Maiyah Memang Misterius
“Pak, apakah tadi di jalan ketemu banyak orang yang ke arah sini (Lapangan Sugihan, tempat Maiyah 8 Oktober 2022)?” tanya Mas Khoirur Rozikin (Area Sales Manajer Wismilak Area Semarang).
“Sepi,” jawab saya.
Saat itu jam 20.00 malam kurang sedikit, hujan masih turun rintik-rintik. Dari sebelum maghrib hujan deras mengguyur Purwodadi (Ibukota Kabupaten Grobogan).
Lapangan Desa Sugihan, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan yang siangnya becek sisa hujan kemarin, tambah becek.
Wajah Mas Rozi saya lihat agak cemas. Khawatir acaranya sepi.
“Tenang Mas, nanti kalau Cak Nun (Mbah Nun) naik panggung biasanya Jamaah Maiyah berdatangan, sekitar jam 21.00 lah,” saya menghiburnya, meskipun ikut terbersit rasa khawatir.
Menjelang jam 21.00 Cak Nun (Mbah Nun) datang dan naik panggung. Saya diminta Mas Heri dan Cak Zakki ikut naik ke panggung. Para jamaah mulai berdatangan dan duduk di depan panggung sambil menggelar plastik untuk duduk di gundukan lapangan, sebab cekungannya penuh air.
Saya duduk disebelah kiri Wakil Bupati Grobogan (dr. Bambang Pujiyanto, M. Kes.) dan sebelah kiri saya adalah Danramil Toroh dan Kapolsek Toroh. Saat acara berlangsung hampir 2 ribu orang berkumpul asyik masyuk bermesraan bersama Cak Nun dan KiaiKanjeng.
Pada acara dialog dengan para jamaah dengan topik “Sinau Syukur”, Mbah Nun sempat bilang ke Pak Wabup bahwa nanti Jamaah yang bisa menjawab atau memberi respons akan dapat hadiah dari Mbah Nun dan Pak Wabup.
Saya lihat Pak Wabup komunikasi lewat WA ke ajudan beliau dan benar adanya bahwa ajudan beliau membawa dompet diberikan ke Pak Wabup. Sambil berbisik kepada saya, beliau bertanya kepada saya, “Biasanya diberi berapa, Pak?” “Monggo direspons sepantasnya saja, Pak,” Jawab saya.
Dalam dialog yang mesra, gayeng, guyon, dan gembira akhirnya Pak Wabup memberi 200 ribu rupiah kepada orang pertama, dan 200 ribu rupiah lagi kepada orang kedua. Seperti biasa dalam Sinau Bareng, Ada 3 kelompok (tiap kelompok ada 3 orang) yang diberi tugas oleh Mbah Nun untuk mencari jawaban dengan cara berembuk sekitar 30 menit.
Pada Sinau Bareng dengan topik “Sinau Syukur” ini, ada 4 pertanyaan:
- Kenapa kita harus dan butuh bersyukur?
- Dalam bidang atau hal apa kita harus bersyukur?
- Dengan cara bagaimana kita bersyukur?
- Coba ditadabburi kenapa jika kita tidak bersyukur bisa disebut kufur?
Kelompok pertama memaparkan jawaban mereka dan direspons langsung oleh Mbah Nun dan Pak Wabup. Untuk mengapresiasi mereka, Pak Wabup memberi uang 300 ribu rupiah. Giliran kelompok kedua, Mas Helmi meminta Pak Wabup, Pak Danramil, Pak Kapolsek, dan saya untuk merespons.
Untuk mengapresiasi mereka maka Pak Wabup memberi uang 300 ribu rupiah.
Saya sempat melirik dompet Pak Wabup, sudah tidak ada lagi uang yang warna merah. Spontan saya bilang, “Pak Wabup untuk kelompok yang ketiga biar saya saja yang kasih hadiahnya.” Hehehehe…
Alhamdulillah acara berjalan lancar dan khidmat, meskipun sedikit ada keriuhan saat Jamaah yang di depan panggung berdesakan bersalaman dengan Mbah Nun. Padahal sebelumnya sudah dikasih tahu tidak perlu bersalaman langsung dg beliau, cukup dengan hati. Dalam uyel-uyelan itu saya membantu Pak Wabup berdiri, sebab Mbah Nun sudah dibantu oleh tim Banser dan petugas keamanan.
Para Jamaah pulang dengan tertib dan gembira.
Lapangan yang becek tak jadi penghalang rasa cinta dan kangen kepada Cak Nun dan KiaiKanjeng. Bahkan saat sudah bubar sebagian Jamaah masih mengajak selfie kepada personel KiaiKanjeng.
Maiyah Memang Misterius. Terima kasih. Matur suwun.
(EnKa, 12102022)