EMPAT CARA BERPIKIR MENURUT MAS SABRANG
Belakangan ini, jagad maya riuh dengan pelbagai pemberitaan yang menguras energi. Mulai dari MKMK dan konferensi pers tokoh bangsa di Rembang. Saya tidak mengajak pembaca untuk menjadikan tulisan ini sebagai kanal penghilang stres, melainkan menawarkan ke Anda semua, siapa tahu diantara kita terjebak dalam pola pikir seperti ini, di mana setelah membacanya menjadikan Anda malah tambah stres.
Beberapa hari belakangan, Kota Malang sering hujan di sore hari. Seraya menunggu hujan reda, saya membuka youtube dan muncul videografi Mas Sabrang berjudul 4 Cara Berpikir Makhluk, daripada Anda repot mengulang-ulang apa yang dikatakan Mas Sabrang, saya mencoba meringkasnya lewat tulisan ini.
Sangat betul bahwa kita butuh intelegensia, cuman masalahnya cara kita dalam mengukur intelegensi belum begitu akurat. Walaupun cara pengukuran IQ itu sudah cukup mendekati dalam mengukur intelegensi, tapi belum benar-benar bisa memprediksi kedepan orang itu akan seperti apa dan tingkat kesuksesannya di masa depan bagaimana. Mas Sabrang, meringkasnya dengan mengkategorikan cara berpikir manusia yang berhubungan dengan intelektual.
Cara berpikir makhluk sampai amoeba dibagi menjadi empat. Misalnya kerja sama dalam sepak bola, kita melihat kerja sama yang luar biasa dari singa yang sekolah SD saja tidak lulus. Singa, ketika mengejar Banteng, dia tahu kalau Temannya gigit kaki, maka dia loncat ke atasnya, kalau temannya di atasnya, dia harus mengejar lehernya dan seterusnya. itu dibutuhkan kerja sama yang luar biasa, Dari contoh itu, apakah singa memiliki intelegensinya tinggi di mata manusia? Tentu tidak, tapi kenapa Singa bisa bekerja sama dengan sangat baik? menurut Mas Sabrang, potret intelegensi dengan IQ dengan sekolah dan segala macam itu masih belum akurat. Mas Sabrang lebih senang membedah itu menjadi empat bagian atau tingkatan. Satu: deklaratif. Dua: kumulatif. Tiga: serial, Empat: paralel. Berikut penjelasannya.
Deklaratif: adalah cara berpikir dengan kalimat dasar atau. Jadi kalau dia dikasih pilihan, dia mesti milihnya (atau ini atau ini, atau ini atau ini). Mas Sabrang memberikan contoh, misalnya ada jomblo menderita tidak memiliki uang, tidak memiliki keahlian dan ingin mencari uang. Mau mengejar cewek tapi sepeda motornya kalah bagus, Kemudian si jomblo ini melihat di kampungnya ada banyak buah-buahan. Cara si jomblo mengolah buah-buahan menjadi uang itu tergantung oleh empat tingkatan tadi.
Kalau cara dia berpikir deklaratif, dia hanya melihat beberapa jenis buah-buahan. Mangga, Nanas dan Bengkoang. Karena cara pikirnya adalah deklaratif, dia hanya berpikir akan menjadi bakul Nanas atau Bakul Bengkoang atau Bakul Mangga. Cara berpikir deklaratif, bisa dibilang adalah cara berfikir primitif.
Kumulatif: adalah cara berpikir dengan kata dasar dan. Kalau dia melihat buah-buahan, cara berpikirnya seperti ini. Ada buah Mangga; Bengkoang; Nanas dan Apel. Kenapa saya harus pilih satu? mendingan saya bikin membuat buah, saya bisa menjual Mangga, Nanas, Apel dan Bengkoang, semuanya bisa saya jual.
Serial: adalah cara berpikir dengan dasar jika maka. Ketika dia melihat banyak buah dan hanya jualan buah saja, maka, jualannya seperti itu saja. Tapi jika ia membuat parsel, jualannya memiliki nilai lebih. Jika buahnya di blender, ia bisa menjual jus buah. Jika buah ia yang jual dicampur dan ditambahkan bumbu, ia bisa menjual rujak.
Paralel: Cara berpikirnya jika maka tapi sangat banyak. Mikirnya bukan hanya membuat jus, jualan parcel dan rujak. Jika musimnya buah ini, ya jualan ini saja, jika yang sedang tren ini mendingan saya membuat ini. Ia senantiasa bergerak sehingga kemungkinannya jadi lebih banyak. Karena semakin tinggi cara berpikir manusia, ia akan semakin adaptif terhadap keadaan.
Mas Sabrang juga bercerita saat membaca wawancara nya Maradona. Saat Maradona bermain sepakbola, dia tahu temannya sedang di mana. Bahkan, Maradona tahu temannya yang di sana itu siapa. Maradona bisa mengantisipasi kemungkinan gerakan dari rekan dan lawannya ke mana. Jadi ketika Maradona bergerak, ia membaca beberapa kemungkinan dan bereaksi terhadap kemungkinan tersebut.
Orang dengan cara berpikir paralel cenderung memiliki intelegensi yang tinggi, ketika orang inteligensinya semakin tinggi maka opsi melakukan sesuatu dan memecahkan masalah juga semakin banyak.
Kalau orang dengan cara berpikir deklaratif, kalau ada bola baru ditendang, kalau tidak diberi bola tidak mau mencari tempat. Dia tidak mau berpikir panjang. Apa yang ada di depan matanya baru dilakukan. Dia tidak bisa merencanakan lebih jauh.
Mas Sabrang, menyebut hal tersebut sebagai empat parameter yang lebih akurat daripada IQ. Kalau mau digali lebih dalam, bakal lebih kompleks karena empat ini berhubungan dengan jenis data apa yang kita olah. Ada data sensorik; data abstrak; data kategori dari abstrak; data kategori dari kategori abstrak dan lebih kompleks lagi.
Pada Intinya, Mas Sabrang tidak setuju dengan cara ukur IQ yang kita gunakan sekarang. Apalagi dengan titel SD, SMP, SMA. Karena menurut Mas Sabrang, yang sekolah ajarkan bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan pengetahuan data. Pelajaran sekolah itu tahu apa, bukan tahu bagaimana. Padahal untuk memecahkan masalah, kita harus tahu bagaimana, bukan tahu apa. Dari sini, titel tidak begitu baik dalam mengukur IQ dan buktinya sudah cukup banyak.
Mas Sabrang memberikan contoh, salah satu eksportir parfum terbesar yang masuk Indonesia itu bekas TKW di Hongkong dan dia tidak bisa baca tulis sama sekali. Kalau itu ikut ukuran standar SD, SMP dan SMA. Eksportir ini tidak akan memiliki kemungkinan berhasil, tapi cara berpikir paralelnya yang memungkinkan dia bergerak dalam keadaan tersebut.
Orang yang berpikir paralel tidak ada kesulitan dalam hidupnya, kalau dalam ayat Al-Quran, “Bersama setiap kesulitan ada kemudahan”, ini mengajarkan kita harus berlatih berpikir paralel. Karena kalau berpikir deklaratif, mikirnya pasti setelah kesulitan baru ada kemudahan. Dia tidak bisa melihat kemudahan dalam kesulitan yang sedang dialami.
Kalau orang dengan cara berpikir paralel mengalami kesulitan, dia langsung melihat sebuah kesempatan di situ. Karena orang dengan cara berpikir paralel, dia cenderung berpikir jika maka secara jamak untuk mengolah informasi tersebut menjadi jalan menuju kemudahan demi kemudahan.
Mas Sabrang menawarkan ini untuk mengukur intelegensi manusia. “Saya lebih percaya, saya lebih, melihat itu lebih efektif untuk mengukur efektivitas manusia dalam bersumbangsasih satu sama lain. Deklaratif; kumulatif; serial; dan paralel”. Ucap Mas Sabrang.
Bagaimana para pembaca yang budiman! Anda masih stres mikir tokoh-tokoh politik di luar sana yang saling sikut menjunjung berhalanya masing-masing? atau malah cara berpikir kita selama ini yang seperti pemahat-pemahat berhala itu.