Apakah Kita Siap

Richard Phillips Feynman adalah seorang fisikawan teoritik Amerika yang dikenal dengan berbagai sumbangan untuk fisika. Feynman adalah salah satu perancang utama model partikel Standar dan ia memenangkan Hadiah Nobel dalam Fisika pada tahun 1965 bersama dengan para ilmuwan Julian Schwinger dan Sin-Itiro Tomonaga atas karya mereka dalam penerapan mekanika kuantum pada elektrodinamika kuantum. Selama Perang Dunia II, Feynman bekerja di Proyek Manhattan untuk mengembangkan bom atom. Di proyek tersebut, ia bekerjasama dengan J. Robert Oppenheimer. Tetapi saya tidak akan membahas Oppenheimer di sini, toh saya belum menonton film nya. Tetapi saya ingin mengangkat salah satu pemikira Feynman yang menurut saya sangat unik.

Feynman dikenal oleh rekan-rekan dan murid-muridnya sebagai individu yang merangkul keraguan dan ketidakpastian. Dia merasa bahwa keraguan adalah bagian integral dari proses ilmiah dan bahwa lebih baik untuk hidup dengan keraguan daripada percaya pada sesuatu yang tidak benar. 2 kutipan menariknya adalah:

Saya bisa hidup dengan keraguan dan ketidakpastian serta ketidaktahuan. Saya pikir lebih menarik untuk hidup tanpa mengetahui (semua hal secara pasti).

Tidak ada yang perlu malu jika kita tidak tahu tentang sesuatu! Saat kamu bilang “Saya tidak tahu” itu oke-oke aja. Yang membuat malu itu hanya ketika kita pura-pura seolah-olah tahu semua hal.”

Mbah Nun sudah kita kenal selalu di-ampiri, di-sambati oleh banyak orang, dan perkaranya pun bermacam-macam. Bahkan pak Umar Kayam dalam sakah satu tulisannya berkata,

Lihat juga

“Emha adalah satu fenomena menarik. Dia menulis sajak, menulis esai, menulis kolom, menulis kertas seminar, dan dia ada di mana-mana di depan khalayak seminar dan berbicara juga di depan khalayak terbuka. Kadang-kadang dia menulis juga lakon-lakon drama dan sesekali ikut terlibat langsung dalam pementasan. Topik dan tema yang ditulisnya bermacam-macam, bergerak dari kesenian hingga penghayatan kehidupan beragama maupun kejadian sosial aktuil

Dari pernyataan pak Umar Kayam sudah jelas bahwa Mbah Nun manusia segala dimensi dan multi-kelimuan, yang akhirnya membuat beliau dijadikan sosok untuk menjawab ratusan bahkan ribuan pertanyaan-pertanyaan ummat. Dan beliau sering bercerita pengalaman-pengalaman beliau dibredel oleh pertanyaan-pertanyaan “di luar nurul” tersebut. Mengenai ketidaktahuan, beliau berkata kira-kira seperti ini.

“Apakah tidak tau itu jelek? Nanti dulu. Yang jelek itu menyerah untuk mencari tau. Walaupun pada akhirnya fakta dan kebenaran mutlak itu hanya milik Allah”

Ketidak tahuan, keraguan dalam kadar dan koordinat tertentu, itu sangat baik. Karena hal tersebut membuat manusia untuk bisa rendah hati. Bahkan di salah satu potongan Q.S Al-Baqarah 216, Allah ber-firman.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Tulisan dr. Eddy Supriyadi yang berjudul Kehangatan di Gua Sophisticated, seakan memberikan gambaran bagaiamana kondisi beliau saat ini. Cerita singkat yang dituliskan dr. Eddy, walaupun tidak memberikan kondisi real berdasarkan data mengenai kondisi Mbah Nun, tetapi menceritakan bagaimana energi yang tercipta di sekitaran Mbah Nun. Dan saya sangat berbahagia membaca tulisan itu. Rasa keingin tahuan, keraguan dan rasa penasaran saya sedikit terobati dan menenangkan hati.

Dari semua hal yang sudah terjadi di Maiyah, saya yakin kita anak cucu beliau bisa belajar tentang bagaimana ini nanti kedepannya? Walaupun mungkin kita beriman bahwa kedepannya semua permasalahan yang kita semua hadapi ini akan berakhir baik, tetapi selalu ada keragu-raguan yang kadang datang tak diundang. Bahkan ratusan data real pun tidak bisa menghilangkan keragu-raguan yang datang bagaikan angin dingin yang datang tiba-tiba di cuaca yang sedang hangat.

Pertanyaan berikutnya yang mungkin patut dipertanyakan adalah apakah kita siap jika memang semua usaha kita dengan susah payah terus bergerak itu, mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan? Bagaimana dengan harapan doa yang kita panjatkan setiap hari? Bagiamana jika ternyata Allah berkehendak lain? Saya tidak tau apakah akan siap. Dan mungkin saya tidak siap.

Sebagaimana tulisan dari kawan saya Fahmi berjudul Taharrok, fa inna fi-l-harokati, barokah, yang artinya, bergeraklah, karena dalam pergerakan itu ada berkah di dalamnya, dan perkataan Mbah Nun perihal ketidak tahuan, saya akhirnya mendapatkan jawabannya. Ternyata semua doa dan usaha kita untuk mencari tahu, mendapatkan jawaban, dan menghilangkan keraguan nilai terpentingnya adalah berkah dan kasih sayang Allah. Selama kita terus berusaha dan bergerak, 2 hal tersebut tidak akan pernah putus. Keberkahan yang paling mudah dirasakan, walaupun kita tidak bisa mendapatkan sebuah jawaban dari ribuan pertanyaan kita, adalah perasaan atau jiwa yang tenang.

Jika secara puitis, saya bisa menggambarkan bahwa kita sekarang berada di lorong yang sangat gelap, keberkahan dan kasih sayang Allah itu bagaikan cahaya kecil diujung lorong. Kita tidak tau seberapa jauh cahaya diujung lorong tersebut. Kita tidak tahu ada apa lagi yang akan terjadi selama saya berjelana di lorong gelap ini. Tetapi cahaya di ujung lorong itu adalah optimisme saya, bahwa saya akan keluar dari lorong gelap ini. Dan cahaya itu sangat menentramkan hati saya.

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya. Maka masuklah kedalam golongan Hamba-hambaKu. dan masuklah kedalam surga-Ku.” (Q.S. Al-Fajr :27-30)

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button