GAMBANG SYAFAAT MENYEMAI SEMANGAT BIBIT UNGGUL
(Reportase Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat Semarang 25 September 2023)
Momen sesi mukaddimah: beragama pandangan generasi muda sebagai pemantik pemikiran yang memperkaya diskusi
Senin, 25 September 2023 tepat pukul 20.00 WIB, Masjid Agung Jawa Tengah menjadi saksi bagi berlangsungnya Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat dengan mengangkat tema Bangsa Bibit Unggul. Seperti biasa, forum terbuka yang memberi kesempatan oleh para jamaah yang berasal dari berbagai kalangan terutama para generasi muda yang ingin merenungkan peran serta potensi mereka dalam memajukan bangsa. Acara dibuka dengan lantunan sholawat dan tawashshulan yang diiringi oleh grup terbangan yang berangkat dari kota Demak. Suasana khidmat di awal acara seolah menggambarkan betapa pentingnya momen ini.
Lalu, berbeda dengan forum-forum sebelumnya, sesi diskusi mukaddimah kali ini diisi oleh empat orang pegiat yang merupakan wajah-wajah baru sekaligus dengan dimoderatori oleh Kang Jion dan Mas Ihfan. Mbak Diyah sebagai penyampai pertama memulainya dengan merujuk pada salah satu buku Mbah Nun berjudul Kagum Kepada Orang Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2015. Dia mengungkapkan keheranannya terhadap sikap sebagian orang Indonesia yang tampaknya kurang memiliki semangat untuk berusaha dan bersaing dengan bangsa lainnya karena berbagai kemudahan yang telah dinikmati selama ini.
Pandangan beragam dari para pegiat Gambang Syafaat yang lain juga semakin memperkaya diskusi ini. Mas Dwi sebagai desainer gambar ilustrasi pada tema poster menjelaskan makna desainnya yang mencerminkan dualitas, di mana warna hijau pada pohon menggambarkan optimisme di tengah warna gelap yang melambangkan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Mas Udin, seorang guru, mengajak seluruh hadirin untuk merenungkan “bibit” apa yang sebenarnya mereka miliki agar tidak salah dalam menganalisis diri sendiri. Jika kodratnya seperti bibit padi, maka harus tumbuh sebagaimana padi. Begitu pula jika kodratnya adalah bibit mangga, peran yang dilakukan seharusnya sejalan dengan pertumbuhan bibit mangga. Mas Misrin, seorang pengacara, bercerita tentang pengalamannya yang tidak selalu berhadapan dengan para penegak kebenaran dan menekankan pentingnya kejujuran serta keadilan ketika berurusan dengan masalah hukum.
Pada sesi mukaddimah, tidak hanya berhenti di situ. Di sela-sela diskusi, Mbak Indah membacakan sebuah puisi karya Mbah Nun yang berjudul “Sajak Pohon di Udara”. Puisi ini menjadi pengantar yang membawa para hadirin untuk perjalanan pikiran yang mendalam. Penampilan grup musik Gravity yang terdiri dari tiga orang pemuda yang memiliki bakat dalam membawakan lagu-lagu yang melintasi berbagai generasi. Dengan penuh semangat menyanyikan lagu-lagu, mereka tidak hanya membawakan lagu dari era Koes Plus, tetapi juga lagu-lagu hits dari Letto. Musik yang mereka mainkan mampu menciptakan suasana yang menyatukan hati dan semangat seluruh hadirin di malam itu.
Inilah awal dari Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat, forum Maiyah yang memiliki ciri khas sebagai ruang terbuka untuk memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk mengeksplorasi pemikirannya dan mengekspresikan berbagai bakat-bakat mereka. Forum yang menyemai bibit unggul, para generasi muda yang memberikan inspirasi dan memberikan optimisme kepada publik untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Mengeksplorasi Kriteria Unggul dalam Perspektif Islam
Sesi selanjutnya menghadirkan dua narasumber yang membahas kriteria unggul dalam perspektif Islam. Narasumber pertama, Pak Ilyas, mengacu pada Al Qur’an Surat Al Qalam ayat 4: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur“. Dalam konteks ini, kata “engkau” mengacu kepada Nabi Muhammad SAW, yang memiliki akhlak luhur dan harus dijadikan contoh oleh seluruh umat manusia. Pak Ilyas menjelaskan bagaimana nilai-nilai akhlak mulia ini merupakan salah satu kriteria untuk menjadi unggul dalam pandangan Islam. Diskusi kemudian berlanjut dengan penjelasan mengenai kisah Syekh Subakhir dan Sabdo Palon. Dalam narasi ini, narasumber menyampaikan pandangan bahwa bibit orang Jawa secara historis telah terkait erat dengan Nabi Muhammad SAW berdasarkan garis keturunan Syekh Subakhir. Hal ini menggambarkan bahwa orang Jawa memiliki akar yang kuat dalam nilai-nilai Islam, yang menjadi landasan untuk menganggap mereka sebagai bibit unggul sejak zaman dahulu.
Kisah tentang Syekh Subakhir dan Sabdo Palon adalah bagian dari cerita dan legenda yang berkembang di masyarakat Jawa. Kisah ini berkaitan dengan asal-usul dan sejarah keberadaan Islam di pulau Jawa. Syekh Subakhir adalah seorang tokoh spiritual yang dikenal di Jawa, dan ia diyakini oleh sebagian orang sebagai seorang wali yang memiliki kedekatan dengan agama Islam. Sabdo Palon adalah salah satu istilah yang digunakan dalam legenda ini. Dalam versi legenda yang beredar, Syekh Subakhir datang ke Jawa dari daerah lain dengan maksud untuk menyebarkan ajaran Islam. Sabdo Palon adalah salah satu ucapan atau nasihat yang diberikan oleh Syekh Subakhir kepada masyarakat Jawa. Isi dari Sabdo Palon ini seringkali berisi ajaran-ajaran agama Islam, nasihat tentang kehidupan, dan nilai-nilai moral.
Narasumber kedua, Gus Aniq, membawa pemahaman filsafat timur ke dalam diskusi. Beliau menyatakan perbedaan antara filsafat barat, yang mengemukakan “Aku berpikir, maka aku ada” dan filsafat timur, yang menyatakan “Aku hadir, maka aku ada”. Gus Aniq juga mengajak audiens untuk mendekonstruksi kata “bibit” dan mempertanyakan apakah istilah ini memiliki makna yang berbeda dalam bahasa Arab, seperti “adhim” (عظيم) dan “kabir” (كبير) yang memiliki arti yang berbeda, meskipun keduanya berkaitan dengan konsep ukuran atau kebesaran. Kata “adhim” berarti besar, agung, luhur, dan mulia. Biasanya digunakan untuk menyatakan kebesaran atau keagungan Allah SWT. Misalnya, dalam frasa “Allahu Akbar” (الله أكبر) yang berarti “Allah Maha Besar” atau “Allah Maha Agung”. Kata “adhim” juga bisa digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat positif dan kebesaran lainnya dalam konteks berbagai hal, termasuk kebaikan moral dan etika. Kata “kabir” juga berarti besar, tetapi sering kali lebih berkaitan dengan ukuran fisik atau besar dalam konteks yang lebih umum. “Kabir” bisa digunakan dalam banyak konteks, seperti menyebutkan benda yang besar secara fisik, atau menggambarkan usia seseorang yang sudah lanjut.
Tantangan Masa Depan Bibit Unggul: Dari Cinta, AI Sampai Demit
Sesi puncak dalam acara Gambang Syafaat menghadirkan Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh yang langsung ditodong untuk menjawab beberapa pertanyaan dari jamaah yang dipenuhi dengan rasa penasaran. Pertanyaan pertama yang diajukan kepada Mas Sabrang adalah mengenai urutan kemunculan cinta dan rindu seperti yang tertuang dalam lagu “Ruang Rindu” hasil ciptaannya. Dalam jawabannya, Mas Sabrang mengungkapkan kompleksitas cinta dan rindu. Mengutip sebuah pepatah Cina yang mengatakan, “Tanyakanlah makna cinta kepada 1000 orang, niscaya kamu akan mendapat 1000 jawaban yang berbeda pula”. Beliau menjelaskan bahwa cinta dapat memiliki makna yang berbeda dalam pengalaman setiap individu, tergantung pada konteks dan hubungan yang terjalin.
Mas Sabrang juga mengajak audiens untuk melihat cinta dan rindu dalam perspektif yang lebih luas. Ia menjelaskan bahwa cinta dapat diungkapkan dari agen ke agen dalam berbagai bentuk; seperti cinta kepada alam, Tuhan, atau sesama manusia. Sedangkan rindu memiliki pengertian yang lebih luas dan dapat berkaitan dengan keadaan atau situasi tertentu.
Mas Sabrang juga membahas konsep “Sih” yang artinya memiliki pemahaman mendalam dan menyeluruh tentang cinta sebagai sesuatu yang lebih besar, lebih mendalam, dan lebih bermakna daripada sekadar emosi atau perasaan fisik. Beliau mengajak individu untuk merenungkan arti cinta dalam kehidupan mereka, meresapi rasa keterhubungan dengan yang lebih besar, dan merasakan empati serta kemurahan hati terhadap sesama manusia serta dunia di sekitar mereka. Selain itu, beliau mengajak audiens untuk mengintrospeksi diri dengan pertanyaan sejauh mana diri kita bisa merasakan dan menghubungkan diri dengan orang lain yang merasakan sakit atau kesulitan. Selama sesi ini, Mas Sabrang juga menyampaikan pesan tentang kepemimpinan yang baik, yaitu pemimpin yang semakin tinggi jabatannya, semakin meluas juga pemahamannya dan empatinya terhadap orang lain.
Pertanyaan selanjutnya dalam sesi ini berkaitan dengan sejauh mana fiksi mampu memberikan gambaran tentang kenyataan terutama dalam konteks kemungkinan depopulasi. Mas Sabrang menjelaskan bahwa fiksi sebenarnya hanya memberikan gambaran tentang berbagai hal yang dapat diimajinasikan oleh manusia. Fiksi digunakan oleh peradaban untuk mencoba meramalkan masa depan melalui karya-karya tersebut. Dalam konteks depopulasi, Mas Sabrang mengatakan bahwa dunia akan mencapai titik equilibriumnya pada populasi sekitar 12 miliar orang, di mana angka kelahiran akan seimbang dengan angka kematian.
Beliau menekankan bahwa kemungkinan untuk menghadapi situasi ini sebenarnya hanya ada dua. Pertama, depopulasi, yang berarti mengurangi populasi manusia secara drastis. Kedua, mempercepat riset dan perkembangan teknologi agar populasi manusia sekitar 12 miliar orang tersebut dapat diakomodasi dengan baik tanpa perlu melakukan depopulasi. Pandangan ini mencerminkan pemikiran kritis tentang tantangan masa depan dan pentingnya mencari solusi yang inovatif untuk menghadapinya.
Dalam sesi tanya jawab mengenai sikap generasi muda dalam menghadapi visi Indonesia Emas tahun 2045, Mas Sabrang memberikan pandangan yang mendalam. Beliau pertama-tama menyoroti bahwa istilah “Indonesia Emas 2045” hanyalah sebuah konsep abstrak yang diciptakan oleh manusia. Baginya, yang lebih penting bukanlah istilah, melainkan tindakan konkret yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut. Mas Sabrang memberikan pesan yang kuat kepada generasi muda. Beliau menekankan bahwa fokus harus tertuju pada apa yang dapat dilakukan saat ini. Generasi muda harus bersiap diri untuk menjadi komponen penggerak dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Ini mengisyaratkan bahwa perubahan nyata akan datang dari aksi-aksi individu dan kolaborasi generasi muda.
Selain itu, Mas Sabrang juga menyoroti pentingnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Bonus demografi, yang artinya banyaknya angkatan kerja muda di Indonesia, harus dibarengi dengan adanya lapangan pekerjaan yang memadai. Ini adalah faktor penting dalam mencapai Indonesia Emas 2045, karena generasi muda yang terampil dan produktif akan menjadi tulang punggung pembangunan negara.
Selanjutnya muncul pertanyaan unik dari jamaah mengenai konsep ruqyah. Mas Sabrang mengingatkan bahwa setiap orang harus menyadari “demit”-nya masing-masing. Ini bisa diartikan sebagai sisi gelap atau kecenderungan buruk yang ada dalam diri manusia. Dalam konteks ini, ruqyah dapat dipahami sebagai usaha untuk mengendalikan atau mengatasi sisi-sisi buruk tersebut, sehingga manusia dapat menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupan.
Mas Sabrang juga memberikan pandangan yang mendalam mengenai kejadian dalam hidup. Beliau berpendapat bahwa semua kejadian dalam hidup ini memiliki tujuan, yaitu untuk menguji prinsip-prinsip dasar yang telah dipegang oleh individu. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap pengalaman, baik baik atau buruk, memiliki makna dalam pengembangan diri seseorang. Mas Sabrang mengambil contoh dari para nabi sebagai teladan dalam memegang prinsip-prinsip. Beliau menyebutkan bahwa para nabi memiliki usaha yang luar biasa dalam mempertahankan dan mengamalkan prinsip-prinsip yang dianut.
Mas Sabrang juga merespons pertanyaan mengenai mengapa kehidupan manusia dapat dipengaruhi oleh FYP (For You Page) Tiktok dengan mengajak untuk memiliki sikap terbuka terhadap berbagai pandangan. Beliau menekankan bahwa terdapat berbagai sudut pandang yang berbeda, dan penting untuk tidak merasa bahwa pandangan pribadi kita adalah yang paling benar. Dalam konteks ini, Mas Sabrang juga membawa konsep iman, yang dijelaskan sebagai kesediaan kita untuk disetir oleh suatu dogma atau keyakinan tertentu. Ini mengacu pada sejauh mana seseorang bersedia menerima dan mengikuti suatu ideologi atau ajaran. Dengan kata lain, kita memiliki pilihan untuk memilih apa yang akan memengaruhi dan membentuk kehidupan kita. Pesan dari Mas Sabrang adalah untuk tetap terbuka terhadap berbagai pandangan dan mempertimbangkan sejauh mana kita ingin membiarkan suatu ideologi atau tren memengaruhi kehidupan kita. Ini mencerminkan pentingnya pemikiran kritis dan kesadaran diri dalam mengambil keputusan yang memengaruhi jalan hidup kita.
Dalam menjawab pertanyaan tentang sikap kita terhadap Artificial Intelligence (AI), Mas Sabrang menekankan pentingnya pemahaman terhadap batas kemampuan AI agar kita dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin. Beliau juga mengungkapkan pengalamannya dalam melakukan eksperimen dengan AI, termasuk penggunaan prompt inject, yang bahkan membuatnya di-banned karena mencoba memahami AI hingga ke akarnya. Selanjutnya, Mas Sabrang menyoroti empat pusat pendidikan yang dianggap penting, yaitu keluarga, institusi, masyarakat, dan humanity. Ini menggambarkan kompleksitas pendidikan dan pembelajaran yang harus berlangsung di berbagai tingkatan dalam masyarakat, mulai dari lingkungan keluarga hingga tingkat global.
Sebagai penutup, terkait dengan pertanyaan tentang apa yang dilakukan oleh Gusti Allah saat ini, Mas Sabrang memberikan jawaban yang khas dengan mengatakan bahwa Gusti Allah sedang tertawa. Hal ini dapat diartikan sebagai refleksi pandangan spiritual Mas Sabrang tentang kebijaksanaan Tuhan yang melampaui pemahaman manusia, dan bahwa ada kegembiraan dan misteri dalam setiap aspek kehidupan.
Akhirnya forum penuh makna di Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat September 2023 ditutup dengan lantunan shohibu baiti. Para jamaah yang sebelumnya duduk dengan khidmat dan bersemangat dalam diskusi, berdiri dengan hati penuh syukur. Namun, semangat dan kebersamaan tidak berhenti sampai di sana. Saat acara berakhir, para jamaah tidak langsung meninggalkan tempat acara, namun menyempatkan diri untuk membantu membersihkan area.
Pada acara Gambang Syafaat, yang diadakan di Masjid Agung Jawa Tengah, tema “Bangsa Bibit Unggul” menjadi fokus utama. Forum diskusi terbuka yang memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk merenungkan peran, menggali dan menemukan potensi mereka. Forum dengan diskusi-diskusi dari berbagai prespektif oleh narasumber-narasumber yang membahas nilai-nilai Islam dan kriteria unggul dalam perspektif agama. Selain itu, penampilan musik dan pembacaan puisi juga menambah suasana khidmat acara tersebut. Mas Sabrang, sebagai narasumber terakhir, memberikan pandangan mendalam mengenai cinta, fiksi, visi Indonesia Emas 2045, dan konsep ruqyah.
Besar harapan bahwa setiap jamaah pulang membawa sesuatu yang bermanfaat dari forum ini, baik itu pengetahuan baru, inspirasi, atau semangat untuk berperan aktif dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi bangsa. Semangat kebersamaan yang tercipta di acara ini diharapkan akan menginspirasi mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan gembira dan siap untuk mengaplikasikan ilmu dan nilai-nilai yang telah didapatkan dari majelis ini. Sebuah akhir yang memotivasi dan menggugah hati, yang membawa pesan bahwa kebaikan dimulai dari langkah sederhana, dari jiwa yang bersih dan semangat yang tulus.
(Redaksi Gambang Syafaat)