DISKUSI PELATIHAN REPORTASE MAIYAH LINGKAR MAHASISWA BATCH #1

Yogyakarta, Minggu 26 Oktober 2025. Maiyah Lingkar Mahasiswa (MLM) menyelenggarakan kegiatan diskusi pelatihan menulis reportase atau liputan. Kegiatan tersebut diikuti oleh sembilan orang peserta. Mahasiswa yang tergabung menjadi peserta dalam diskusi tersebut, terdiri dari berbagai kampus yang ada di Yogyakarta. Mulai dari kampus UGM, UIN Sunan Kalijaga, Alma Ata dan ada juga pegiat dari simpul Maiyah Gamblang Syafaat Semarang.

Rumah Maiyah Lingkar Mahasiswa sebagai tempat bagi acara tersebut. Pada awal kegiatan sudah terasa khidmat, diawali oleh Ghozi Rafi Al-Farrasi sebagai moderator membuka acara dengan kalimat basmalah, dilanjutkan dengan tawashshul dan doa bersama untuk Mbah Nun yang dipimpin oleh saudara Qussairiy.

Kegiatan diskusi pelatihan reportase ini diampu langsung oleh redaktur caknun.com Mas Helmi Mustofa. Meski suasana sedang hujan, Mas Helmi tetap datang dalam kegiatan kepenulisan ini. Kepekaan, kata itulah yang menjadi kunci dalam kegiatan ini.

Sebagai pemantik Mas Helmi melontarkan satu pertanyaan: Apa bagusnya dari kegiatan ini pelatihan ini. Berbagai jawaban seperti: Ya daripada tidur, mending aku belajar, membangun relasai, memantik kinerja pikiran, menumbuhkan kesadaran, ada juga untuk kebersamaan, meningkatkan skill, dan ada yang mengutip dari Imam Al-Ghazali yaitu “Menulis adalah jalan menuju keabadian”.

Satu hal yang sangat penting yang disampaikan mas helmi sebagai pondasi menulis, beliau mengutip dawuh Mbah Nun kepada Mas Helmi suatu ketika, “Opo sing awakmu delok pan rasakke, tulisen.” (Apa yang engkau lihat dan rasakan, itulah yang kau tulis).

Lihat juga

Menulis itu ideologinya adalah kepekaan. Sebagai penulis kita harus mampu peka terhadap sesuatu yang baik atau bernilai yang ada pada kegiatan yang sedang diliput. Artinya, peliput diajak menangkap sisi-sisi bernilai dari suatu kegiatan untuk dituliskan.

Ini bukan berarti seorang penulis tidak dilatih untuk tidak peka terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat. Sama sekali bukan. Yang jadi perhatian adalah minimnya kepekaan terhadap kebaikan atau kualitas-kualitas yang bagus.

Salah satu tugas penting peliput—dan ini agaknya jarang menjadi paradigma dalam penulisan liputan—adalah menunjukkan bahwa apa yang berlangsung dalam suatu kegiatan itu hal yang bagus, dan itu perlu dikabarkan.

Selanjutnya, yaitu dalam menulis jangan lupa “kita menulis mau ditujukan kepada siapa?” Karena tidak semua orang paham dengan apa yang kita tulis, coba bayangkan mereka. Mereka itu tidak hadir dan tidak tahu, jadi agar mereka tahu bahwa ada sesuatu ditulislah sebuah reportase yang sistematis dan mudah dipahami.

Dalam menulis berita pada paragraf pertama setidaknya sudah memuat 5W + 1H secara singkat dan itulah yang disebut straight news (berita langsung). Sedangkan untuk reportase lebih menekankan kepada Why dan How atau disebut dengan indepth news (berita mendalam). Dalam menulis berita ternyata ada nilai yang harus dimuat, apa saja? Setidaknya ada 8 nilai-nilai berita (News Values) yaitu:

1. Aktualitas :Peristiwa harus terkini atau baru saja terjadi.

2. Proximity : Peristiwa harus terjadi dekat (geografis atau psikologis) dengan khalayak.

3. Impact : Peristiwa harus memiliki dampak besar pada banyak orang.

4. Ketokohan : Melibatkan tokoh penting atau figur publik.

5. Konflik : Adanya pertentangan, persaingan, atau masalah.

6. Kebaruan : Melaporkan hal yang unik, aneh, atau tidak biasa.

7. Nilai Kemanusiaan : Kisah yang menyentuh emosi (simpati, haru, inspirasi).

8. Magnitude : Menunjukkan bobot atau besaran (skala, jumlah, angka) peristiwa.

Mas Helmi juga menegaskan menulis itu butuh pencermatan. Jika acaranya berdurasi panjang dan narasumbernya banyak maka tugas penulis mencermati hal-hal yang baik dan memilih yang terpenting. Menutup kegiatan ini, beliau mengutip dawuh Mbah Nun “Kalau ada yang baik kenapa tidak diliput”.

(Maiyah Lingkar Mahasiswa)

Back to top button