MEMAKNAI KONEKTIVITAS LANGIT DENGAN BUMI

(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Semesta Lamongan, 30 November 2022)

Sejak siang hujan gerimis membasahi bumi Tikung dan sekitarnya hingga malam menjelang sinau bareng, edisi November tepat akhir bulan hari Rabu (30/11/2022) majelis ilmu Semesta Maiyah Lamongan kembali melingkar untuk sinau bareng, berlangsung di tempat seperti biasanya di Taman Tematik, Pasar Hewan Tikung, Lamongan.

Persiapan sederhana seperti biasanya, terlihat teman-teman yang sudah merapat tak lupa sambil bawa bekal sendiri untuk kecapan (cemilan) dengan obrolan santai sembari menunggu jamaah lainnya ikut merapat ke lokasi, langit malam terlihat masih sedikit pekat, tak lama jamaah lainnya sudah ikut membersamai.

Mas Inan selaku moderator membuka dengan mensyukuri nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita semua sampai pada saat ini kita masih bisa berkumpul kembali untuk mendendangkan shalawat dan sinau bareng terus-menerus. Tak lupa Wirid Padhangmbulan dan Duh Gusti kita lantunkan dilanjut dengan Shalawat Asyhgil yang dipimpin oleh Mas Oni.

Sebelum memasuki diskusi, Al-Fatihah kita panjatkan untuk saudara kita yang habis mengalami gempa di Cianjur. Semoga yang berpulang mendahului kita diterima di sisi-Nya, yang hilang segera ditemukan, yang hancur segera pulih, diberi kekuatan yang lebih untuk menghadapi. Tak lupa juga Al-Fatihah untuk orang tua, guru, dan keluarga kita.

Gempa di Cianjur sebagai pengingat kita semua untuk tidak serakah memperlakukan alam. Mas Inan sebagai moderator melanjutkan, memantik pertanyaan “Kita manusia sebagai khalifah yang diturunkan di bumi diberi tugas untuk apa?”

Kebersamaan sinau bareng dibuka dengan cerita pengalaman dari masing-masing jamaah. Diawali oleh Mas Ferry, bercerita tentang pengalamannya di Bali yang peduli terhadap lingkungan, yang tak lama juga beberapa hari kemarin ikut serta menanam pohon bambu di bantaran sungai Bengawan. “Melihat situasi lingkungan saat ini, saya dan teman-teman di Bali menginisiasi gerakan menanam pohon, ya mungkin kegiatan-kegiatan kecil itu tidak ber-impact besar terhadap lingkungan untuk saat ini, tapi harapannya adalah spirit daripada gerakan kecil itu bisa menggugah masyarakat paling tidak beberapa tahun kedepan nanti, apa yang kita tanam itu bisa bermanfaat untuk lingkungan dan juga masyarakat, menanam di bumi dengan melangitkan harapan supaya bermanfaat bagi kehidupan.”

Kita terus berupaya mengoneksikan diri untuk dekat dengan Allah dan Rasulullah. “Alangkah eloknya setiap langkah kegiatan kita di bumi melibatkan langit, dalam artian nggak mungkin kesusahanmu di bumi ini nggak ada jawabannya selagi masih bersama Allah,” tegas Mas Agus.

Durasi zaman terus berjalan, kita tidak bisa menghindari, hanya bisa mensikapi. Menurut Bang Zali, “Kerusakan bumi sejak dulu sudah ada walaupun orang zaman dulu belum punya alat-alat berat seperti sekarang, mungkin mereka pernah lupa tidak punya misi untuk melangitkan bumi artinya bukan merusak alam, tapi perilaku manusianya sebagai makhluk bumi tidak ada koneksi 90° ke langit atau hablum minallah-nya kurang”. 

“Kalau kita ingat kata Mbah Nun, memang saudara tua kita ini makhluk yang pertama kali diciptakan Allah ya bumi itu sendiri (seisinya termasuk tumbuhan dan hewan) kemudian baru manusia,” Pak Nafis lanjut merespons.

Selingan nyanyian bersama petikan gitar ditampilkan oleh Mas Sogie, teman-teman pun ikut bernyanyi bersama. Semakin malam udara dingin kian terasa. Pak Zay melanjutkan obrolan, “Apa yang ada di depan kita kerjakan saja. Ternyata pekerjaan itu tidak ada yang sepele, pekerjaan-pekerjaan itu saling melengkapi, saling bekerja sama untuk terus berupaya memakmurkan yang ada di bumi.”

Konektivitas langit dengan bumi tidak bisa kita pisahkan, kita menjalankan kehidupan di atas garis serba kemungkinan. Laku hidup kita ada di bumi, sedangkan langit kita maknai sebagai cakrawala keluasan Allah yang tidak bisa kita capai, maka kita menjalankan kehidupan ini dengan pagar-pagar pekerjaan yang Allah juga ikut senangi, dengan cara apa dan bagaimana? Dengan cara belajar kepada Kanjeng Nabi, apa saja yang telah Nabi Muhammad Saw. kerjakan dan perjuangkan terhadap Umatnya.

Waktu tepat tengah malam, “Kita kembali ke diri kita masing-masing, menakar kadar kapan kita harus membumikan langit dan kapan kita melangitkan bumi”, Mas Inan selaku moderator memungkasi sinau bareng edisi ke 67 ini, kemudian ditutup dengan wirid Hasbunallah dan Shohibu Baity yang dipimpin oleh Mas Oni.

Lihat juga

Back to top button