BELAJAR KEPADA MANUSIA MUHAMMAD

(Catatan Sampul Majelis Muhammadan)

Saya datang agak terlambat, padahal niatnya tadi tidak. Mungkin karena “nunggu” roti bakar jadi, ah..tapi tidak jadi soal.

Buru-buru kuda besi merah saya selipkan di antara teman-temannya, melangkah pelan sambil “nyacah jiwo” sesiapa saja yang sudah hadir.

Ada teman-teman Rebolegi, ada teman NM, teman Gerbang, teman LKMS, tuan rumah Majelis Muhammadan, Pak Yoyok Kiai Kanjeng, dan temannya teman-teman yang saya sebut tadi. Wuihh, rame, hangat, penuh semangat, plus ada segumpal rindu yang entah itu pada siapa.

Teman-teman Rebolegi memandu Tawashshulan, ada Mas Bimo, Mas Miftah, dan Kang Fauzi IBC (inisiator Majelis Muhammadan). Sakral, “mantheng”, membuat batin saya tersenyum simpul. Ada Kang Makmur yang biasa mandu Tawashshulan di Kadipiro, tapi malam itu yang mandu bukan Doi. Ada semacam saling “nglungguhke” yang tidak tertulis di acara tersebut. Hmm..nyenengke tenan.

Lihat juga

Para Ibu Negara saya lihat terkonsentrasi di area dapur, bagian belakang dari Warung Ikan Bakar Cepit. Nampak pula sejumlah “cucu Simbah” dengan usia yang beragam. Ada yang masih dalam gendongan, ada yang sudah lari-lari ke sana ke mari, ada yang sudah “bersila” dan tenang seperti saat ada di ruang kelas.

Saya kemudian larut di dalam “bacaan-bacaan” Tawashshulan yang alhamdulillah lumayan hafal meski terkadang juga lupa. Maklum, masih pembelajar.

Tiba saatnya Mahalul Qiyam, “prosesi” yang selalu saya nantikan. Sebab ia membawa ingatan saya pada masa “hari-hari baru” sesudah belasan tahun lalu berikrar berkeluarga dengan Ibu Negara (sigaring nyawa) saya. Sejumlah do’a batin lalu saya panjatkan dengan harapan bahwa saya, keluarga saya, teman-teman saya, juga bangsa ini ditimpa Rahmat Allah swt. Yup, apalagi yang bisa menyelamatkan kita kalau bukan Rahmat Allah swt. Ya kan?

Whuss..angin berhembus pelan di sebelah kiri saya. Ouh, ada yang datang mendekat. Kawan Gerbang saya, spesialis desain poster, juru masak di Saman, Bung Teyenk Tangkilani. Sejurus kemudian alhamdulillah, tawashshulan selesai. Mikropon bergeser ke Kang Harianto.

Whaini, kata batin saya. Sudah lama saya tak menjumpai Kang Har memoderatori sebuah forum diskusi. Hihui..go go go, kata batin saya lagi.

Kang Har lalu bercerita tentang asal muasal Majelis Muhammadan ini dimunculkan. Sebagai “lambaran” bagi yang hadir tentunya. Agar kami memahami bagaimana ide itu muncul dari Kang Fauzi IBC melalui sekian obrolan dengan Kang Har. Weh, apik tenan ikih, kata batin saya lagi.

Sekedar flashback, siang sebelum Majelis Muhammadan dimulai, saya japri Kang Fauzi,
mencoba menanyakan apakah sudah terfikirkan untuk mendokumentasikan acara tersebut via rekam video. Dijawab “ora kepikiran, ora iso mideo” oleh Kang Fauzi. Ya, oke..eman-eman “ketoke” kalau tidak diarsipkan, sebab dalam benak saya : Saya yakin Majelis Muhammadan nanti akan penting bagi siapa saja yang hadir dan yang “membacanya” via video.

Alhamdulillah, teman NM saya merekam audio seluruh diskusi dengan tema Seni Menghadapi Krisi, belajar kepada Manusia Muhammad malam itu.

Jelas saya perlu mendengarnya berulang-ulang. Mohon maaf, mungkin tulisan ini bersifat sampul dulu. Terkait apa yang kemudian kami semua diskusikan, insya Allah akan saya bagikan ke Anda pada tulisan berikutnya.

Salah satu inti yang menurut saya musti saya sertakan di catatan “sampul” ini, semoga tiap bulan Majelis Muhammadan ini selalu ada dan mengobati rindu kami kepada Njeng Nabi Muhammad saw terobati. Aamiin, insya Allah.

Warung Ikan Bakar Cepit, (dinihari)10 Oktober 2023.

Lihat juga

Back to top button