyah pada tiap titik di mana mereka berdomisili dengan kesadaran berbagi. Barangkali apa yang mereka dapat maiyahan dapat dinikmati juga oleh orang-orang baru yang membutuhkan. Secara umum penyelenggara Simpul Maiyah dikenal dengan penggiat Maiyah, namun aku menyebutnya penjaga gelombang Maiyah.

Seperti yang Mbah Nun utarakan dalam Maiyahan bahwa maiyah itu gelombang. Sehingga aku pikir anak-anak dan cucu-cucu Mbah Nun jamaah Maiyah yang terlibat dalam simpul merupakan penjaga gelombang Maiyah tersebut. Aku sendiri tidak pernah terlibat secara intens sebagai bagian dari penjaga gelombang Maiyah ini. Aku menyadari bahwa tanpa penjaga gelombang Maiyah ini, aku sebagai jamaah tentu tak dapat menjamah Maiyahan secara intens dan lebih dekat secara jarak. Tak kubayangkan bahwa kegiatan yang bukan dimotori perputaran uang tetap bisa bertahan berpuluh-puluh tahun yang dapat menghadirkan ribuan massa untuk bergembira, berpikir, dan Sinau Bareng 

Fenomena ini memang tampak aneh karena tidak umum di belahan dunia manapun acara semacam ini diselenggarakan. Jika hanya satu dua kali saja tentu tak begitu sulit, penggiat Simpul Maiyah rela untuk setia setiap bulannya menyelenggarakan acara Maiyahan pada tiap titiknya. Secara sukarela mereka bertanggung jawab mengurusi acara Maiyahan secara rutin dalam kurun waktu yang lama. 

Lihat juga

Aku sendiri beberapa kali terlibat dalam acara event organizer sehingga aku tahu kerepotan seperti apa yang harus dilewati untuk menyelenggarakan sebuah acara. Jamaah yang hadir pun tak diwajibkan untuk membayar apapun, artinya ada donatur atau iuran antar penggiat sampai acara bisa diselenggarakan. Ada tema yang perlu dipersiapkan supaya ada garis batas pijakan yang jelas untuk memulai perbincangan atau diskusi. Entah berapa kali para penggiat mengalami stagnansi topik karena bingung hal apa yang akan dibicarakan lagi. Itu semua adalah risiko-risiko yang penggiat hadapi pada setiap bulannya.

Entah berapa kali pertanyaan-pertanyaan penuh kegelisahan muncul dalam diri penggiat setiap kali mempersiapkan Maiyahan, aku tak bisa membayangkan. Tetap setia bertahan dan menjaga ritme Maiyahan tiap bulan dengan jamaah yang terbuka untuk umum sangatlah tidak mudah. Karena mereka perlu meraba kira-kira topik apa yang bisa diterima jamaah sehingga terjalin irama diskusi yang diharapkan, terjadi tukar-tambah pengetahuan dan cinta di antara jamaah yang hadir. Terlebih kegiatan ini tak disponsori oleh siapapun, sponsor utamanya adalah kebersamaan dan kerelaan hati untuk mengulurkan tangan sebisa-bisanya. Bukan diinisiasi oleh lembaga pemerintah atau lembaga pendidikan negara resmi, jadi sebetulnya tidak ada kewajiban tertulis untuk tetap menyelenggarakan acara. Faktanya mereka terus berbuat, itulah akhlak. 

Nyatanya, banyak Simpul Maiyah yang bahkan sudah mencapai usia lebih dari 20 tahun. Hal ini menunjukkan bagaimana gelombang cinta yang digetoktularkan Marja’ Maiyah berhasil diestafetkan kepada banyak manusia yang diinterpretasikan dengan membentuk lingkaran serupa. Ada kepentingan-kepentingan personal yang ditanggalkan tiap penggiat untuk bisa tetap menggelar acara Maiyahan setiap bulannya. Durasi bertahannya acara Maiyahan menunjukan kompas niat yang selalu dijaga akurasinya dengan istiqomah.

Jika turunan dari kegiatan Maiyah adalah padatan-padatan yang terkonsentrasi pada aktivitas-aktivitas yang lebih spesifik tentu sangat baik. Tetapi jangan paksa Maiyah untuk menjawab semua persoalan, jangan tuntut Maiyah untuk menyelesaikan semua masalah di dunia ini. Biarkan Maiyah dengan gelombangnya sendiri dan biarkan penjaga gelombang tersebut istiqamah di jalannya. Biarkan simpul-simpul Maiyah menjadi prapen atau menjadi sasana latih tiap individu untuk mengenal dirinya sendiri sebelum berbuat sesuatu ke luar diri. Selebihnya, tugas jamaah yang telah merasa cukup mengunduh banyak ilmu dan pengetahuan pada tiap acara Maiyahan untuk mensintesakan padatan dari gelombang tersebut.

Para penjaga gelombang Maiyah sudah menunjukan performa gemilang, sebagai jamaah kita bisa turut mendistribusikan gelombang tersebut pada lingkaran-lingkaran yang bisa kita upayakan. Jika dirasa belum mampu untuk mengekstraksi sintesa dari gelombang yang mengalir maka teruslah mencari, innallaha ma’ana. Para penjaga gelombang Maiyah telah menentukan jalur kesetiaannya melalui Simpul Maiyah.

Aku selalu merasa malu ketika Maiyahan kepada penggiat semuanya karena aku hanya mampu iuran kepala dan tangan kosong. Untuk itu, izinkan aku menyampaikan doa baik sebagai wujud terima kasihku kepada teman-teman penggiat sekalian di manapun berada. Semoga selalu dijaga kesehatannya, dijaga martabatnya, disejahterakan keluarganya, dan dikuatkan selalu pundaknya untuk terus setia dalam pilihan jalannya.

Sebagai jamaah, kita pun berhak memilih jalan kesetiaan nilai yang sama meski pada ruang yang berbeda. 

Klaten, 1 November 2022

 

Lihat juga

Back to top button