SHOLAWAT JIBRIL DAN NGELMU KELAKONE KANTI LAKU

Pada Pengajian Padhangmbulan, Rabu (7/12/2022) di desa Menturo Sumobito Jombang, diskusi mengalir dinamis. Dipungkasi oleh Mbah Nun yang menawarkan metode empiris kultural, yang dalam falsafah Jawa dikenal sebagai ngelmu iku kelakone kanti laku. Bunyi lengkap falsafah Jawa yang dibuat oleh Pakubuwono IV dalam Serat Wulang Reh itu adalah:

Ngelmu iku kelakone kanthi laku

Lekase lawan kas

Tegese kas nyantosani

Setya budya pangekese dur angkara

Lihat juga

Memahami ilmu akan tercapai apabila dilakukan dengan tindakan, demikian kurang lebih arti singkatnya. Iman Budhi Santosa (terkirim surat Al-Fatihah untuk beliau) dalam buku Nasihat Hidup Orang Jawa menyatakan bahwa manusia Jawa memandang ngelmu berbeda dengan ilmu. Ngelmu itu ajaran batin untuk bekal menjalani hidup di dunia hingga akhirat,” ungkapnya.

Mbah Nun mengingatkan agar kita tidak melulu mengejar pemahaman melalui metode epistemologi kognitif filosofis. Pemahaman yang sebatas ilmu. “Kejarlah pengertian materi dan nilai melalui kesadaran jiwa dan pengalaman hidupmu,” pesannya. Inilah yang dimaksud ngelmu.

Salah satu yang tidak boleh dilupakan dari sinau bareng adalah menanamkan bahan-bahan belajar dalam kesadaran dan laku hidup. Lalu seiring berjalannya waktu, kesadaran kita akan bertemu dengan pemahaman, misalnya tentang materi dan nilai. Pemahaman ini diperoleh melalui laku ngelmu.

Misalnya kita nyinauni bareng bagaimana Mbah Nun ngemong jamaah ketika Sholawat Jibril dilantunkan. Mbah Nun memberi arahan kepada Lemud Samudro untuk menentukan nada dasar yang moderat, yang bisa diikuti oleh male maupun female voice. Nada lanang dan nada wedok.

Awalnya nada dasar yang diambil adalah D. Tampak bahwa beberapa vokalis nyaman melantunkan shalawat Jibril dengan nada dasar itu. Namun tidak demikian dengan para jamaah. Karena nadanya ketinggian mereka melagukannya dengan mengambil oktaf rendah. Sholawat Jibril yang semestinya dilagukan dengan suara lepas menjadi rengeng-rengeng dengan power yang rendah. Kurang bergairah. 

Mbah Nun lantas meminta nada dasarnya diubah menjadi A. Rupanya nada dasar A ini suara wanita dan pria bisa masuk. Sholawat Jibril pun tersajikan lebih powerfull. Musik baru bagus jika ekspresi materialnya optimal.

Makna dari pembelajaran di atas adalah memutuskan sesuatu perlu dilambari kebijaksanaan. Kendati sesuatu itu “sekadar” pemilihan nada dasar. 

Moderat—inilah poin nilai kebijaksanaan yang berangkat dari ngelmu pemilihan nada dasar. Hasilnya, jamaah, vokalis, dan pemusik ajur ajer dalam sinau bareng.

Saya juga menyaksikan betapa Mbah Nun sedemikian ngemong dan memangku seluruh jalannya Sinau Bareng sehingga shalawat Jibril pun nikmat didengar, nikmat dilantunkan, nikmat dirasakan baik oleh jamaah laki-laki maupun perempuan. [] (Editor: Achmad Saifullah Syahid) 

Lihat juga

Back to top button